Â
Mantra bersambut tawa malaikat
Fajar mengantar, surya menanti
Hati yang menguning telah lama kau ikat
Menyapamu, tanda aku belum letih
Cakrawala adalah harapan
Meski senja menunggu di sudut kota
Sebelum kau pergi tanpa pesan
Aku awali dengan kata
Â
Wahai pagi
Kamu kedinginan
Kaupun suka malu-malu
Bisa saja semesta jadi selimutmu
Ataukah tambah sedikit saja suhu dalam dadamu
Â
Tidak, kamu memang suka dimanja
Kamu juga sering memanjakan
Aku curiga padamu
Sepertinya kamu datang dengan penuh kepura-puraan
Â
Aku tidak sedang berpuisi
Aku mencatatmu wahai Pagi!
Aku sering melihatmu
Kau ciptakan kesejukan pada bilik-bilik rumah tua
Dengan sengaja menaruh embun pada daun ilalang
Bahkan sekarang saja hujan basahi depan pintu rumahku
Itu semua kalakuan mu
Â
Wahai pagi
Kau mulai keluar dari batas-batasmu
Baru saja embun kau titipkan pada ilalang
Kini kau mulai mengetuk pintu rumahku
Kamu mengantar rindu berbalut kesejukan
Â
Kau mulai menyentuh kulitku
Kamu pikir itu akan mencipta kesyahduan?
Tidak sama sekali
Kamu salah!
Ingatlah wahai pembawa kesejukan
Mantramu telah sia-sia
Â
Pulanglah sebelum aku memanggil kawanku
Dia cukup kuat untuk melibasmu
Tetapi jangan benci aku
Sebab aku tidak selamanya mencelahmu
Tetapi, pahamilah wahai pagi
Kadang embunmu datang di waktu yang tidak tepat
........
Tiger Chan
010423
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H