Mohon tunggu...
MUHAMMAD ARIS
MUHAMMAD ARIS Mohon Tunggu... Wiraswasta - Muhammad Aris

1. Unfrel (University Network for Free Election) Jambi 1999. 2. Wartawan Jambi Independent 1999-2008. 3. Komisioner KPU Kab. Batang Hari, Jambi 2008-2013. 4. Pengurus KONI Kab. Batang Hari 2010-2018. 5.Sekretaris Pokja Ketahanan Pangan Kab.Batang Hari 2011-2016. 6. Sekretaris DPD KNPI Kabupaten Batanghari 2013-2016. 7. Sekretaris Visi Politika Provinsi Jambi 2014-2019. 8. Sekretaris BPD Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan) Kab. Batang Hari 2014-2019 dan 2021-2026. 9. Pengurus Karang Taruna Kab. Batang Hari 2016-2021. 10. Tim Ahli DPRD Kab. Batang Hari, Jambi 2014- skrg. 11. Ketua Dewan Penasehat SMSI (Serikat Media Siber Indonesia) Kab. Batang Hari 2019-2024. 12. Pengurus JaDI (Jaringan Demokrasi Indonesia) Provinsi Jambi 2019-2024. 12. Ketua Presidium Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDi) Kabupaten Batang Hari 2021-2026. 13. Advokat.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Problematika Pengawasan Pemilihan Calon Tunggal Pilkada

15 Oktober 2024   13:25 Diperbarui: 16 Oktober 2024   12:00 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi foto ASN dilarang ikut terlibat kampanye Pilkada. foto: jambiekspress.com

Mengutip dari KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) problematika berasal dari kata problem yang artinya permasalahan, masalah atau hal-hal yang masih belum terpecahkan. 

Bila kita kaitkan dengan penyelenggaraan pemilihan satu pasangan calon alias calon tunggal Pilkada di 37 daerah di Indonesia, tentunya banyak problematika yang dihadapi penyelenggara, pengawas dan pemantau pemilihan serta para tim pasangan calon dan pendukung kotak kosong terutama daerah yang baru pertama kali menggelar pemilihan calon tunggal pilkada.

Kabupaten Batang Hari, Provinsi Jambi merupakan salah satu daerah dari 37 daerah di Indonesia yang menggelar pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Bupati yang hanya diikuti satu pasangan calon pada Pilkada Serentak 2024. 

Selain melahirkan sejarah baru, tentunya masyarakat di Bumi Serentak Bak Regam masih awam (pengetahuan masih minim) dengan pengetahuan penyelenggaraan pemilihan dengan satu pasangan calon. 

Problematika ini tentunya menjadi tantangan berat bagi penyelenggara pemilihan (KPU dan Bawaslu Kabupaten Batang Hari) untuk memaksimalkan sosialisasi kepada seluruh stakeholder dalam memberikan pemahaman regulasi khususnya berkaitan dengan calon tunggal pilkada.

Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDi) Kabupaten Batang Hari hadir sebagai lembaga resmi Pemantau Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Batang Hari 2024 yang telah memiliki sertifikat akreditasi Pemantau Pemilihan dari KPU Kabupaten Batang Hari Nomor. 444/PP.03.2/1504/2024 tertanggal 19 Juli 2024.

M. Aris, SH/Ketua Presidium JaDi Kabupaten Batang Hari. foto:dokpri
M. Aris, SH/Ketua Presidium JaDi Kabupaten Batang Hari. foto:dokpri

M. Aris, SH selaku Ketua Presidium JaDi Kabupaten Batang Hari, mengatakan bahwa kehadiran lembaga JaDi Kabupaten Batang Hari diperhelatan penyelenggaraan satu pasangan calon pada Pilkada Batang Hari diharapkan mampu memberikan konstribusi positip, tidak hanya dari sisi pemantauan pemilihan tapi bisa memberikan edukasi politik kepada masyarakat khususnya regulasi yang berkaitan dengan aturan dasar pelaksanaan pemilihan calon tunggal pilkada. 

Hanya saja, probematika keterbatasan regulasi berkaitan dengan calon tunggal menjadi tantangan tersendiri bagi penyelenggara, pengawas dan pemantau pemilihan dalam mensukseskan Pilkada Batang Hari 2024. 

Apa saja problematika yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemilihan calon tunggal pilkada Batang Hari menurut sudut pandang JaDi Kabupaten Batang Hari, berikut analisisnya!.

Regulasi Terbatas.

