Sarris (dalam Stam, 2000, h.89) menawarkan 3 kriteria yang dapat digunakan untuk mengenali seorang auteur, yaitu: (1) keterampilan teknis, (2) kepribadian yang berbeda; dan (3) makna batin yang tumbuh karena adanya ketegangan antara kepribadian dan materi.Â
Yang pertama, mengenai keterampilan teknis tentu tidak perlu diragukan lagi. Kita dapat melihat hal tersebut melalui banyaknya film yang telah dibuat dan prestasi yang telah diraih oleh Joko Anwar dalam industri perfilman.
Ia bahkan memenangkan Piala Citra untuk kategori Sutradara Terbaik pada tahun 2015 dan 2020.
Yang kedua, mengenai kepribadian yang berbeda. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya isu dalam kehidupan masyarakat yang diangkat oleh Joko Anwar melalui film-filmnya.
Isu tersebut menjadi suatu suatu ciri khas atau gaya tersendiri yang menggambarkan kepribadian Joko Anwar.
Adanya gaya tersebut membuat film-film yang dibuatnya selalu menampilkan hal baru yang berbeda dengan karya-karya orang lain.
Yang terakhir yaitu mengenai makna batin yang tumbuh karena adanya ketegangan antara kepribadian dan materi.
Dalam wawancaranya bersama Tim Ceritalah (Raslan, 2020), Joko mengatakan bahwa ia menolak apabila film-filmnya dimaksudkan untuk menghibur terlebih dahulu.
Hal ini dikarenakan Joko memiliki  pandangan bahwa melalui film-filmnya ia mempunyai tanggung jawab untuk membantu meningkatkan kesadaran kolektif masyarakat Indonesia mengenai isu-isu penting yang terjadi dalam masyarakat.
Dengan penjelasan-penjelasan diatas tentu kita melihat bahwa Joko Anwar telah memenuhi kriteria-kriteria yang ditawarkan oleh Sarris untuk dapat dikatakan sebagai seorang Auteur. Ia memiliki gaya dan kontrol artistik atas produksinya sendiri.
Penjelasan-penjelasan diatas juga sesuai dengan hal yang diungkapkan oleh Truffaut dan Sarris dalam buku Film Theory: An Introduction. Truffaut (dalam Stam, 2000, h.84) mengatakan bahwa film baru akan menyerupai pembuatnya, tidak terlalu banyak melalui konten otobiografi tetapi melalui gaya kepribadian sutradaranya yang memenuhi film.