Mohon tunggu...
Syamsudin
Syamsudin Mohon Tunggu... Guru - Pencari Ilmu

Seorang musafir dari alam ruh dalam perjalanan singkatnya menuju alam ukhrawi, dari ketiadaan menuju keabadian, yang berusaha meninggalkan atsar/legacy.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Untuk Apa Aku Ada?

3 Oktober 2022   11:38 Diperbarui: 3 Oktober 2022   12:10 525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

*) Tulisan ini dapat dibaca pula di Blogspot pribadi penulis:

      https://biarkankeyboardbicara.blogspot.com/2021/10/untuk-apa-aku-ada.html

Ya, untuk apa aku ada? Mengapa aku terlahir ke dunia? Apa tujuan hidupku? Dan sederet pertanyaan lain yang menuntut pemikiran yang serius untuk menjawabnya. Pertanyaan-pertanyaan tersebut kerap kali muncul dalam benak manusia sejak masa remaja. Masa yang memang penuh dengan pertanyaan kritis mengenai eksistensi dirinya dan segala sesuatu laksana Ibrahim muda yang mencari tahu siapa pencipta alam semesta (lihat Al An'am: 74-83 dan Al Anbiya: 60). Bahkan dalam taraf tertentu dengan nalarnya mampu menggugat Tuhan dengan pernyataan: kalau saja aku tidak pernah ada.

Terdapat beberapa perbedaan pendapat mengenai rentang usia masa remaja. Dalam pusdatin.kemkes.go.id misalnya, disebutkan bahwa usia remaja dalam pandangan WHO adalah penduduk dalam rentang usia 10-19 tahun, menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25 tahun 2014 remaja adalah berusia 10-18 tahun, dan menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana berusia 10-24 dan belum menikah.

Khadijah ketika membahas tentang perkembangan jiwa keagamaan pada remaja dalam ejournal.uinib.ac.id menyebutkan bahwa para ahli psikologi sepakat bahwa fase remaja dibagi menjadi tiga fase, yaitu: awal (12-15 tahun), madya (15-18 tahun), dan akhir (18-21 tahun). Pada fase awal, remaja mengalami perubahan jasmani yang cepat, sehingga memungkinkan terjadinya goncangan emosi, kecemasan, dan kekhawatiran sehingga konsep-konsep keagamaan yang ada dalam benak remaja pada fase ini masih dalam keraguan. 

Pada fase madya, remaja mengidolakan sesuatu dan menyadari akan perlunya kehadiran seseorang yang akan mendampinginya dalam menghadapi bermacam gelaja jiwa yang dialaminya tersebut sehingga kerap lebih mempercayai teman sebaya untuk teman bercerita dibanding orang tuanya sendiri. Pada fase ini remaja sangat mudah dipengaruhi lingkungan. Adapun pada fase akhir, remaja telah mendekati kesempurnaan dari segi perkembangan fisik dan kematangan secara psikis.

Dengan demikian masa remaja adalah masa yang sangat penting dalam fase kehidupan manusia, karena masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa yang mencakup perubahan-perubahan biologis, kognitif, emosional, dan sosial. Pada saat inilah diperlukan pendekatan oleh orang tua, guru, dan tokoh keagamaan di lingkungan masyarakat sehingga dapat membentuk karakter remaja dengan baik.
Dalam kerangka inilah penulis berusaha memberikan wacana kepada orang tua agar dapat memandu putra/putrinya yang beranjak remaja mengenai konsep Islam tentang tujuan eksistensi manusia.

Bagi seorang muslim, jelas, bahwa manusia adalah salah satu dari trilyunan karya Allah Yang Maha Esa. Allah adalah Al Khaliq (Sang Pencipta) sementara manusia merupakan makhluq (yang diciptakan), sehingga dalam konsep ini meniscayakan pemahaman bahwa hanya Sang Pencipta-lah yang paling tahu maksud dan tujuan diciptakannya sesuatu yang diciptakan-Nya. Ringkasnya, Allah lebih tahu maksud dan tujuan diciptakannya manusia.

Dalam rangka menjawab pertanyaan mendasar mengenai eksistensi manusia yang selalu muncul dalam batin manusia inilah, Allah memberikan isyarat dalam Al Quran. Setidaknya ada dua jawaban Allah dalam Al Quran, yakni dalam surat Al Baqarah: 30-33 dan Adz Dzariyat: 56.

Allah menjelaskan awal eksistensi manusia di bumi dalam Al Baqarah: 30-33. Dia menyebutkan keinginan-Nya untuk menciptakan makhluk yang berperan sebagai khalifah dan mempersiapkan makhluk tersebut dengan kemampuan resepsi kognitif yang luar biasa sehingga mampu mendahului malaikat dan jin di bidang pengetahuan. Makhluk tersebut adalah Adam. Dari Adam (dan istrinya) kemudian manusia berkembang menjadi bersuku-suku dan berbangsa-bangsa seperti sekarang (lihat Al Hujurat: 13).

Lalu apa itu khalifah? Al Mahalli dalam Tafsir Al Quran Al Karim lil Imamain Al Jalilain ketika menjelaskan ayat: beliau menegaskan: (menggantikan-Ku (Allah) dalam pelaksanakan hukum-Ku di bumi). Dengan demikian kata khalifah dimaknai sebagai pengganti oleh Al Mahalli. Hal yang sama juga dinyatakan oleh Ibnu Katsir dalam Tafsir Al Quran Al 'Azhim, yaitu (yakni suatu kaum yang akan menggantikan satu kaum lainnya, masa demi masa, dan generasi demi generasi). Demikian pula Al Qurthubi dalam Al Jami' li Ahkamil Quran menegaskan bahwa kata khalifah dapat bermakna fa'il dan maf'ul (menggantikan dan digantikan); (menggantikan yang sebelumnya); dan (menggantikan Allah dalam pelaksanaan hukum-hukum dan perintah-perintah-Nya).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun