Konten-konten yang sebenarnya tidak senonoh ini bisa saja diakses oleh anak-anak yang dibawah umur jika tanpa pengawasan orang tua. Anak-anak yang terlalu sering melihat konten yang berkaitan dengan pornografi, kejahatan serta kekerasan seksual dikhawatirkan justru mengalami kecanduan. Rasa penasaran yang timbul ketika anak-anak secara tidak sengaja melihat konten tersebut memicu mereka untuk membuka konten tersebut, sehingga dikhawatirkan nantinya akan muncul rasa kecanduan. Dampak lainnya yaitu terjadinya kerusakan otak. Dalam sebuah penelitian dibuktikan bahwa pornografi dapat merusak salah satu bagian otak depan anak, yang disebut Pre Frontal Cortex atau PFC.
Rusaknya PFC diakibatkan karena ketika masih anak-anak, bagian dari otak ini dinilai belum matang secara sempurna. Akan banyak akibat yang dirasakan oleh anak ketika bagian dari otak ini rusak, seperti turunnya konsentrasi, sulitnya memahami sesuatu yang benar dan salah, sulit menahan diri, sulit menunda kepuasan, dan sulit merencanakan masa depan. Selain itu, konten-konten yang tidak senonoh ini juga dinilai dapat mempengaruhi mirror neuron. Mirror neuron sendiri merupakan sel-sel otak yang membuat anak dapat seperti  merasakan atau mengalami hal-hal yang sedang di tontonnya. Hal lainnya yaitu jika tidak diawasi, anak-anak akan secara sengaja mencoba melakukan tindakan seksual demi memenuhi rasa penasarannya.
Maka dari itu, penggunaan media sosial oleh anak-anak dibawah umur sebaiknya diawasi noleh orang tuanya. Hal ini dikarenakan dampak yang nantinya dirasakan oleh anak dinilai sangat berpengaruh demi masa depannya. Selain itu, pemerintah juga harus membatasi dan menindaklanjuti konten-konten pornografi, kejahatan serta kekerasan seksual yang ada di media social sehingga tidak dikonsumsi oleh kalangan anak-anak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H