Adanya media sosial di Indonesia jelas berdampak pada perubahan pada bidang sosial, politik, ekonomi, budaya, bahkan hukum. Seorang warga negara dapat memberikan kritik dan saran kepada para eksekutif negara cukup melalui media sosial, seperti halnya Facebook, Instagram, Twitter, TikTok, dll. Namun, kritik dan saran yang disampaikan tidak sedikit menuai kontroversi karena berisi berita-berita simpang siur yang tidak dapat dijamin kebenarannya.Â
Perkembangan pesat sebuah teknologi informasi dan komunikasi, berbanding lurus dengan perkembangan pesat kejahatan di dunia maya. Cybercrime merupakan istilah yang lebih populer dibandingkan dengan istilah kejahatan di dunia maya. Cybercrime merupakan sebuah kejahatan yang dilakukan dengan menggunakan sebuah internet. Internet berkaitan erat dengan penggunaan media sosial. Maka sangat jelas, media sosial merupakan wadah bagi orang-orang yang ingin melancarkan aksi kejahatannya terkait teknologi informasi dan komunikasi.Â
Dari banyaknya jenis-jenis kejahatan di dunia maya, salah satu kejahatan yang akan penulis bahas adalah terkait "Konten Ilegal". Konten Ilegal adalah bentuk kejahatan dengan cara menyebarkan atau mengakses data ke dunia maya mengenai kebohongan atau suatu hal yang tidak benar, tidak sah, dan tidak etis, sehingga cara tersebut dianggap sebagai tindakan yang melanggar aturan dan mengganggu ketertiban umum, misalnya penyebaran berita palsu (hoax) atau konten berbau pornografi, perjudian, pencemaran nama baik, dll.Â
Dengan ini, penyebaran berita bohong ke dunia maya merupakan bentuk cybercrime sebagai salah satu tindak pidana dan jelas melanggar peraturan perundang-undangan.
Berita bohong yang terus menerus menyebar tanpa henti di dunia maya, mengakibatkan Pemerintah mengeluarkan suatu kebijakan dengan dikeluarkannya Undang Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut UU ITE 2016).Â
Telah penulis sebutkan di atas, salah satu kejahatan cybercrime adalah Konten Ilegal. Bahwa Pemerintah mengupayakan untuk meminimalisir penyebaran berita bohong/hoax dengan memuat Pasal 28 ayat (1) dan (2) UU ITE 2016 dan Pasal 45A ayat (1) dan (2) UU ITE 2016 tentang setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan penyebaran berita bohong kemudian menyesatkan orang lain dan mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik dan juga setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi sehingga timbul sebuah rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), maka dari kedua perbuatan tersebut pelaku diancam dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).Â
Dari istilah "kerugian konsumen" di atas, penulis mengartikan bahwa terdapat kondisi seseorang di mana dirinya tidak mendapat keuntungan atau tidak diuntungkan dari apa yang telah ia keluarkan, dan bentuk dari kerugian ini dapat berupa kerugian materiil dan kerugian immateriil.
Selain diatur dalam UU ITE 2016, berita bohong juga diatur dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) dalam beberapa Pasal, antara lain Pasal 207 KUHP yang menyatakan Siapapun yang sengaja menghina penguasa atau institusi yang berada Indonesia secara lisan atau tulisan di muka umum, maka pelaku dapat diancam dengan pidana penjara 1 tahun 6 bulan atau pidana denda sebesar Rp 4.500,00.Â
Kemudian, Pasal 378 KUHP yang menyatakan Siapapun yang memiliki maksud untuk menggunakan nama atau martabat palsu dengan cara tipu muslihat atau serangkaian kebohongan melalui orang lain untuk menyerahkan suatu benda padanya, memberikan utang, atau menghapus piutang, dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum.Â
Maka pelaku diancam pidana penjara maksimal 4 tahun. Terakhir, Pasal 390 KUHP yang terkait kebohongan guna menaik turunkan nilai harga suatu barang dagangan atau surat berharga dengan cara melawan hukum untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, maka pelaku diancam dengan pidana penjara maksimal 2 tahun 8 bulan.