Mohon tunggu...
Shani Ramadhan
Shani Ramadhan Mohon Tunggu... -

Berjuang dengan hati, tuk gapai kebenaran yang hakiki

Selanjutnya

Tutup

Politik

All Mixed Up ? Instrumental and Emancipatory Learning Toward a More Sustainable World: Considerations for Environmental Educations Policymakers

13 Mei 2014   14:24 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:33 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

INTRODUCTION

Saat ini, pembangunan berkelanjutan telah menjadi salah satu isu utama dunia. Di Belanda misalnya, pemerintah negara menilai bahwa Environmental Education (Pendidikan Lingkungan) dan Learning for Sustainable Development harus menjadi sebuah instrumen kebijakan komunikasi yang penting untuk mensosialisasikan pembangunan berkelanjutan pada masyarakat. Melalui lembaga Netherland Environmental Assessment Agency (MNP), pemerintah Belanda mencoba untuk melakukan pembangunan berkelanjutan tersebut. Di sini, MNP mempunyai tugas untuk menindak lanjuti hasil dari proyek penelitian  yang mengamati bagaimana perbedaan antara pendekatan kebijakan terhadap Pendidikan Lingkungan dan penerapannya di lapangan.

Sebelum membahas tentang bagaimana cara kebijakan pembangunan berkelanjutan ini dilakukan, perlu diketahui terlebih dahulu bahwasanya tulisan ini akan mencoba menemukan jawaban atas pertanyaan sebagai berikut :

1.Bagaimana pendekatan Pendidikan Lingkungan yang bervariasi memberikan kontribusi untuk mengawali proses pada praktek baru yang lebih berkembang dibandingkan hanya mengincar perubahan ? Bagaimana caranya penggunaan dari pendekatan ini diperkaya dan ditingkatkan?

2.Bagaimana caranya agar  pembuat kebijakan Pendidikan Lingkungan lebih kompeten dan lebih komunikatif dalam menggerakkan masyarakat menuju pembangunan ?

3.Apa peran “pengetahuan” dalam pendekatan ini ?

Untuk mewujudkan pembangunan melalui Pendidikan Lingkungan, ada tiga pendekatan yang harus dipahami terlebih dahulu : satu hal yang diklasifikasikan didominasi oleh instrumental, satu hal yang dicap didominasi oleh emansipatoris, dan satu hal lagi yang sama untuk menngabungkan keduanya (instrumental dan emansipatoris)

INSTRUMENTAL ENVIRONMENTAL EDUCATION AND COMMUNICATION

Pendekatan instrumental berasumsi bahwa sebuah hasil tingkah laku yang diinginkan dari aktivitas Pendidikan Lingkungan adalah yang dapat diketahui, yang dapat disepakati, dan dapat dipengaruhi oleh sebuah rancangan yang hati-hati. Sederhananya, pendekatan instrumental untuk Pendidikan Lingkungan dimulai dari perumusan tujuan yang spesifik dalam istilah tingkah laku yang disukai, dengan tetap menghormati kelompok yang dijadikan sasaran sebagai receiver yang pasif. Dia (receiver) harus tetap mengerti pesan-pesan yang disampaikan dalam proses sosialisasi pembangunan berkelanjutan walau nantinya campur tangan komunikasi akan mempunyai beberapa efek.

Pemerintah Belanda dan banyak negara lainnya di dunia menggunakan dan mendukung adanya sebuah jarak aktivitas pendidikan dan strategi komunikasi untuk mempengaruhi perilaku lingkungan pada warganegara, yang melingkupi kesadaran, kampanye, pengumuman layanan masyarakat, pemberian label pada lingkungan dan sertifikasi skema, dan juga program pendidikan lingkungan serta aktivitas yang punya penjabaran yang objektif dari sifat perilaku.

Kritik dari penggunaan instrumental pada Pendidikan Lingkungan mengatakan bahwa penggunaan pendidikan untuk mengubah perilaku orang-orang dalam sebuah penentuan arah lebih dilakukan dengan cara manipulasi dan indoktrinasi dari pada dengan pendidikan. Para pendukung penggunaan pendidikan berpendapat bahwa, “karena masa depan planet kita berada di ujung tanduk, penggunaan segala cara yang tersedia dapat disahkan”. Menariknya, pada arena kebijakan pemerintah Belanda, banyak dukungan yang berasal dari Kementrian. Dukungan tersebut berfokus pada pertanian, penggunaan lahan, konservasi alam, perlindungan lingkungan, keamanan pangan. Tapi kritik dari beberapa penggunaan dalam pendidikan justru ditemukan pada Kementrian Pendidikan.

EMANCIPATORY ENVIRONMENTAL EDUCATION

Pendekatan emansipatoris mencoba mengikutsertakan warga negara dalam sebuah dialog yang aktif untuk membentuk kepemilikan yang objektif, berbagi makna, dan sebuah rencana yang merdeka dalam aksi mengubah keinginan mereka. Selain itu pemerintah berharap warga negara juga berkontribusi untuk membangun masyarakat yang berkelanjutan secara keseluruhan. Dengan kata lain, objek yang spesifik dan cara untuk mencapainya tidak didirikan terlebih dahulu. Proses pembelajaran sosial, dengan didukung metode partisipatoris, sudah diidentifikasi  sebagai mekanisme yang tepat dalam merealisasikan lebih banyak pendekatan emansipatoris pada Pendidikan Lingkungan dan manajemen lingkungan.

Pemerintahan Belanda mengembangkan kebijakan yang secara spesifik berfokus pada pembuatan tempat untuk partisipasi berbagai pihak dalam situasi yang lebih berkelanjutan dari yang sekarang. Dengan kata lain, sebuah kebijakan tidak dijabarkan dalam hasil perilaku yang spesifik, selain mendapatkan orang-orang yang terlibat secara aktif dan memperbolehkan suara yang berbeda, termasuk suara dari kaum marginal.

Pendukung dari pendekatan emansipatoris berpendapat bahwa sifat dari tantangan berkelanjutan tampaknya akan menjadi pendekatan pemecahan masalah yang rutin sebagai transisi menuju dunia yang lebih berkelanjutan, yang membutuhkan lebih banyak percobaan untuk menurunkan dunia sekitar ke dalam pengelolaan dan penyelesaian masalah. Malah, beberapa transisi membutuhkan cara berpikir yang sistemis dan reflektif disertai tindakan dalam realisasi yang menganggap bahwa dunia ini adalah sebuah perubahan yang berlanjut dan keraguan yang selalu hadir.

BLENDED ENVIRONMENTAL EDUCATION, COMMUNICATION, AND PARTICIPATION

Pakar sosiologi lingkungan dari Belanda, Gert Spaargaren, membuat sebuah teori berdasarkan strukturasi Giddens, untuk membuat model yang menghubungkan pendekatan yang berorientasi pada pelaku dan pendekatan yang berorientasi pada struktur. Di sini, Spaargaren menempatkan praktek sosial di pusat, di mana lembaga kemanusiaan dimediasi oleh gaya hidup.

Interaksi yang saling mempengaruhi antara lembaga dan struktur menciptakan sebuah jarak yang lebar dalam praktek sosial. Model Spaargaren mungkin dianggap sebagai sebuah penghubung antara instrumental klasik, sikap terhadap lingkungan, dan pendekatan perilaku serta lebih banyak emansipatoris, di mana pendekatan lembaga menjadi lebih mendasar. Di saat yang sama, model itu dbawa ke dalam catatan pengaruh struktur sosial (teknologi) dalam perilaku. Van Koppen membuat sebuah kasus dalam penggunaan pendekatan praktek sosial integratif, dalam konteks  ke arah keberlanjutan pada masyarakat konsumeris.

Dalam perspektif pemerintah, model praktek sosial menawarkan sebuah penekanan yang kuat pada partisipasi warga negara yang aktif dalam pemerintahan. Martens dan Spaargaren mempertahankan perubahan dalam pemerintahan yang menjadi pengendali utama di belakang beberapa perubahan politik di Belanda pada saat itu.

RESULT

Untuk menjawab pertanyaan penelitian yang pertama, disimpulkan bahwa pada perspektif kebijakan lingkungan, dua pendekatan tersebut bisa memperkuat makna satu sama lain. Sedangkan pendekatan instrumental secara khusus bisa meningkatkan pengetahuan dan kesadaran pada problem lingkungan. Sementara itu, pendekatan emansipatoris bertujuan untuk perubahan jangka panjang yang berkaitan dengan dukungan publik dan keterlibatan mereka.

Studi ini menunjukkan bahwa pendekatan emansipatoris cocok untuk kondisi yang tidak jelas, yang mana membutuhkan proses pembelajaran yang didasari oleh partisipasi masyarakat secara langsung. Hal itu bisa terjadi bila ada akses yang mudah ke semua pemangku kepentingan yang bersangkutan. Kesempatan dalam komitmen jangka panjang bisa ditingkatkan ketika partisipan mengembangkan semacam ikatan sosial, dan juga ketika mereka melihat hasil yang langsung dari usaha mereka.

Sementara itu pendekatan instrumental sanggup untuk menjangkau target kelompok yang luas dan bervariasi, dan mereka dikendalikan secara objektif. Sebuah proyek menjadi lebih instrumental dan kurang emansipatoris ketika kehilangan pembelajaran yang transformatif dan ditempatkan dalam jenis pendidikan dan pelatihan yang mungkin akan mengarahkan pada perubahan dalam kesadaran dan perilaku.

Jawaban dari pertanyaan yang kedua ingin menunjukkan bahwa pendekatan instrumental dan emansipatoris bisa meningkatkan salah satu dari sebuah perspektif kebijakan, sedangkan bila dilihat dengan perspektif pendidikan, hal ini akan menjadi sebuah kontradiksi. Otoritas pemerintah mencoba untuk mengakses sifat dari “tantangan perubahan”. Hanya kemudian, proses perubahan yang paling cocok akan diseleksi dan didukung, apakah itu instrumental, emansipatoris, atau keduanya.

Sementara itu, pertanyaan ketiga berfokus pada peran pengetahuan pada tiga strategi perubahan. Pada pendekatan instrumental, pengetahuan tidak hanya menjadi faktor yang berpengaruh untuk membangkitkan kesadaran dan proses perilaku. Di sini, pengetahuan menjadi salah satu yang penting Sedangkan pada pendekatan emansipatoris,  penekanan terletak pada pemberian fasilitas pada pertukaran yang tersirat pada pengetahuan, pengkreasian pada pengetahuan baru, dan akhirnya, bersama-sama dalam memberi arti.

....SEKIAN....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun