Mohon tunggu...
SHANATA NAJWA 41821110010
SHANATA NAJWA 41821110010 Mohon Tunggu... Editor - Mahasiswa S1 Universitas Mercu buana

Kampus Universitas Mercu Buana Meruya, Fakultas Teknik Informatika, Sistem Informasi, Dosen Pengampu : Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kuis 2 - Praktik Stoicism, Membedakan Antara Fortune vs Virtue untuk Menjadi Sarjana Unggul dan Profesional

20 September 2024   11:40 Diperbarui: 20 September 2024   12:03 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendahuluan

Dalam perjalanan pendidikan tinggi, mahasiswa sering menghadapi berbagai tantangan, baik dari faktor eksternal seperti keadaan ekonomi, lingkungan, atau tekanan sosial, maupun faktor internal seperti pengelolaan waktu, disiplin, dan kemampuan akademis. Kesuksesan sering dianggap sebagai kombinasi antara keberuntungan dan usaha, namun konsep stoicisme menawarkan pendekatan yang lebih mendalam.Stoicisme, filsafat yang berkembang di Yunani Kuno dan Roma, mengajarkan pentingnya memusatkan perhatian pada hal-hal yang berada dalam kendali kita (virtue), seperti disiplin, kebijaksanaan, dan integritas. Sebaliknya, hal-hal di luar kendali kita, seperti keberuntungan (fortuna), harus diterima tanpa mempengaruhi keseimbangan emosional.

Mahasiswa sering kali terjebak dalam keadaan yang sulit, seperti kesempatan magang terbatas atau masalah pribadi. Namun, stoicisme menekankan bahwa kesuksesan sejati bukanlah hasil dari fortuna, melainkan dari bagaimana kita mengembangkan virtue untuk mengatasi tantangan tersebut. Dengan membedakan antara fortuna dan virtue, mahasiswa dapat lebih fokus pada usaha dan sikap, memungkinkan mereka menghadapi berbagai tantangan dengan lebih tenang dan efektif dalam meraih kesuksesan.

Mengapa Fortuna dan Virtue Penting untuk Dipahami?

1. Mengapa Fortuna Penting?
Fortuna penting karena menggambarkan aspek-aspek kehidupan yang tidak dapat kita kontrol, seperti nasib, situasi eksternal, atau keberuntungan. Dalam perjalanan hidup, termasuk saat menjadi mahasiswa, kita sering kali menghadapi kondisi yang tidak dapat diprediksi, seperti perubahan kebijakan kampus, kesempatan yang tiba-tiba muncul atau hilang, serta faktor lingkungan dan sosial yang mempengaruhi kehidupan kita. Memahami konsep fortuna membuat kita sadar bahwa ada batasan dalam apa yang bisa kita kendalikan. Hal ini membantu kita menerima kenyataan bahwa kegagalan atau kesulitan bukan selalu disebabkan oleh kurangnya usaha, melainkan karena adanya hal-hal yang berada di luar jangkauan kita. Ketika kita memahami bahwa fortuna adalah bagian dari hidup, kita dapat belajar untuk tidak terlalu terobsesi dengan hal-hal yang tidak bisa diubah dan mengalihkan fokus pada apa yang bisa kita kendalikan, yakni virtue.

Dengan demikian, fortuna membantu kita mengembangkan sikap yang lebih fleksibel dan tangguh. Daripada terjebak dalam rasa frustrasi atau kecewa karena keadaan yang tidak sesuai harapan, kita bisa lebih siap untuk menerima keadaan dan merespons dengan cara yang bijaksana. Dalam konteks ini, fortuna tidak hanya sekadar "keberuntungan," tetapi juga pelajaran penting tentang bagaimana kita harus bersikap saat menghadapi hal-hal yang tidak bisa kita atur.

2. Mengapa Virtue Lebih Penting?
Stoicisme menempatkan virtue sebagai pilar utama untuk menjalani hidup yang bermakna. Dalam konteks seorang sarjana, virtue mencakup nilai-nilai seperti ketekunan, kebijaksanaan, keberanian, dan keadilan. Berbeda dengan fortuna, virtue sepenuhnya berada dalam kendali individu. Virtue lebih penting karena virtue adalah hal-hal yang sepenuhnya berada dalam kendali kita, seperti sikap, tindakan, dan nilai-nilai yang kita pegang. Berbeda dengan fortuna, yang mencakup keberuntungan atau situasi eksternal di luar kendali kita, virtue meliputi kualitas diri seperti disiplin, kebijaksanaan, integritas, dan ketekunan—yang merupakan dasar dari kesuksesan sejati.

Berikut beberapa alasan mengapa virtue lebih penting:

1. Kendali Pribadi, Virtue memberi kita kendali penuh atas bagaimana kita merespons tantangan. Dalam stoicisme, apa yang benar-benar penting adalah bagaimana kita bereaksi terhadap keadaan, bukan keadaan itu sendiri. Dengan mengembangkan virtue, kita dapat tetap kuat dan berprinsip, meskipun berada di tengah situasi yang sulit atau tidak ideal.

2. Konsistensi dalam Kesuksesan, Kesuksesan yang didasarkan pada virtue lebih konsisten dan tahan lama karena tidak bergantung pada hal-hal yang tidak pasti seperti fortuna. Ketika kita fokus pada nilai-nilai seperti kerja keras, ketekunan, dan etika yang kuat, kita lebih mungkin meraih kesuksesan yang stabil dan berkelanjutan.

3. Ketenangan Mental, Virtue membantu kita mencapai ketenangan pikiran. Saat kita menerima bahwa tidak semua hal berada di bawah kendali kita, dan berfokus pada tindakan yang sesuai dengan nilai-nilai kita, kita menjadi lebih tenang dan tidak mudah terganggu oleh hal-hal yang tidak bisa kita ubah.

Mengapa Mahasiswa Harus Fokus Pada Virtue?


1. Kekuatan Pengendalian Diri dan Disiplin

Mahasiswa yang unggul adalah mereka yang memahami pentingnya pengendalian diri dan disiplin. Stoicisme mengajarkan bahwa kita harus fokus pada hal-hal yang bisa kita kendalikan, seperti bagaimana kita memanfaatkan waktu, sikap kita terhadap belajar, dan cara kita mengatasi kegagalan.

Pengendalian diri memungkinkan mahasiswa untuk tetap tenang dalam situasi sulit, seperti saat menghadapi tekanan akademik atau deadline tugas yang mendesak. Dengan pengendalian diri yang kuat, mahasiswa dapat menghindari gangguan, mengelola waktu dengan efektif, dan menjaga fokus pada tujuan jangka panjang.

2. Berpikir Bijaksana di Tengah Tekanan

Virtue juga melibatkan kebijaksanaan dalam pengambilan keputusan. Di tengah tekanan akademik dan sosial, seorang mahasiswa yang bijaksana tidak akan terjebak dalam emosi sesaat. Sebaliknya, dia akan merenungkan setiap pilihan dengan hati-hati dan mempertimbangkan dampaknya dalam jangka panjang.

Sebagai contoh, ketika dihadapkan dengan peluang untuk mencontek atau plagiarisme, mahasiswa yang bijaksana memilih untuk tetap jujur, meskipun mungkin hasil akademiknya tidak secepat mereka yang curang. Dalam jangka panjang, kebijaksanaan ini akan membangun integritas dan kepercayaan yang lebih berharga dalam dunia profesional.

3. Kekuatan Ketekunan dalam Menghadapi Kegagalan

Kegagalan adalah bagian dari perjalanan hidup yang tidak bisa dihindari. Dalam Stoicisme, kegagalan dipandang sebagai kesempatan untuk mengasah virtue. Ketekunan adalah kunci dalam menghadapi kegagalan, baik dalam kehidupan akademik maupun profesional.

Mahasiswa yang memiliki ketekunan akan belajar dari kegagalan mereka dan menggunakan pengalaman tersebut untuk menjadi lebih baik. Mereka tidak mudah putus asa, dan ini adalah karakteristik yang sangat diperlukan untuk menjadi seorang profesional yang unggul.

Bagaimana Menerapkan Stoicisme dalam Kehidupan Mahasiswa?


Menerapkan stoicisme dalam kehidupan mahasiswa dapat membantu menghadapi berbagai tantangan akademis, sosial, dan pribadi dengan lebih bijak. Berikut adalah beberapa cara bagaimana stoicisme bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai mahasiswa:

1. Membedakan antara Hal yang Bisa dan Tidak Bisa Dikendalikan

Stoicisme menekankan pentingnya membedakan antara hal-hal yang bisa kita kendalikan dan yang tidak. Dalam kehidupan mahasiswa, ini bisa berarti menerima bahwa tidak semua hal dapat diatur, seperti nilai akhir atau keputusan dosen. Namun, kita bisa mengendalikan bagaimana kita belajar, usaha yang kita lakukan, dan cara kita merespons hasil akhir.

Contoh: Alih-alih stres karena hasil ujian yang tidak sesuai harapan, fokuslah pada proses belajar dan upaya yang sudah Anda lakukan. Ini membantu mengurangi kecemasan dan lebih produktif dalam jangka panjang.

2. Mengembangkan Virtue: Disiplin, Ketekunan, dan Integritas

Virtue dalam stoicisme merujuk pada kualitas moral dan etika seperti kebijaksanaan, keberanian, disiplin, dan integritas. Dalam kehidupan mahasiswa, virtue ini sangat penting untuk mencapai kesuksesan akademis dan pribadi.

Contoh: Disiplin dalam mengatur waktu dan konsisten menghadiri kelas adalah bentuk pengembangan virtue. Seseorang yang berpegang pada integritas tidak akan menyontek meskipun kesempatan ada, karena mereka lebih fokus pada karakter daripada hasil instan.

3. Mempraktikkan Kesadaran Diri dan Refleksi

Dalam stoicisme, refleksi harian adalah praktik penting. Dengan merenungkan tindakan dan keputusan yang telah diambil, mahasiswa dapat memahami area yang perlu diperbaiki dan mempraktikkan pengembangan diri.

Contoh: Setiap malam sebelum tidur, luangkan waktu untuk merenung tentang apa yang Anda capai hari itu, bagaimana Anda bereaksi terhadap tantangan, dan apa yang bisa Anda lakukan dengan lebih baik keesokan harinya.

4. Menghadapi Kegagalan dengan Ketabahan

Stoicisme mengajarkan bahwa kegagalan adalah bagian dari proses kehidupan, dan tidak seharusnya membuat kita putus asa. Kegagalan adalah kesempatan untuk belajar dan memperbaiki diri, bukan alasan untuk menyerah.

Contoh: Jika Anda gagal dalam sebuah ujian atau proyek, anggaplah itu sebagai pengalaman belajar. Gunakan kegagalan tersebut untuk mengevaluasi strategi belajar Anda dan memperbaikinya untuk ujian berikutnya.

5. Menghadapi Ketidakpastian Masa Depan dengan Tenang

Banyak mahasiswa khawatir tentang masa depan, seperti pekerjaan setelah lulus atau karier yang akan diambil. Stoicisme mengajarkan untuk fokus pada usaha saat ini, karena masa depan adalah bagian dari fortuna, hal yang tidak bisa kita kendalikan sepenuhnya.

Contoh: Alih-alih terus cemas tentang pekerjaan setelah lulus, fokuslah pada pembelajaran saat ini, mengasah keterampilan, dan membangun jaringan. Hal-hal ini berada dalam kendali Anda dan akan membantu Anda menghadapi masa depan dengan lebih siap.

8. Berfokus pada Proses, Bukan Hasil

Dalam stoicisme, hasil bukanlah fokus utama, melainkan bagaimana kita menjalani proses. Mahasiswa sering kali terlalu fokus pada nilai akhir atau pencapaian jangka pendek, namun stoicisme mengajarkan untuk lebih menghargai usaha yang dilakukan.

Contoh: Saat mengerjakan tugas atau ujian, fokuslah pada proses belajar, usaha, dan dedikasi Anda. Nilai atau hasil akhirnya hanyalah refleksi dari usaha tersebut, tetapi proses adalah sesuatu yang bisa Anda kendalikan dan kembangkan.


Kesimpulan

Dalam mencapai kesuksesan sebagai sarjana unggul dan profesional, mahasiswa harus memahami perbedaan antara fortuna (hal-hal di luar kendali kita) dan virtue (nilai-nilai yang bisa kita kendalikan). Dengan menerapkan prinsip-prinsip Stoicisme seperti pengendalian diri, kebijaksanaan, ketekunan, dan keberanian, mahasiswa bisa mencapai kesuksesan yang lebih bermakna dan berkelanjutan.

Fokus pada virtue akan memberikan fondasi yang kuat untuk menghadapi perubahan dan ketidakpastian dalam dunia akademik dan profesional, sehingga mereka tidak hanya menjadi individu yang sukses, tetapi juga memiliki integritas dan ketahanan mental yang luar biasa.

Daftar Pustaka

  1. Irvine, W. B. (2009). A Guide to the Good Life: The Ancient Art of Stoic Joy. Oxford University Press.
  2. Pigliucci, M. (2017). How to Be a Stoic: Using Ancient Philosophy to Live a Modern Life. Basic Books.
  3. Ryan Holiday, S. H. (2014). The Obstacle Is the Way: The Timeless Art of Turning Trials into Triumph. Portfolio.
  4. Cousins, A. D. (2002). Augustine, Boethius and the fortune verses of Thomas More. Moreana, 39(1), 17-40.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun