Saya memilih gagal ujian praktek dari pada menyogok polisi agar lulus ujian dan dapatkan SIM C. Tapi saya yakin  dari 10 orang yang lulus dapatkan SIM motor hari itu, saya bisa pastikan 50% diantaranya tak akan lulus di uji trak tersebut. Saya juga yakin, jika saya diberikan kesempatan menunjuk 5 polisi lalu lintas yang punya SIM C maka saya sangat  yakin satu dari lima polisi tersebut tak akan berhasil melewati uji trak tersebut.
Contoh diatas sebenarnya salah satu contoh masalah dalam ujian SIM. Ujian mendapatkan SIM seharusnya lebih menyentuh ke aspek yang terkait langsung dengan keselamatan berkendaraan, seperti cara berbelok, cara berhenti, pindah jalur, dan banyak aspek lainnya.
Uji KIR kendaraan umum dan angkutan juga penuh masalah. Bukan rahasia umum, bahwa didekat pusat pengujian KIR banyak bisnis menyewakan ban kendaraan dan berbagai kelengkapan lainnya. Kendaraan yang akan uji KIR dan sudah memiliki ban yang botak bisa menyewa ban hanya untuk dikenakan pas uji KIR. Demikian pula dengan berbagai kelengkapan lainnya.
Hal ini pasti sudah diketahui oleh aparat dinas perhubungan yang melakukan uji KIR dan banyak cara untuk melawan berbagai upaya penipuan seperti ini. Misalnya ban yang sudah diuji bisa dipilox dengan strip sehingga tak boleh lagi digunakan untuk ujian, atau operasi intelijen menyamar sebagai pemilik kendaraan yang akan menguji KIR.
Banyak aspek lain yang terkait keselamatan dalam penggunaan transportasi publik. Perbaikan sistem ujian SIM dan pengujian kendaraan paling tidak bisa mengurangi resiko tersebut. Jika tak dilakukan perbaikan maka kita harus bersedia dengan musibah yang akan terus datang dan bukan tak mungkin kita sendiri yang akan menjadi korban.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI