Mohon tunggu...
Shamar Khora
Shamar Khora Mohon Tunggu... lainnya -

Referensi Pendamping, Inspiratif, Berimbang

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Racikan ASTRA Dukung Superioritas “Air-to-Air”

26 Juni 2015   07:18 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:42 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Racikan rudal ASTRA merupakan desain asli pertama milik salah satu negara terbesar di Asia. Mereka dikenal sejak dahulu sebagai bangsa yang bertekad kuat untuk mencapai kemandirian. Sembari berjuang mengentaskan rakyatnya dari belenggu kemiskinan dan sesekali masih diguncang konflik sosial bernuansa SARA, niat mencapai supremasi udara di area sekawasan seolah-olah tidak terbendung.

Laboratorium Pengembangan dan Riset Pertahanan India (DRDL) mendesain Astra di pusat riset mereka di Hyderabad. Kemudian, Astra muncul sebagai konsep rudal asli karya bangsa India. Kehadiran beberapa rudal canggih India sebelumnya semisal Brahmos sebenarnya merupakan pengembangan lanjutan dari desain rudal buatan Russia.

Kajian John Stillion (Trends in Air-to-Air Combat Implications for Future Air Superiority, CSBA:2015) telah memberikan sebuah analisis kesejarahan mengenai kemajuan teknologi komunikasi, persenjataan, dan sensor yang berdampak mengubah kecenderungan konsep operasi dan desain pesawat tempur pada masa depan. Kemajuan dan perkembangan tersebut berimplikasi mampu mengubah taktis pertarungan pesawat-pesawat tempur di udara (air-to-air combat).

Kajian Stillion menggunakan sumber database besar meliputi lebih dari 1.450 kemenangan pertarungan air-to-air, yang terjadi pada pelbagai konflik dari tahun 1965 sampai sekarang. Stillion menyebutkan keberhasilan taktis air combat modern bertumpu pada mantra “First Look, First Shot, First Kill”. Rumusan mantra tersebut dilahirkan dari pengalaman Angkatan Udara AS bertempur dalam Perang Vietnam.

India telah menyelesaikan pengujian akhir rudal Astra mereka pada Maret 2015. Rudal berkemampuan Beyond Visual Range (BVR) ini ditenagai rocket/ramjet propulsion dan menggunakan sistem navigasi inertial/berpemandu radar aktif, dilengkapi terminal pelacak frekuensi radar.

Integrasi kinerja seluruh sistem terkait dikendalikan dengan beberapa komputer mikro. Dengan demikian, Astra diharapkan mampu menghancurkan fighter-fighter lawan secara efektif meskipun mereka bermanuver super-gesit pada kecepatan supersonik. Astra mampu melakukan counter-measures dari jarak kejauhan.

Uji coba peluncuran dinamis air-to-air rudal Astra berhasil dilakukan secara langsung dari pesawat jet tempur Sukhoi 30-MKI pada 18-19 Maret 2015. Pada saat itu, peluncuran rudal ditujukan ke objek terbang bergerak berupa pesawat udara nir-awak (PUNA). PUNA naas tersebut berhasil dikunci penjejak telemetri dan electro-optical yang ditempatkan pada bagian hululedak Astra.

Namun, uji coba peluncuran sebelumnya sempat dibatalkan akibat malfunction (16 Maret 2015). India juga pernah meluncurkan rudal Astra dari platform di daratan (ground-to-air). Bahkan, DRDL telah melakukan beberapa kali pengujian terdahulu pada Desember 2012.

Pada peluncuran Maret 2015, Hindustan Aeronautics Ltd (HAL) berperanan penting sebagai pendesain skema modifikasi untuk mengintegrasikan rudal Astra dengan sistem persenjataan, pemanduan arah, dan navigasi pada pesawat Sukhoi tersebut. HAL merancang Flight Test Instrumentation (FTI) untuk data acquisition dari sensor-sensor pada pesawat serta berusaha memastikan bahwa kinerja sistem monitoring data dapat berfungsi secara online dan real-time.

Rudal Astra menurut rencana akan dicantelkan pada beberapa jet tempur milik India, semisal Su 30-MKI, MiG 21, MiG 29, Mirage 2000, dan Sea Harrier, selain untuk melengkapi persenjataan pada jet tempur ringan Tejas buatan India.

Astra juga diharapkan mampu menyergap dan menghancurkan pihak lawan dengan kecepatan meluncur di antara 0,4 dan 2 mach. Jangkauan Astra dapat mencapai jarak 80 km dan mampu melesat hingga ketinggian 20 km.

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun