Talang, Tegal (30/3/2021), mahasiswi Kuliah Kerja Lapangan (KKL) PGSD UMS tahun 2021 (Shandy Novilya Purwanti) melaksanakan kegiatan KKL sesuai dengan arahan dari program studi PGSD. Kegiatan KKL pada tahun ini memiliki konsep yang berbeda dari kegiatan KKL sebelumnya karena terdapat dua pilihan yaitu KKL Kelompok yang terdiri maksimal hanya 3 mahasiswa dan KKL Individu.
Kegiatan KKL yang dilakukan seperti ini dikarenakan adanya pandemi Covid-19 yang tidak memperbolehkan banyak mahasiswa untuk berkerumun. Untuk mendukung upaya pemerintah Indonesia dalam mengatasi penyebaran virus Covid-19, maka Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Muhammadiyah Surakarta menyelenggarakan KKL kepada mahasiswa dengan tema “Mengekspos Budaya Khas Daerah Asal Mahasiswa”.
Mahasiswa harus melaksanakan kegiatan KKL dengan tetap mematuhi protokol kesehatan dan dilarang membawa senjata tajam. Kegiatan KKL yang dilaksanakan di tengah pandemi Covid-19 ini diusahakan harus berada di sekitar lingkungan tempat tinggal mahasiswa itu sendiri. Salah satu mahasiswa PGSD UMS mengikuti kegiatan KKL ini di Sanggar Putra Satria Laras, Desa Bengle, Kecamatan Talang, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan. Kegiatan KKL dengan menyesuaikan tema yang telah ditetapkan, membuat mahasiswa PGSD UMS mengangkat budaya tentang eksistensi wayang golek cepak santri dan entitas pengembangan budaya tentang wayang golek cepak santri di Tegal.
Menurut Ramdhani dan Hafiz (2017), wayang golek ialah salah satu kesenian Indonesia yang memiliki fungsi estetika, hiburan, dan nilai moral yang ditujukan kepada masyarakat. Wayang golek berasal dari kayu yang diukir membentuk suatu tokoh dengan bentuk tiga dimensi. Wayang golek santri berasal dari wayang golek cepak yang ditampilkan dengan nuansa islami. Wayang golek santri merupakan salah satu kesenian budaya yang ada di Tegal, baik di wilayah kabupaten maupun kota. Wayang golek santri berhasil dijadikan sebagai keunikan budaya Tegal di wilayah lokal maupun nasional karena kehandalan Ki Enthus Susmono dalam membuat karya yang baru.
Awalnya ditujukan kepada santri, namun sekarang ditujukan kepada masyarakat khalayak umum untuk memperbaiki kehidupan agama, budaya, ekonomi, maupun politik pada masyarakat menjadi lebih baik. Wayang golek santri terus berkembang sebagai suatu karya budaya dengan memiliki berbagai fungsi dan kegunaannya. Wayang yang telah dikembangkan oleh alm. Ki Enthus Susmono, dilanjutkan oleh satu anak laki-lakinya yang bernama Haryo Susilo atau sering disebut dengan Ki Haryo Enthus Susmono. Dalam kepiawaiannya memainkan wayang golek santri semenjak kelas 6 SD dan dilanjutkan pada tahun 2018 setelah Ki Enthus Susmono wafat, dalang muda atau dalang milenial yang disebut oleh kalangan kaum muda, Ki Haryo Enthus Susmono sangat disenangi oleh masyarakat maupun pecinta kesenian di wilayah Tegal bahkan luar Tegal.
Ki Haryo Enthus Susmono memaparkan bahwa menjaga eksistensi wayang golek cepak santri yang dikenal sebagai entitas budaya Tegal dengan cara membuat film atau sinema tentang wayang golek cepak santri. Perkembangan teknologi yang sangat cepat juga harus dimanfaatkan oleh seluruh dalang untuk tetap mempertahankan keiksistensian wayang golek cepak santri maupun wayang lainnya karena kebanyakan pemuda sudah terbiasa dengan hidup di dalam teknologi. Apabila dunia wayang tidak terjun ke dalam dunia teknologi, terlebih lagi di masa pandemi covid-19 seperti ini, maka eksistensi wayang golek cepak santri pun dapat luntur. “Kebudayaan tidak akan rugi apabila ditinggalkan oleh manusia, namun manusia sendiri yang akan rugi apabila meninggalkan kebudayaan”-papar Ki Haryo Enthus Susmono.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H