Pasca putusan  Mahkamah Konstitusi Nomor. 100/PUU-XIII/2015 yang akhirnya memperbolehkan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang hanya diiikuti dengan satu pasangan calon dengan syarat telah melalui tahapan dan proses perpanjangan masa pendaftaran pencalonan. Meski putusan MK tersebut sudah diputus hampir sepuluh tahun lalu, namun saat ini masih menyisakan permasalahan khususnya pada Pilkada Serentak 2024. 

hal ini bisa kita lihat pada pengaturan yang berkaitan dengan penyelenggaraan calon tunggal pilkada minimnya norma yang mengatur pemilihan satu pasangan calon pilkada, hanya beberapa dapat ditemukan diantaranya; Pasal 54B, Pasal 54C, Pasal 54D, Pasal 107 dan Pasal 109 yang kesemuanya termuat di Undang-Undang Nomor. 10 Tahun 2016. 

Terbatasnya pengaturan tersebut, membuat penyelenggara, pengawas, pemantau pemilihan dan para pendukung pasangan calon dan kotak kosong memunculkan perbedaan pandangan dari sudut penerapan dilapangan, akibat tidak adanya aturan yang dituangkan dalam regulasi baik dalam UU Pilkada maupun dalam Peraturan KPU dan aturan teknis lainnya. 

Salahsatu contoh paling mendasar adalah KPU daerah hanya menfasilitasi kegiatan kampanye pasangan calon di daerah yang menggelar calon tunggal pilkada dan tidak ada fasilitasi kampanye kepada pendukung kotak kosong, termasuk dengan debat publik atau debat terbuka paslon sebagaimana diatur dalam Peraturan KPU Nomor 13 Tahun 2024 tentang Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota.

"Tidak ada pengaturan pembentukan tim kampanye kotak kosong yang wajib didaftarkan di KPU daerah, KPU RI hanya memberikan ruang kepada masyarakat untuk menkampanyekan atau mendukung kotak kosong"

Setelah keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor. 100/PUU-XIII/2015, KPU RI sempat mengeluarkan Peraturan KPU Nomor 14 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota dengan Satu Pasangan Calon dengan perubahan terakhir dengan Peraturan Pertauran KPU Nomor 20 Tahun 2020, sayangnya Peraturan KPU ini telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku berdasarkan Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2024. 

Dengan dicabutnya Peraturan KPU ini, maka secara spesifik yang tidak ada lagi pengaturan penyelenggaraan calon tunggal pilkada, semua pengaturannya tergabung secara umum di PKPU Nomor 8 Tahun 2024 yang juga telah mengalami perubahan melalui PKPU Nomor 10 Tahun 2024.

"Terbatasnya regulasi pemilihan calon tunggal pilkada diharapkan KPU dan Bawaslu RI bisa memberikan penafsiran aturan yang bisa diterima dan diterapkan oleh para pendukung pasangan calon dan pendukung kotak kosong dilapangan, jangan sampai kekosongan aturan menimbulkan perdebatan dan perbedaan penafsiran yang bisa menjurus ke perbuatan melawan hukum"

Prokontra Kampanye ASN.

Pernyataan Mendagri Tito Karnavian disejumlah pemberitaan nasional yang kemudian tersebar diberbagai plafon media sosial memicu perbedaan pandangan antara penyelenggara dan masyarakat. 

Adapun pernyataan Mendagri tersebut seperti dikutip dari pemberitaan cnnindonesia.com 10 Juli 2024 yang menyatakan, "ASN diperbolehkan hadir saat kampanye pasangan calon pilkada 2024, sebab ASN memiliki hak pilih, berbeda dengan TNI-Polri yang tidak memiliki hak pilih"

Keterlibataan ASN dalam pelaksanaan kampanye Pilkada Serentak 2024, menjadi salahsatu pertanyaan yang sering menjadi pertanyaan diberbagai forum sosialisasi dan diskusi yang diselenggarakan oleh penyelenggara pemilihan di Daerah. 

Dalam rapat koordinasi bersama stakeholder dalam rangka menghadapi potensi pelanggaran pada tahapan kampanye pada Pilkada Serentak 2024 yang digelar Bawaslu Kabupaten Batang Hari, 14 Oktober 2024 yang digelar di aula Balai Guru Penggerak Provinsi Jambi, Muara Bulian.

Dr Bachtiar Boetal (TA Bawaslu RI/kiri) dan M. Aris, SH (Ketua JaDi Kab. Batang Hari) saat rakor yang digelar Bawaslu Batang Hari. f:Dokpri. 
Dr Bachtiar Boetal (TA Bawaslu RI/kiri) dan M. Aris, SH (Ketua JaDi Kab. Batang Hari) saat rakor yang digelar Bawaslu Batang Hari. f:Dokpri. 

