Setelah terbangun jam 4 pagi. Agam diliputi ketakutan berat, pisau kakaknya Lukman terngiang-ngiang di kepalanya. Bahkan sampai masuk kedalam mimpinya.
      Ia melangkah keluar rumah tanpa membawa apapun. Terus melangkah melewati hutan dan bergerak ke atas gunung menuju dataran tinggi. Ia tidak tau kemana ia akan melangkah. Pikirannya sudah tidak sehat, ia takut akan dibunuh oleh kakaknya Lukman.
      Ketika dalam perjalanan ia semakin masuk ke hutan yang jalannya menanjak. Ia terus berjalan hingga tersesat, ia telah buta arah. Ia lapar dan haus. hari sudah malam dan tangannya gatal. Ia coba untuk merebahkan diri tanpa ia sadari ia tertidur.
      "Rauwrr." Ia terbangun dengan perasaan Aneh. Rupanya ada seekor harimau sedang menjilati wajahnya. Ia kaget dan menghindar, harimau itu juga ikut kaget.
      Badannya sangat kecil. Dengan badan yang kecil itu sulit baginya untuk melawan seekor harimau.
      Ia tersudut di sebuah pojok. Ia ingin berlari namun kakinya pegal semua efek berjalan seharian. Harimau itu terus mendekat padanya, pikirannya mulai buntu. Dan akhirnya datang seorang membawa parang. Ia mendekati harimau itu dengan berani. "Hushh." Kata orang itu mengusir harimau itu sambil menyodongkan parangnya.
      Harimau tersebut pergi seolah-olah ia sudah sangat kenal dengan orang ini.
      Wajah orang itu kemudian berpaling pada Agam, seorang kakek tua dengan rambut putih dan jenggot putih.
      "Kenapa kamu berada disini nak?" tanyanya.
      Agam masih terdiam dia syok. Kakek itu mengulurkan tangan, agam meraihnya lalu mereka bangun. Ia membopong Agam menuju pondoknya. Pondoknya tidaklah terlalu besar namun cukup untuk diisi seorang diri. Sebuah rumah panggung tipe Aceh yang terbuat dari kayu jati.
      Pintu dibuka dan perlahan-lahan mereka masuk. Agam terkejut melihat banyaknya tengkorak serta kulit hewan di rumah itu. Bapak ini pastilah seorang pemburu pikirnya.