Kalau ini yang terjadi etika politik akan disingkirkan karena orientasinya adalah kekuasaan. Jika ini terjadi maka diperlukan konsultan politik dan pencitraan, untuk memoles wajah bopeng jadi mulus, otak miring jadi seakan lurus, yg pada hakekatnya memberikan ke orang produk polesan yang tak mencerminkan pribadi sebenarnya.Â
Nanti setelah sekop dilempar dan hadiah juga dilempar dari jendela barulah terungkap karakter asli yang tak beretika dan terlihatnya wujud dan wajah sebenarnya yang ternyata sosoknya hanya sosok yg hanya sanggup memikirkan lomba burung, makanan kodok, atau kambing beranak. Jangan berikan beban terlalu besar memikirkan yang lain apalagi memikirkan implikasi makroekonomi karena kebijakan ngutang di warung atau apalagi implikasi one belt one road dari imperium kerajaan utara.
Akhirnya sebagai stakeholder terbesar, apapun yang terjadi itu memang merupakan ujian untuk menguji rasa dan sensitiftas. Apakah sensor untuk bedakan benar dan salah masih berfungsi. Apakah keperdulian dan keberanian untuk bersuara masih ada. Jika Firaun tak ada, maka Musa pun tak perlu diuji dan dilarung ke sungai Nil. Jika Namrud tak zhalim, maka Ibrahim pun tak perlu ada untuk berdiri berargumen dihadapannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H