[caption caption="Moda Transport Umum Roda Dua"][/caption]
Sumber foto :Â Disini
Pemandangan di jalanan di Jakarta dan beberapa kota besar di Indonesia semakin hijau. Pemandangan semakin hijau bukan karena makin banyaknya pohon yang ditanam untuk penghijauan kota, tapi makin banyaknya pengendara kendaraan roda dua dengan helm dan jaket hijau dari armada Gojek dan Grab (GG). Banyaknya armada GG ini disebabkan oleh banyaknya tukang ojek yang alih profesi jadi pengendara GG dan ditambah lagi dengan komuter pengguna motor yang juga mendaftar diri menjadi pengemudi GG, sehingga sambil bertugas bisa nyambi membawa penumpang. Belum lagi kumpulan ABG bau kencur yang ikut-ikutan daftar jadi pengemudi GG buat mencari pengalaman kerja, karena konon ada ribuan sarjana yang mendaftar jadi pengemudi GG karena tak punya pengalaman kerja dan sulit mendapat pekerjaan.
Sebenarnya moda angkutan roda dua tak diakui dalam UU Lalu Lintas No 22 tahun 2009. Dalam pasal 153 UU No 22 Â yang diakui sebagai angkutan orang dengan tujuan tertentu hanyalah mobil penumpang umum dan mobil bus umum. Rencana Menteri perhubungan untuk menghapus GG dibatalkan oleh 'dekrit' Presiden Jokowi lewat twitternya setelah mendapatkan penolakan banyak pihak. Ini kejadian pertama di dunia, belum ada pemimpin negara yang memberikan instruksi ke menterinya sendiri lewat twitter untuk dilaksanakan dan dipatuhi. Menterinya pun tanpa babibu langsung taat tunduk patuh melaksanaan tweet tersebut tanpa melakukan validasi kebenaran akunnya, maklum Presiden pernah mengakui tak pernah memiliki akun twitter. Tapi kali ini saya yakin yang tweet yang dikirim pasti sudah dibaca dengan teliti.
Yang mengherankan  sampai sekarang belum ada usulan siapapun baik presiden, DPR, atau pengemudi GG sendiri untuk memformalisasi 'dekrit' presiden atau tweet presiden dengan cara merubah UU no 22 tahun 2009 tersebut. Perubahan ini perlu agar ada payung sebelum hujan alias ada payung hukum yang menjamin legalitas moda transport roda dua tersebut. Jika dibiarkan makin lama rakyat Indonesia makin terbiasa untuk melanggar Undang-undang. Ternyata bukan hanya shalat yang di langgar. Undang-undang pun bisa dilanggar meski tanpa Imam, azan, dan qamat.
Niat UU No 22 tahun 2009 untuk tak memasukkan roda dua sebagai angkutan umum bukanlah karena ketika ketok palu anggota dewan ketiduran motor terlupakan. Bukan pula karena anggota dewan sudah lupa naik motor dan selalu naik mobil kinclong, gress, dan kenyes-kenyes. Para anggota dewan sadar sesadar sadarnya bahwa memang roda dua tak layak jadi angkutan umum. Terlalu berbahaya dan beresiko. Dalam bahasa agama diungkapkan sebagai :  mudaratnya lebih besar dari manfaatnya. Lah kok roda dua dibolehkan sebagai kendaran pribadi ? Ya kalau bawa motor dengan menggonceng pacar sendiri, ngebut, tabrakan, masuk rumah sakit, kawinan batal, maka  itu hanya karena dia kurang beruntung.
Nasi sudah terlanjur hangus, metromini sdh terlanjur lewat Semanggi, sambil berharap Undang-undang No 22 segera dirubah karena mumpung UU KPK juga sudah ditunda perubahannya, maka berikut ini beberapa upaya agar moda transportasi roda dua lebih aman.
Operator GG agar melakukan tes terhadap calon pengemudi GG
Operator GG Gojek dan Grab sebaiknya melakukan tes terhadap calon pengemudi GG apakah layak menjadi pengemudi atau tidak. Ini bisa jadi contoh yang baik bagi pengemudi armada metro mini dan bus pantura yang meskipun punya rambut tapi tak kenal dengan makna rambu dan marka jalan.
Bukankah para pengemudi GG sudah memiliki SIM ? Maklumlah banyak SIM nya diperoleh dengan cara menembak menggunakan peluru Rupiah.
Tes mencakup penguasaan makna rambu lalu lintas dan kecakapan mengemudi. Jika dari 100 jenis rambu ada 1 saja yang tak dimengerti maka tolak dia jadi pengemudi GG. Calon bisa diberikan kesempatan lagi untuk ikut tes setelah disuruh menghapal ratusan rambu lain yang ada. Bukan apa-apa, coba dibayangkan kalau tiba-tiba pengemudi menemukan satu rambu yang tak dikenal, apa tak berbahaya jika ketika melaju dengan motornya sambil membolak balik buku referensi rambu lalu lintas dengan menggunakan kedua tangannya ?
Tes kecakapan mengemudi tak perlu dilakukan seperti ujian SIM C motor dimana pengendara harus melewati track slalom berkelok kelok di tikungan sempit yang membuat saya tak pernah lulus dan sampai sekarang tak punya SIM C. Karena trak seperti ini trak mustahil ditempuh orang awam dan bukan ahli pembalam slalom, dan siapapun pengemudinya harus berhati-hati, menyangga dengan kaki atau lebih baik turun dari motor dan menenteng motornya melewati trak ini. Justru karena melakukan hal yang benar dengan perlahan melewati track dan menurunkan kaki maka saya tak lulus uji praktek. Padahal saya jamin kalau diberi kesempatan menunjuk 10 orang polisi, 5 diantara yang saya tunjuk bakal tak bisa lolos trak ini. Tapi kok bisa dapat SIM ? Entahlah...Wallahu A'lam Bisshawaaab.