Dalam perkembangannya Hermeneutika menyatakan bahwa interpretasi bisa lebih jau dari sekedar mencari makna dalam teks, ia berkembang dan berproses mengikutik perkembangan sejarah umat manusia di berbagai era. Bagi Gadamer (1976) dan Iser (1978) Hubungan antar teks dan penikmat teks bersifat interaktif dimana pembaca mendekati teks dengan harapan dan antisipasi tertentu yang dimodifikasi dalam pembacaan yang digantikan oleh proyeksi baru.
Yang dimaksud dengan proyeksi baru ialah, pemahaman akan teks akan selalu berasal dari posisi dan sudut pandang orang memahami, tidak sekedar melibatakan reproduksi makna tekstual namun juga produksi makna baru oleh para pembacanya. Mungkin sama teks menstrukturkan aspek makna tertentu dengan megarahakan pembaca namun tetap saja ia tidak bisa menetapkan makna, sehingga ada otoritas rasionalitas subjek yang bermain dalam hal ini.
Mengkaitkan dengan fenomena produk jurnalisitik investigatif pemahaman masyarkat Indonesia dalam memproyeksi makna tersebut sering sekali menggunakan konotasi yang mengarah pada kontruksi makan mencari sisi bersebrangan.Â
Perdebatan yang muncul dimasyarakat acap kali berhenti akan mengkonsumsi makna sebatas pengisi akal rasionalitas mereka tanpa membentuk proyeksi baru yang perlu diperdebatkan di dalam wacana publik. Sehingga upaya investigasi media yang telah dilakukan akan berhenti di situ serta tidak adanya tidak lanjut yan lebih besar akan tindakan konkrit yang dilakukan.
Meski tak dapat dipungkiri upaya dari media mainstream ataupun media kekuasaan untuk menutup konten investigatif ini cukup masif, namun perihal konsumi makan yang kurang mengalir di wacana publik akan mudah dipatahkan oleh isu dan konten mainstream yang mencaji serangan balik media kekuasan dalam memutus jalur proyeksi baru dalam menngkontruksi makna.
Berdasarkan gambaran tersebut, yang diperlukan oleh masyarakat untuk mendukung alur informasi  yang baik adalah keberadaan media massa yang tidak dipengaruhi oleh berbagai kekuatan sosial, ekonomi maupun politik, dan lebih mengedepankan transparansi informasi kepada khalayak.Â
Namun yang menjadi pertanyaannya, sejauhmana media massa di Indonesia dapat bersikap transparan, independen, dan lepas dari pengaruh pemerintah. Tidak bisa diabaikan, bahwa budaya kekuasaan paternalistik dan karakteristik tradisional yang cenderung menutup diri, masih melembaga dan berpotensi menghambat kontruksi makna baru dalam memporyeksikan isu-isu investigatif yang minim keberlanjutan kasus secara menyeleruh.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI