Pengelolaan sampah menjadi salah satu tantangan terbesar di era modern ini, terutama di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Dengan meningkatnya volume sampah yang dihasilkan, mencapai 67 juta ton pada tahun 2019, solusi inovatif untuk mengubah masalah ini menjadi peluang sangat diperlukan. Salah satu pendekatan yang menjanjikan adalah teknologi pengolahan sampah menjadi energi listrik. Metode ini tidak hanya membantu mengurangi tumpukan sampah di tempat pembuangan akhir, tetapi juga berkontribusi pada penyediaan energi terbarukan yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Melalui proses konversi thermal, seperti insinerasi dan gasifikasi, sampah dapat dibakar atau diolah untuk menghasilkan energi yang dapat dimanfaatkan secara langsung. Di negara-negara maju, seperti Denmark dan Swedia, teknologi ini telah terbukti efektif dalam mengubah limbah menjadi sumber energi yang berkelanjutan[1][4][5]. Implementasi pengolahan sampah menjadi energi listrik (PSEL) di Indonesia juga merupakan bagian dari upaya menuju ekonomi sirkular yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan, sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk mempercepat pembangunan instalasi pengolahan sampah berbasis teknologi ramah lingkungan[2][5].
Teknologi pengolahan sampah menjadi energi listrik (PSEL) merupakan solusi inovatif yang semakin berkembang untuk mengatasi masalah limbah di perkotaan. Proses ini melibatkan konversi sampah menjadi energi melalui beberapa metode, termasuk insinerasi, pirolisis, dan gasifikasi. Dalam proses insinerasi, sampah dibakar untuk menghasilkan panas yang kemudian digunakan untuk memanaskan air dalam boiler, menghasilkan uap bertekanan tinggi yang memutar turbin dan pada akhirnya menghasilkan listrik. Metode ini tidak hanya mengurangi volume sampah yang harus dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA), tetapi juga berkontribusi pada penyediaan energi terbarukan yang bersih. Negara-negara maju seperti Denmark dan Swedia telah berhasil menerapkan teknologi ini secara luas, dengan Denmark mengubah sekitar 54% sampahnya menjadi energi listrik[1]. Di Indonesia, penerapan PSEL mulai terlihat dengan adanya beberapa pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) yang beroperasi, seperti PLTSa Bantar Gebang di Bekasi, yang menggunakan metode insinerasi untuk mengolah limbah kota menjadi sumber energi[6]. Dengan semakin meningkatnya kesadaran akan pentingnya pengelolaan limbah yang berkelanjutan, teknologi PSEL diharapkan dapat menjadi bagian integral dari strategi energi masa depan Indonesia.
Sebagai penutup, pengolahan sampah menjadi energi listrik menawarkan banyak manfaat bagi lingkungan dan masyarakat. Proses ini tidak hanya berkontribusi pada pengurangan limbah tetapi juga menciptakan sumber energi terbarukan yang berkelanjutan. Meskipun tantangan dalam implementasi masih ada, seperti biaya awal yang tinggi dan potensi penolakan publik terkait emisi, solusi teknologi modern dapat membantu meminimalkan dampak negatif tersebut. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan masyarakat untuk mendukung pengembangan PLTSa dengan meningkatkan kesadaran akan manfaatnya serta melakukan edukasi tentang pengelolaan sampah yang lebih baik. Dengan langkah-langkah tersebut, kita dapat mencapai lingkungan yang lebih bersih dan keberlanjutan energi di masa depan.Â
Citations:
[1] https://environment-indonesia.com/articles/cara-mengubah-sampah-menjadi-energi-listrik/
[2] https://www.rumahenergi.org/2019/05/14/daur-ulang-sampah-dapur-menjadi-energi-dengan-biomiru.html
[4] https://greennetwork.id/ikhtisar/mengubah-sampah-menjadi-listrik-dengan-teknologi-waste-to-energy/
[5] https://www.antaranews.com/berita/3730008/dari-sampah-menjadi-sumber-energi-kehidupan
[6] https://www.ecadin.org/teknologi-pengolah-sampah-menjadi-energi-listrik/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H