Mohon tunggu...
Shalshabila Choirunnisa
Shalshabila Choirunnisa Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa S1 Transfer Ekonomi Pembangunan UNS

SC

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Efektifkah Program Pemerintah Tekan Pengangguran di Masa Pandemi Covid-19?

9 Januari 2021   21:34 Diperbarui: 9 Januari 2021   21:50 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Tahun 2020 ini merupakan tahun yang berat bagi semua negara di dunia begitu pula Indonesia akibat munculnya wabah virus corona Covid-19 yang berawal di Kota Wuhan, China. Pandemi Covid-19 yang muncul sekitar awal bulan maret 2020 di Indonesia telah memberikan dampak yang sangat besar bagi perekonomian Indonesia. Bukan hanya perekonomian, namun berbagai sektor seperti pariwisata, manufaktur, sosial dan sektor pangan juga terkena dampak dari Covid-19. Dampak yang sangat terasa di masyarakat yaitu pada sektor ketenagakerjaan  yang juga turut mendapatkan imbas dari pandemi Covid-19 ini. Semenjak merebaknya virus corona ini banyak tenaga kerja yang terkena PHK sebagai akibat dari pandemi Covid-19 ini. Banyak perusahaan yang memutuskan untuk melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena selama masa pandemi Covid-19 pendapatan perusahaan yang semakin menurun.

Berdasarkan data pada bulan Agustus 2020, jumlah pengangguran di Indonesia telah menyentuh angka 9,77 juta dimana jumlah tersebut telah mengalami peningkatan sebesar 2,67 juta dari Agustus 2019. Namun, pengangguran ini juga bertambah seiring dengan adanya  penambahan jumlah angkatan kerja sebesar 2,36 juta menjadi 138,22 juta orang. Sementara ditilik berdasarkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada Agustus 2020 sebesar 7,07 persen, angka ini meningkat dari Februari 2020 dimana Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 4,99 persen.

Data diatas menunjukkan peningkatan yang cukup besar terhadap jumlah pengangguran di Indonesia sebagai akibat dari pandemi Covid-19. Akibat meningkatnya jumlah pengangguran ini menyebabkan pendapatan masyarakat juga menurun sehingga daya beli masyarakat juga semakin menurun. Masalah peningkatan jumlah pengangguran ini tentunya memberikan dampak pula terhadap menurunnya tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Peningkatan jumlah pengangguran ini disebabkan oleh perusahaan yang mengalami penurunan omzet usaha karena melemahnya daya beli masyarakat karena pendapatannya menurun yang salah satunya akibat dari Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Selain itu, terbatasnya perolehan bahan baku, biaya produksi yang sama ditambah dengan biaya tenaga kerja yang besar semakin memperburuk keadaan ekonomi Indonesia.

Menurut hasil survei  dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa 11,63% perusahaan masih mengurangi jumlah tenaga kerjanya selama periode Juli-September 2020. Sebanyak 79,10% perusahaan mengaku masih mempertahankan jumlah pegawainya selama kuartal III/2020. Sedangkan, ada 9,26% perusahaan yang menyatakan jumlah pegawai mereka bertambah selama Juli-September 2020. Hal tersebut dilakukan oleh perusahaan karena menurunnya tingkat pendapatan perusahaan terdampak oleh pandemi Covid-19.

Tidak dapat dipungkiri bahwa pengangguran merupakan masalah yang akan selalu ada baik saat kondisi suatu negara sedang mengalami resesi maupun ekspansi. Namun, di masa panemi Covid-19 ini, tingkat pengangguran yang naik cukup banyak mengharuskan pemerintah untuk benar-benar cepat memberikan respon terhadap dampak dari pandemi tersebut.

Untuk menekan peningkatan jumlah pengangguran di Indonesia sebagai akibat adanya pandemi Covid-19, pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan-kebijakan strategisnya. Dalam upaya menekan peningkatan jumlah pengangguran ini, pemerintah melalui Kementrian Ketenagakerjaan Republik Indonesia menyatakan telah mempersiapkan beberapa program untuk mengatasi jumlah pengangguran sebagai dampak dari pandemi Covid-19 ini.

Program pertama yang dipersiapkan oleh Kementrian Ketenagakerjaan untuk menekan jumlah pengangguran akibat pandemi Covid-19 adalah melaksanakan program pelatihan yang berbasis kompetensi dengan mengoptimalkan Balai Latihan Kerja (BLK) di bawah Kementrian Ketenagakerjaan. Pelatihan melalui BLK ini rencananya akan tetap dilakukan dengan melalui dua cara yaitu dengan model blended training maupun full secara luring (luar jaringan) dengan tetap melaksanakan protokol kesehatan sesuai standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Kementrian Ketenagakerjaan juga memiliki beberapa program lain yaitu perluasan kesempatan kerja melalui kegiatan penciptaan wirausahan baru, inkubasi bisnis, dan padat karya. Target terbesar pemerintah dalam program untuk menekan pengangguran ini adalah melalui program penciptaan wirausaha baru.

Pemerintah melalui Kementrian Ketenagakerjaan menargetkan sekitar 212 ribu orang dapat mengikuti program cipta wirausaha baru. Program lainnya adalah padat karya infrastruktur dan padat karya produktif. Program dari pemerintah tersebut diharapkan mampu menjaring 106.154 orang. Selain itu, pemerintah juga mempersiapkan program inkubasi bisnis untuk wirausaha baru. Hanya sekitar 5.780 orang yang dapat terdaftar dalam program inkubasi bisnis ini. Sebab program inkubasi bisnis untuk wirausaha baru ini membidik wirausaha yang telah menjalankan usaha berkelanjutan minimal dua tahun berjalan.

Disamping itu upaya lain dari pemerintah sendiri Untuk mengurangi dampak Covid-19 terhadap dunia kerja, pemerintah telah menetapkan enam kebijakan strategis. Enam upaya mitigasi tersebut yakni yang pertama adalah paket stimulus ekonomi untuk dunia usaha agar tidak melakukan PHK. Stimulus ekonomi ini dimaksudkan agar para pelaku usaha tetap terus melanjutkan kegiatan usahanya sehingga dapat menghindari adanya PHK terhadap para pekerjanya.

Kedua, insentif pajak penghasilan bagi para pekerja. Dalam hal ini insentif pajak penghasilan (PPh) ditanggung pemerintah dan keringanan bunga kredit bagi para pekerja di sektor formal. Ketiga, jaring pengaman sosial melalui program bantuan sosial bagi pekerja formal dan informal. Pemerintah memberikan bantuan sosial kepada 70,5 juta pekerja sektor informal yang termasuk dalam kategori miskin.

Keempat, pemberian prioritas Kartu Prakerja bagi para pekerja yang menjadi korban PHK. Sejauh ini pemerintah telah memberikan insentif pelatihan kepada 680.000 penerima manfaat yang didominasi oleh korban PHK. Kelima, perluasan kesempatan kerja melalui program industri padat karya. Keenam, perlindungan bagi para Pekerja Migran Indonesia (PMI) baik di negara penempatan maupun setelah kembali ke tanah air.

Program-program yang telah direncanakan pemerintah maupun yang telah direncanakan oleh Kementrian Ketenagakerjaan untuk menekan jumlah pengangguran di masa pandemi Covid-19 sejauh ini sudah dijalankan, namun apakah program-program tersebut sudah efektif?

Dilihat pada keadaan yang terjadi di lapangan, program-program tersebut belum bisa sepenuhnya menekan tingkat pengangguran. Tingkat pengangguran terbuka yang mengalami peningkatan selama periode Februari 2020 hingga Agustus 2020 menunjukkan bahwa program-program tersebut belum bisa menekan angka pengangguran walaupun program tersebut telah dijalankan selama beberapa bulan. Selain itu, program seperti pemberian kartu Pra-kerja yang digunakan sebagai langkah meredam dampak di sektor perekonomian dan menjaga daya beli masyarakat yang bertujuan untuk mengembangkan kompetensi dan kesempatan bagi para pencari kerja terdampak pandemi Covid-19 masih belum tepat sasaran.

Namun, di masa pandemin ini bantuan kartu Pra-kerja tersebut seakan-akan hanya sebatas untuk memberi "penghidupan yang layak" dan dilihat dari segi tujuan untuk meningkatkan kompetensi dan kesempatan kerja, pemerintah tidak memberikan sedikitpun jaminan dalam hal itu. Sehingga program seperti kartu Pra-kerja ini tidak bisa digunakan untuk mendongkrak perekonomian dan menekan tingkat pengangguran. Program ini seharusnya dibarengi dengan adanya ketersediaan lapangan pekerjaan yang sebanding dengan jumlah angkatan kerja agar para angkatan kerja ini dapat mendapatkan kesempatan kerja.

Selain itu, program kartu Pra-kerja ini dinilai kurang tepat digunakan sebagai salah satu program untuk mengatasi pengangguran sebagai dampak pandemi ini karena di kondisi seperti ini masyarakat membutuhkan penanganan yang cepat. Bahkan program ini bisa saja dimanfaatkan oleh pihak yang tidak seharusnya mengingat banyak angkatan kerja yang didominasi oleh fresh graduate yang masih belum mendapat pekerjaan.

Program lain seperti penciptaan wirausaha baru seharusnya lebih digalakkan karena melalui program tersebut pemerintah berkesempatan untuk menambah lapangan pekerjaan bagi masyarakat yang terdampak pandemi Covid-19. Program pelatihan kompetensi melalui Balai Latihan Kerja dibawah naungan Kementrian Ketenagakerjaan juga perlu dioptimalkan sehingga dapat segera memberikan dampak yang positif terhadap kondisi saat ini.

Dari paparan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa program-program yang telah dilaksanakan pemerintah sebagai upaya untuk menekan jumlah pengangguran sebagai akibat dari pandemi Covid-19 tidak semuanya efektif. Namun, disamping itu ada juga program yang dinilai efektif dan perlu dioptimalkan.

Saat ini yang diperlukan masyarakat bukan hanya bantuan dalam bentuk langsung terutama bagi pekerja yang terkena PHK, yang dibutuhkan adalah jaminan pekerjaan yang nantinya akan memberikan dampak jangka panjang juga bagi kehidupan dan juga bagi keberlangsungan perekonomian Indonesia setelah masa pandemi Covid-19 ini berakhir.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun