Mendapatkan informasi dari sistem AI dan memperlakukannya seolah itu berasal dari kolega yang dipercaya akan membuat kita menjadi tidak percaya lagi dengan kemampuan manusia . keinginan untuk selalu mendapatkan hal yang praktis akan selalu terekam oleh mindset. Sehingga membuat lama-lama otak manusia tidak terpakai karena terlena dengan kemudahan AI . walaupun  kadang  ingin menolak dan berupaya ingin memecahkannya sendiri. Namun disisi lain akan timbul " untuk apa susah, jika ada AI yang membantu " dan ujung-ujungnya akan mengandalkan Langkah praktis ini untuk menganalisa suatu masalah.
Sebenarnya yang menjadi ketakutan bukanlah kehadiran AI yang akan mendominasi manusia. Namun mengingat persoalan bangsa seperti krisis literasi (malas/darurat membaca), krisis nalar (logical fallacy) , dan krisis skill yang membuat kita akan semakin tumpul .
Bukannya Al-Qur'an telah menunjukan fungsi akal ?
" Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan; Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah; Bacalah , dan Tuhanmulah yang Maha pemurah; yang mengajar (manusia) dengan perantara kalam [Maksudnya : Allah mengajar manusia dengan perantaraan tulis baca ]; Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya " (QS.Al-Alaq:1-5)
Manusia paham betul bagaimana menyelesaikan segala permasalahan karena manusia memiliki pengetahuan dan  pengalaman serta penalaran yang baik, yang tidak dapat digantikan oleh mesin,teknologi maupun kecerdasan buatan (AI)
Stephen Hawking menyatakan " Manusia yang dibatasi oleh evolusi biologis yang lambat,tidak dapat bersaing dan akan digantikan . oleh sebabnya agar kita tidak tertinggal sebagai sumber daya manusia kita harus tetap menumbuhkan rasa Curiousity (keingintahuan) dengan hal tersebut maka kita akan terus menggali suatu informasi dan menganalisa dengan mengandalkan kemampuan berfikir kita serta komunikasi afektif. Selain itu kita juga perlu menerapkan Konsep T-Shaped Person yang telah saya sederhanakan sebagai berikut :
AI adalah alat untuk membantu manusia agar lebih cepat menyelesaikan tugasnya ,namun bukan berarti kita lengah dan menyerahkan semuanya kepada teknologi. Sehebat-hebatnya mesin ia tidak memiliki personal , emosional touch dan belum bisa menyaingi kita seperti rasa empati serta parameter moral maka untuk menghadapi ini kita juga harus mengedepankan kemanusian kita, Sumber daya manusia juga harus berupaya meningkatkan pengembangan kemampuannya  menjadi SDM yang peka terhadap perubahan. sehingga memungkinkan suatu organisasi menjadi lebih tangkas ,efisien ,dan responsif terhadap perubahan kebutuhan bisnis.Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H