Mohon tunggu...
Shani Ramadhan
Shani Ramadhan Mohon Tunggu... -

Berjuang dengan hati, tuk gapai kebenaran yang hakiki

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Berawal Dari Sebuah Baliho di Pinggir Jalan

3 Juni 2014   04:50 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:47 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14017201321694190087

(Tulisan oleh : Shani Rasyid)

Selamat Mas Roy Suryo... Membanggakan kami semua selaku warga Jogja yang tetap memilih, tanpa perlu Money Politics. ASLI. Caleg DPR RI terpilih periode 2014-2019.

Tulisan itu tercetak pada sebuah baliho berukuran besar yang terpasang di salah satu sudut persimpangan jalan yang saya lalui ketika pulang dari kampus. Di balik tulisan itu, tampak samar sebuah foto wajah seseorang yang sedang tersenyum. Dia adalah Roy Suryo, seorang pakar telematika yang saat itu mencalonkan diri sebagai anggota legislatif DPR RI.

Langit mendung yang memayungi baliho pada sore itu seolah ingin memberi tahu nasib yang akan dialami si pemilik wajah beberapa hari kemudian. Ya, setelah hasil penghitungan KPU DIY selesai, diketahui bahwa Roy Suryo gagal menjabat sebagai anggota DPR RI karena perolehan suaranya kalah dari salah satu koleganya di Partai Demokrat, Ambar “Polah” Tjahyono.  Waktu itu, Roy Suryo yang mendapatkan 28.143 suara tidak mampu menyaingi perolehan suara Ambar yang mendapatkan 38.166 suara.

Ibarat nasi yang sudah menjadi bubur, baliho raksasa beserta tulisan-tulisannya telah terlanjur tersebar. “Roy Suryo caleg DPR RI terpilih”, padahal nyatanya dia bukanlah yang terpilih. Hal tersebut membuat pria yang saat itu juga menjabat sebagai menteri pemuda dan olahraga mencak-mencak. “Ada sekitar 48.000 suara saya yang hilang”, katanya ketika diwawancara Harian Kompas pada 24 April 2014. Ketika ditanya tentang Ambar Tjahyono, dia menjawab sinis. “Sebenarnya dia bukan caleg asli (Partai Demokrat). Mungkin dia selundupan dari partai lain”, kilah Roy Suryo.

Ambar Tjahyono, atau lebih akrab disapa Ambar “Polah”, bergabung di Partai Demokrat sejak tahun 2008. Ketika pada zaman orde baru, dia menjadi anggota Partai Golkar. Pada pemilu legislatif tahun 2009, suaranya menempati peringkat tiga terbanyak di Partai Demokrat di bawah Roy Suryo dan Agus Bastian. Peringkat satu dan dua berhak atas kursi DPR RI, sementara peringkat tiga ke bawah hanya akan menerima pesan singkat yang bertuliskan : Maaf anda belum beruntung.

Tapi akhirnya keberuntungan datang pada Ambar Tjahyono pada awal tahun 2013. Waktu itu Roy Suryo diangkat menjadi Menteri Pemuda dan Olahraga oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, menggantikan Andi Mallarangeng yang mengundurkan diri karena terjerat kasus korupsi. Kursi DPR RI yang ditinggalkan Roy Suryo kemudian diisi oleh Ambar Tjahyono.

Tapi itu kondisi sekian tahun yang lalu. Kini semuanya seakan berubah seratus delapan puluh derajat. Roy Suryo yang pada tahun 2009 memperoleh suara terbanyak di dapil DIY, lima tahun kemudian secara mengejutkan bahkan kalah di dalam internal partai. Roy Suryo menjadi nomor dua. Ironis, karena dalam pemilu 2014 Partai Demokrat hanya mendapat satu jatah kursi di DPR RI. Keberuntungan masih berpihak pada Ambar. Tapi Roy Suryo belum mau menyerah.

Ketika saya menanyakan tentang kegagalan dia melenggang ke Senayan melalui SMS, Pria yang memiliki nama lengkap Kanjeng Raden Mas Tumenggung Notodiprojo itu membantah bahwa dia telah gagal.

“Saya belum gagal! masih ada upaya internal di Partai Demokrat yang akan membersihkan diri dari ulah oknum pencari suara, penggelembungan data, dan pengkhianatan seperti yang dilakukan Ambar Tjahyono tersebut”, tulisnya dalam pesan singkat itu.

Kekalahan memperebutkan kursi DPR RI membuat Roy Suryo begitu berang pada Ambar Tjahyono. Walaupun keduanya sama-sama Caleg Partai Demokrat untuk Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, hubungan Ambar dan Roy Suryo tidaklah terlalu dekat. “Ketika Mas Roy sibuk di Jakarta, Mas Ambar sibuk ngurus yang di Jogja, jadi keduanya bertemu kalau ada rapat-rapat penting partai saja”, ungkap Putut, salah satu pengurus Partai Demokrat yang juga menjabat sebagai anggota DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta.

Ketika saya meminta tanggapan Ambar via email tentang segala hujatan Roy Suryo yang ditujukan kepadanya, pria tambun itu membalasnya dengan memberikan link berita online dari Harian Tempo yang berjudul, “Roy Suryo Terbukti Hanya Kehilangan Satu Suara”.

Pada berita yang ditulis pada 29 April 2014 itu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Daerah Istimewa Yogyakarta telah memverifikasi bahwa yang dikatakan Roy Suryo tentang 48 ribu suaranya yang hilang tidaklah terbukti. Hasil dari penyelidikan itu adalah Roy Suryo hanya kehilangan satu suara di TPS 3, Desa Triharjo, Kecamatan Wates, Kabupaten Kulonprogo.

Selain itu Ambar Tjahyono juga menyindir banyaknya baliho raksasa yang menampilkan wajah Menpora itu pada beberapa titik pinggir jalan di Kota Yogyakarta. “Bagaimanapun beliau telah menyumbangkan kemampuannya untuk mengembangkan pengusaha reklame (dengan mendirikan baliho) di seantero kota dan besar-besar. Thank you Mr Roy Suryo and Miss Suryo”, tulis Ambar yang juga seorang pengusaha itu.

Tapi Roy Suryo menentang hasil penyelidikan dari Bawaslu itu. Melalui SMS-nya kepada saya, dia mengatakan bahwa KPUD dan Bawaslu DIY adalah pihak yang tidak netral dan butuh duit semua.

Untuk menanyakan lebih lanjut segala tudingannya kepada KPUD, Bawaslu, maupun Ambar Tjahyono, saya mengirim SMS kepada Roy Suryo untuk janjian wawancara dalam waktu dekat. Tapi Roy Suryo menolaknya. “Besok-besok saja setelah semua tuntas. Karena sebaiknya soal tersebut tunggu sampai proses internal di Partai Demokrat selesai”, balasnya melalui SMS.

“Sampai saat ini saya masih memegang bukti-buktinya, nanti kalau sudah waktunya akan saya beberkan pada publik”, kata Roy Suryo ketika diwawancara oleh Liputan6.com.

Tapi ketika saya tanyakan mengenai bukti-bukti itu, pihak Partai Demokrat Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta sendiri belum menerimanya dari Roy Suryo. Menurut Putut, sampai saat ini pihaknya masih sedang menyelidiki kasus ini hingga batas waktu yang tidak ditentukan.

Begitulah perjuangan yang dilakukan Roy Suryo dalam mempertahankan makna kebenaran pesan dari sebuah baliho. Baliho yang akan mempertaruhkan harga dirinya. Baliho yang akan berbohong apabila segala pernyataannya di media selama ini terbukti salah. Hingga tulisan ini dibuat, kasus yang melibatkan dua elit Partai Demokrat belum usai. “Semoga Tuhan dapat memberi petunjuk, yang benarlah yang akan menang, sementara kebohongan akan kalah”, kata hati nurani saya.

“Sungguh, Gusti Allah SWT tidak sare kok”, tulis Roy Suryo melalui SMS-nya kepada saya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun