Pernahkan mendengar suatu filosofi guru dalam bahasa Jawa? Menurut bahasa Jawa guru memiliki makna yaitu diguguh dan ditiru. Apakah benar makna filosofi itu?
Namanya Amar seorang murid dengan kecerdasan yang minim daripada siswa lainnya. Tinggal disuatu desa terpencil dipelosok pulau Jawa dengan banyak sekali keterbatasan pendidikan, seperti jarak, fasilitas dan tenaga pengajar. Hal ini dialami Amar sejak dia duduk dikelas 1 SD. Kini Amar baru saja menginjak kelas 3 SD yang dimana seharusnya dia sudah duduk dibangku kelas 6 SD, namun karena tertinggal kelas selama 3 tahun membuat dia hampir putus sekolah.Â
Perjalanan hidup Amar cukup berat, dimana dia tidak memiliki sosok yang bisa membantunya dalam belajar karena ibu dan bapak Amar juga tidak taman SD karena biaya dan mungkin dulu pendidikan tidak terlalu penting daripada bekerja. Ibu dan bapak Amar tidak ingin jika anak satu-satunya mereka menjadi seorang kuli seperti orangtuanya. Mereka hanya selalu mengingatkan Amar untuk terus giat belajar walaupun itu adalah hal yang paling berat untuk Amar.Â
Amar selalu gagal dalam pelajaran Bahasa Indonesia karena hingga saat ini dia masih belum bisa membaca bahkan mengeja. Katanya sih karena guru yang mengajar terlalu tegas dan mungkin motivasinya untuk belajar sudah hampir hilang karena tertinggal jauh dari teman - temannya yang lain. Apalagi ibu guru yang selalu mengasingkan Amar didalam kelas karena dianggap tidak berguna dan menyusahkan. "Kamu itu kalaupun lulus nanti pasti akan menjadi sampah masyarakat!!!" ujar guru bahasa Indonesia yang sudah bertahun-tahun mengajar Amar namun tidak membuahkan hasil. Hal ini terjadi berulang-ulang kali hingga sampai dititik Amar putus asa untuk belajar.Â
Terhitung satu minggu Amar tidak masuk sekolah, ibu dan bapaknya pun sudah mengeluarkan seribu cara untuk membangkitkan semangat Amar, namun Amar lebih nyaman untuk membajak sawah bersama sang bapak. Tidak ada yang mencari Amar, semua orang membiarkan ketidakhadiran Amar di sekolah. Namun, siapa sangka jika selama ini ada sosok guru yang memperhatikan gerak gerik Amar selama di sekolah.Â
Ibu Nilah namanya, dia hanya mengajar kelas 5 dan pelajaran matematika. Guru honor muda yang masih beradaptasi dengan lingkungan sekolah dan murid. Ibu Nilah baru mengajar selama 4 bulan dan sering sekali mendengar isu - isu tentang Amar yang sudah menjadi langgangan tertinggal kelas. Kebanyakan guru menertawakan kehidupan Amar yang keras namun tidak untuk bu Nilah. Dia sangat prihatin dengan Amar dan dia juga merasakan bagaimana mental Amar dihancurkan oleh sosok guru yang mestinya harus ditiru.Â
Diam-diam bu Nilah mencari identitas Amar, hingga mengetahui dimana rumah Amar dan bagaimana lingkungan keluarganya. Sangat terpukul sekali bu Nilah setelah mengetahui bahwa Amar adalah anak tunggal dari sepasang suami istri yang menjadi kuli pembajak sawah. Mereka hanya mengharapkan anak tunggalnya menjadi seseorang yang berpendidikan setinggi mungkin agar bisa mengubah nasib.Â
Suatu hari bu Niluh memberanikan diri untuk menemui Amar dikediamannya. Amar terkejut dan tidak terlalu menghiraukan karena sudah diputuskan bahwa dia ingin membantu ibu dan bapaknya bekerja di sawah saja. Namun bu Niluh kembali membangkitkan semangat Amar dengan memberikan motivasi dan dorongan agar Amar kembali semangat menuntut ilmu. Hingga bu Niluh menawarkan diri untuk menjadi seorang guru privat untuk Amar tanpa bayaran. Ibu Niluh hanya ingin Amar melanjutkan pendidikannya dan mengubah nasib keluarganya.Â
Amar yang tadinya sudah bodoh amat dengan sekolahnya kini kembali semangat karena dorongan oleh bu Niluh. Setiap sore bu Niluh dan Amar selalu belajar membaca di saung sembari melihat bapak membajak sawah. Tak sampai 1 bulan Amar sudah lancar membaca walaupun sesekali sering salah namun setidaknya dia sudah tidak buta huruf lagi. Amar membuktikan kepada guru bahasa Indonesianya hingga semua orang terkejut dengan perkembangan Amar yang sangat cepat.Â
Akhirnya ditahun pelajaran ini Amar dinaikkan ke kelas 4 SD dan kecerdasan Amar lumayan meningkat. Semua ini karena bu Niluh yang sabar dan tekun dalam mengajari Amar. Amar memang bukan seorang murid yang cerdas namun dengan usaha dan semnagat dia bisa bangkit agar tidak dijatuhkan lagi. Kadang jatuh itu disebabkan oleh orang - orang yang merasa mereka paling pintar namun tidak bisa menghargai perasaan dan mengimbangi kecerdasan setiap orang.
Dari Amar kita belajar bahwa hidup tidak akan berkembang jika tidak kita yang mulai, kata - kata yang dilempar oleh orang - orang kepada kita bukanlah bentuk menjatuhkan namun itulah bentuk semangat yang membuat kita semakin kuat akan kerasnya kehidupan. Guru yang harusnya diguguh dan ditiru harus membentuk mental seorang murid dengan perilakunya, bagaimana cara menghargai dan mneghormati. Bukan hanya murid yang harus selalu menghargai dan menghormati sosok seorang guru namun sebaliknya, hal ini agar tidak ada bentuk kesalahan sekecil apapun itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H