Mohon tunggu...
Syamsudin
Syamsudin Mohon Tunggu... Guru - Pencari Ilmu

Aliran kata dari akal dan hati | Upaya mengisi hidup dengan manfaat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dominasi Iman dalam Agama

24 Oktober 2022   14:58 Diperbarui: 26 Oktober 2022   13:37 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sudah beberapa tahun ini saya dipercaya untuk mengajar Pendidikan Agama Islam di SD Islam Al Azkar. Alhamdulillah, berjalan lancar. Sampai sekitar dua tahun belakangan (TA 2021/22 dan 2022/23) saya menemukan keunikan pada beberapa peserta didik. Keunikan yang saya maksud adalah pertama: pengetahuan mereka yang kerap melebihi pengetahuan saya, hehe... dan yang kedua: mereka kerap menanyakan hal-hal cukup ini memeras pikiran untuk menjelaskannya dalam bahasa mereka. Bisa jadi, kedua hal ini, merupakan salah satu dampak positif dari akses internet yang mereka dapatkan selama pandemi dua tahun ini sehingga membuat mereka lebih melek literasi secara digital.

Pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang: siapa yang menciptakan Allah, mengapa Islam mewajibkan perempuan memakai jilbab, mengapa dalam waktu-waktu tertentu diharamkan shalat, mengapa selalu berdoa namun tidak dikabulkan, mengapa harus shalat, dan beberapa pertanyaan lain yang tidak terbayangkan oleh saya untuk saya tanyakan pada guru saya di saat saya masih seusia mereka.

Untuk pertanyaan siapakah yang menciptakan Allah saya mencoba menjawab dengan membawa mereka kepada logika sederhana tentang "adanya sesuatu pasti ada yang menyebabkan keberadaannya" atau qiyasul ghaib 'alasy syahid. Pensil, rautan, tas, seragam, dan benda-benda yang dekat dengan mereka saya kaitkan dengan kemestian adanya pembuat (produsen) benda-benda tersebut. Termasuk juga manusia, ia merupakan produk dari produsennya yakni Allah Swt, yang dalam Islam disebut Al Khaliq (Pencipta).

Namun demikian, logika tentang "adanya sesuatu pasti ada yang menyebabkan keberadaannya" tidak dapat diterapkan kepada Allah. Mengapa? Karena jika diterapkan kepada Allah maka akan muncul Allah yang satu sebagai pencipta Allah yang lain, dan begitu seterusnya, yang secara logis tidak akan kunjung selesai. Mau tidak mau harus berhenti pada Allah yang tiada disebabkan oleh Allah lainnya. Allah yang independen (qiyamuhu binafsih, berdiri sendiri) yang tidak dipengaruhi keberadaan-Nya oleh siapapun kecuali oleh diri-Nya sendiri. Oleh sebab itulah, Allah dalam Islam selalu berbeda dengan selain diri-Nya (mukhalafatul lilhawadits). Allah adalah Al Khaliq (Pencipta) sedangkan selain-Nya adalah makhluq (ciptaan). Jika kita berharap atau berpikir bahwa Pencipta sama dengan ciptaan-Nya maka tentu keliru besar. Oleh sebab itu, Allah tidak diciptakan karena jika Dia diciptakan maka Dia berubah status-Nya menjadi makhluq, bukan lagi Al Khaliq. Inilah yang dalam bahasa filsafat Aristotelian disebut sebagai Causa Prima (Sebab Pertama). Meski ada orang yang tidak yakin dengan rasionalisasi spekulatif Aristotelian tentang Causa Prima, namun sependek pandangan saya, ini yang paling masuk akal. Wallahu a'lam.

Oh iya, tenang... istilah-istilah Arab dan filsafat yang saya sebutkan di atas, tidak saya sampaikan kok kepada mereka. Intinya yang saya sampaikan adalah: segalanya ada yang membuat/menciptakan, kecuali Allah Swt.

Nah, hubungannya dengan judul tulisan ini adalah bahwa, dalam banyak hal, agama itu lebih kepada "kita mau percaya atau tidak", bukan  pada urusan "ini masuk akal atau tidak". Oleh sebab itu, dalam agama ada yang disebut "Rukun Iman" dan tidak ada "Rukun Akal". Hehe...

Semoga bermanfaat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun