Lembaga pemantau pemilihan terdaftar (baca terakreditasi) dalam penyelenggaraan pemilihan dengan satu pasangan calon alias calon tunggal Pilkada 2024 memiliki peran dan wewenang strategis yang tidak bisa dipandang sebelah mata dalam melaksanakan tugasnya pada pesta demokrasi lima tahunan tersebut. Terbukti KPU, Bawaslu dan Mahkamah Konstitusi (MK) secara spesifik memperkuat posisi kewenangan kepada pemantau pemilihan.
M. Aris, SH, Ketua Presidium Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDi) Kabupaten Batang Hari, mengatakan, pihaknya berterima kasih kepada KPU, Bawaslu dan MK yang telah memperkuat posisi kewenangan lembaga pemantau pemilihan. Selain UU Pilkada, tercatat ada empat regulasi turunannya yang menjadi pedoman bagi lembaga pemantau pemilihan dalam tugas pemantauanya pada tahapan Pilkada Serentak 2024, yakni Peraturan Bawaslu Nomor 6 Tahun 2024 tentang Pengawasan Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota, Peraturan KPU Nomor 17 Tahun 2024 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota, Peraturan KPU Nomor 18 Tahun 2024 tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dan Penetapan Hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati Serta Walikota dan Wakil Walikota, serta Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 3 Tahun 2024 tentang Pedoman Tata Beracara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota.
Sejumlah kewenangan Pemantau Pemilihan dalam penyelenggaraan pemilihan dengan satu pasangan calon Pilkada Serentak 2024, sebagai berikut :
Laporkan Pelanggaran.
Lembaga Pemantau Pemilihan diberi hak dan wewenang untuk melaporkan dugaan terjadinya pelanggaran disemua tahapan pemilihan sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 angka 19 Peraturan Bawaslu Nomor 6 Tahun 2024.
"Laporan adalah dugaan pelanggaran pemilihan yang disampaikan kepada Pengawas Pemilihan oleh WNI yang memiliki hak pilih pada pemilihan setempat, pemantau pemilihan dan/atau peserta pemilihan"
Saksi Kotak Kosong.
Ada penerapan aturan terbaru yang dibuat KPU terkait keberadaan Pemantau pemilihan di TPS pada Pilkada Serentak 2024 khususnya pemilihan satu pasangan calon alias calon tunggal pilkada, diantaranya adalah saksi bagi kolom kosong yang tidak bergambar pada pemilihan satu pasangan calon yaitu Pemantau Pemilihan Terdaftar sebagaimana diatur pada ketentuan Pasal 83 ayat (2) Peraturan KPU Nomor 17 Tahun 2024 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota.
Hanya saja, jika kita merunut pada sejarah dan pengalaman penyelenggaraan  pemilihan calon tunggal pilkada 2015, 2017, 2018 dan 2020 yang pernah digelar di Indonesia, ternyata pemantau pemilihan berada pada posisi netral atau tidak diposisikan sebagai saksi bagi kotak kosong alias kolom kosong yang tidak bergambar pada saat tahapan pemungutan dan penghitungan suara pemilihan saat itu, hal ini bisa kita lihat pada tiga Peraturan KPU yang pernah diterbitkan KPU RI, yakni Peraturan KPU Nomor 14 Tahun 2015, Peraturan KPU Nomor 13 Tahun 2018 dan Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2020 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota dengan Satu Pasangan Calon."Tiga regulasi PKPU yang pernah diterbitkan KPU sebelumnya, pemantau pemilihan ditempatkan sebagai peserta rapat dalam proses pemungutan dan penghitungan suara di TPS, bukan sebagai saksi kotak kosong. Namun pada Pilkada Serentak 2024, KPU menempatkan pemantau pemilihan sebagai saksi bagi kolom kosong yang tidak bergambar," Ungkap Aris yang juga berprofesi Advokat dari Organisasi Peradi ini.
Dari uraian diatas, jelas Aris, KPU RI hanya memberikan amanah dan wewenang kepada pemantau Pemilihan menjadi saksi bagi kolom kosong yang tidak bergambar disemua tingkatan pada tahapan pemungutan dan penghitungan suara di TPS, tahapan rekapitulasi penghitungan perolehan hasil suara di tingkat PPK sampai tingkat pleno di KPU kabupaten/kota dan KPU provinsi sesuai jenis pemilihan yang menjadi wewenang pemantau pemilihan. "Wewenang Pemantau Pemilihan sebagai saksi dalam pemilihan dengan satu pasangan calon diposisikan menjadi penyeimbang dalam proses di TPS dan jenjang berikutnya atas amanah PKPU yang dikeluarkan KPU RI, agar proses pemilihan dapat berjalan aman dan lancar, tidak ada tindakan manipulatif data di lapangan. "Kami dari JaDi Batang Hari sebagai lembaga resmi pemantau Pilkada Batang Hari 2024 menolak bila dikatakan menjadi bagian tim sukses dari kotak kosong, karena di UU Pilkada dan Peraturan KPU, pemantau pemilihan  bersifat independen," tegas Aris.
"Sesuai Pasal 123 ayat (3) huruf a UU No. 1 Tahun 2015, tegas mengatakan lembaga pemantau pemilihan bersifat independen"
Selain menjadi saksi pada tingkat TPS, pemantau pemilihan juga menjadi saksi secara berjenjang dalam tahapan rekapitulasi penghitungan suara pemilihan pada tingkat PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan), tingkat KPU Kabupaten/kota dan tingkat KPU Provinsi sesuai jenis pemilihan yang menjadi wewenang pemantau pemilihan. Hal ini berdasarkan ketentuan Pasal 71 ayat (2) Peraturan KPU Nomor 18 Tahun 2024.
"Saksi bagi kolom kosong yang tidak bergambar pada pemilihan dengan satu pasangan calon yaitu Pemantau Pemilihan pada tahapan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara pada pemilihan dengan satu pasangan calon"
Diperbolehkan Masuk TPS.
Dengan diposisikan menjadi saksi bagi kolom kosong yang tidak bergambar alias kotak kosong pada pemilihan dengan satu pasangan calon sesuai ketentuan Pasal 10 ayat (1) hurud d jo Pasal 30 ayat (2) jo Pasal 83 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) Peraturan KPU Nomor 17 Tahun 2024, maka secara otomatis anggota atau relawan dari lembaga Pemantau pemilihan bisa masuk ke dalam TPS menjadi peserta rapat pemungutan dan penghitungan suara, dengan catatan anggota atau relawan dari lembaga Pemantau pemilihan yang ditempatkan di semua TPS atau TPS tertentu dilengkapi surat tugas dan identitas diri (ID Card pemantau pemilihan yang dikeluarkan resmi dari penyelenggara pemilihan).
Peserta Rapat Rekapitulasi.
Pemantau Pemilihan menjadi peserta rapat pada tingkat PPK, KPU kabupaten/kota dan KPU provinsi pada tahapan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara pada pemilihan dengan satu pasangan calon sesuai ketentuan Pasal 71 dan Pasal 72 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Peraturan KPU Nomor 18 tahun 2024, menyatakan Pemantau Pemilihan menjadi peserta rapat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara pada pemilihan dengan satu pasangan calon. "Artinya Pemantau Pemilihan menjadi peserta rapat pada pada tingkat PPK, KPU kabupaten/kota, KPU Provinsi sesuai jenis pemilihan yang menjadi kewenangan pemantau pemilihan,"tegas mantan Komisioner KPU Kabupaten Batang Hari 2008-2013.
"Pemantau Pemilihan menjadi peserta rapat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara pada pemilihan dengan satu pasangan calon baik tingkat PPK, KPU kab/kota, KPU Provinsi sesuai jenis pemilihan yang menjadi wewenang pemantau pemilihan"
Bisa Ajukan Keberatan.
Pemantau pemilihan memiliki wewenang untuk mengajukan keberatan dalam proses penghitungan hasil perolehan suara pada tingkat TPS sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 33 jo Pasal 37 jo Pasal 39 jo Pasal 41 jo Pasal 42 jo Pasal 44 jo Pasal 83 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan KPU Nomor 17 Tahun 2024. Begitupun pada tingkat PPK (Kecamatan) dan Pleno KPU Kabupaten, pemantau pemilihan bisa ajukan keberatan pada proses rekapitulasi bila ditemukan tidak sesuai aturan yang ada sebagaimana ditegaskan pada Pasal 73 huruf a dan b Peraturan KPU Nomor 18 Tahun 2024.
Teken Berita Acara.
Pemantau pemilihan terdaftar khusus wilayah tingkat kabupaten yang diberikan amanah oleh KPU sebagai saksi bagi kolom kosong tidak bergambar dalam penyelenggaran pemilihan dengan satu pasangan calon, berhak menandatangani berita acara, sertifikat dan catatan hasil penghitungan perolehan suara tingkat TPS dalam pemilihan Bupati dan Wakil Bupati yang tertuang dalam Pasal 39 ayat (1) jo Pasal 83 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan KPU Nomor 17 Tahun 2024 kemudian dipertegas dalam contoh formulir Model C-KWK-Bupati) dalam lampiran IV Peraturan KPU Nomor 17 Tahun 2024 (lihat halaman 58-60). Penandatangan berita acara rekapitulasi hasil perolehan penghitungan suara oleh Pemantau Pemilihan juga berlaku sama pada tingkat PPK dan tingkat KPU Kabupaten sebagaimana tertuang pada Pasal 72 ayat (4) Peraturan KPU Nomor 18 Tahun 2024.
Berhak Mendapatkan Formulir.
Selain menjadi saksi kolom kosong yang tidak bergambar alias kotak kosong dengan wilayah wewenang pemantauan tingkat kabupaten, Pemantau Pemilihan Terdaftar ditingkat TPS juga berhak mendapatkan formulir Model C.Hasil-Salinan-KWK-Bupati sebagaimana ditegaskan pada Pasal 48 ayat (2) Peraturan KPU Nomor 17 Tahun 2024. Pada tingkatan PPK/KPU kabupaten sebagaimana diatur pada Pasal 72 ayat (4) Peraturan KPU Nomor 18 Tahun 2024, pemantau pemilihan juga berhak mendapatkan berita acara pada tingkat PPK (Model D. hasil Salinan-KWK-Kecamatan dan Model D. hasil Kabko-KWK-Bupati). "Pemantau Pemilihan berhak mendapatkan formulir salinan hasil penghitungan suara mulai dari ditingkat TPS, PPK, KPU kabupaten/kota/provinsi sesuai jenis pemilihan yang menjadi wewenang pemantau pemilihan. Karena itu, petugas KPPS, PPS, PPK dan anggota KPU termasuk Bawaslu dan jajarannya di daerah harus memahami utuh Peraturan KPU Nomor 17 dan 18 yang telah diterbitkan KPU dan punya pandangan sama dengan Pemantau Pemilihan, sehingga tidak terjadi miskomunikasi dilapangan," kata Aris.
Gugat Hasil Pemilihan.
Yang paling menarik adalah Mahkamah Konstitusi RI memberikan ruang dan legal standing (kedudukan hukum) kepada Pemantau Pemilihan khususnya pada pemilihan dengan satu pasangan calon untuk mengajukan permohonan (gugatan) perselisihan hasil pemilihan yang telah diputuskan penyelenggara pemilihan dengan landasan hukumnya adalah Peraturan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 3 Tahun 2024 tentang Pedoman Tata Beracara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wakil Walikota. Bila mengacu pada ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf d dan ayat (2) Peraturan MK Nomor 3 Tahun 2024, dengan tegas menyebutkan, pemohon dalam perkara perselisihan hasil pemilihan adalah pemantau pemilihan dalam hal hanya terdapat satu pasangan calon dan pemantau pemilihan tersebut dapat bertindak sebagai pemohon atau pihak terkait.
"Pemohon dalam perkara perselisihan hasil pemilihan adalah pemantau pemilihan dalam hal hanya terdapat satu pasangan calon dan pemantau pemilihan tersebut dapat bertindak sebagai pemohon atau pihak terkait"
Untuk diketahui, jelas Aris, lembaga Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDi) Kabupaten Batang Hari merupakan lembaga resmi Pemantau Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Batang Hari 2024 yang telah menerima sertifikasi akreditasi dari KPU Kabupaten Batang Hari Nomor 444/PP.03.2/1504/2024 tertanggal 19 Juli 2024 dan satu-satunya lembaga Pemantau Pemilihan yang terdaftar dan terakreditasi di Provinsi Jambi. Selain itu, JaDi Kabupaten Batang Hari juga telah terdaftar di Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Batang Hari berdasarkan Surat Keterangan Pemberitahuan Keberadaan Organisasi Nomor. 220/337/Bakesbangpol/V/2024 tertanggal 4 Juni 2024, selanjutnya sebagai lembaga berbadan hukum juga telah disahkan Keputusan Menteri Hukum  dan HAM RI No. AHU-0015904.AH.01.07.TAHUN 2018, tertanggal 19 Desember 2018.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi pengurus JaDi Kabupaten Batang Hari dan penyelenggara pemilihan khususnya di Kabupaten Batang Hari, Jambi yang menggelar pemilihan dengan satu pasangan calon alias calon tunggal Pilkada Batang Hari 2024. (*)
(*Penulis adalah Muhammad Aris, SH/Ketua Presidium Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDi) Kabupaten Batang Hari, Jambi/Komisioner KPU Kabupaten Batang Hari 2008-2013/Advokat berdomisili di Kabupaten Batang Hari, Jambi).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H