Menurut Dr. Bachtiat Boetal, SH, MH, M.Si (Tenaga Ahli Bawaslu RI) yang hadir memberikan materi diforum rakor tersebut, secara tegas mengatakan, bahwa larangan keterlibatan ASN dalam kampanye sudah dituangan dalam Pasal 70 ayat (1) dan Pasal 71 ayat (1) UU No. 10 Tahun 2016. Selain itu, juga diatur larangan ASN terlibat kampanye di Pilkada melalui Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Displin ASN.

Menurut Bachtiar, berdasarkan ketentuan Pasal 5 huruf n Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin ASN, bahwa ASN dilarang memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, Calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Calon anggota DPR/DPD/DPRD dengan cara ikut kampanye, menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS, sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain sebagai peserta kampanye menggunakan fasilitas negara, membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salahsatu pasangan calon sebelum, selama dan sesudah masa kampanye, mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keperpihakan terhadap pasangan calon yang menjadipeserta pemilu sebelumnya, selama dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan tersebut, ajakan, hinmbauan, seruan atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga dan masyarakat, dan/atau memberikan surat dukungan diserta fotokopi KTP atau surat keterangan tanda penduduk. 

Kalau kita lihat penjelasan pasal 5 huruf n angka 1 PP tersebut dijelaskan, bahwa PNS sebagai peserta kampanye hadir untuk mendengar, menyimak visi, misi dan program yang ditawarkan peserta pemilu tanpa menggunakan atribut partai atau atribut PNS," ungkap Bachtiar, putra daerah asal bugis makassar ini.

Sanksi tegas, bagi ASN yang terbukti melanggar ketentuan Pasal 70 ayat (1) dan Pasal 71 ayat (1) UU No. 10 Tahun 2016 dapat kita lihat pada ketentuan Pasal 188 dan 189 UU No. 8 Tahun 2015, dengan dikenakan pidana penjara 1 sampai 6 bulan dan/atau  denda 6 ribu sampai 6 juta. Selain juga bisa diterapkan ketentuan Pasal 7 PP No. 94 Tahun 2021, dimana ASN yang melanggar bisa dikenakan hukum disiplin ringan, sedang dan berat.

Pemantau Pemilihan.

Kewenangan pemantau pemilihan dalam calon tunggal pilkada sempat memberikan angin segar, seiring dengan keluarnya Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2024 sebagai tertuang pada ketentuan Pasal 17A dan 17B. 

Dalam Pasal 17A dan 17B tersebut, menegaskan bahwa Pemantau Pemilihan menjadi peserta rapat pemunguta suara dalam pemilihan satu pasangan calon yang ditempatkan didalam TPS, selain itu juga berhak menerima salinan DPT (daftar pemilih tetap), formulir model C. 

Hasil salinan KWK, serta dapat mengajukan keberatan terhadap prosedur pemungutan dan penghitungan suara dan/atau selisih penghitungan suara kepada KPPS apabila terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan KPU Nomor 14 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota dengan Satu Pasangan Calon yang ditetapkan  23 Nopember 2020 sempat diberlakukan pada Pilkada Serentak 2020 yang digelar 9 Desember 2020. 

Artinya, wewenang pemantau pemilihan untuk penyelenggaraan calon tunggal pilkada pernah diterapkan di Pilkada Serentak 2020. Namun pada akhirnya wewenang pemantau pemilihan dicabut oleh KPU RI seiring dengan terbitknya Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2024 tentang Pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota.

sertifikat akreditasi yang diterima JaDi Kabupaten Batang Hari. f:dokpri
sertifikat akreditasi yang diterima JaDi Kabupaten Batang Hari. f:dokpri

Dengan Berlakunya Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2024 yang telah diperbaharui melalui Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2024, maka tugas dan wewenang kembali ke habitatnya semula yang semuanya bersifat normatif. 

Bila kita berpedoman pada ketentuan Pasal 126 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 dan Pasal 50 Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2022 Partisipasi Masyarakat dalam Pemilihan Umum dan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Walikota dan Wakil Walikota, maka lembaga pemantau Pemilihan mempunyai hak, yakni mendapatkan akses di wilayah Pemilihan, mendapatkan perlindungan hukum dan keamanan, mengamati dan mengumpulkan informasi jalannya proses pelaksanaan Pemilihan dari tahap awal sampai tahap akhir, berada di lingkungan TPS pada hari pemungutan suara dan memantau jalannya proses pemungutan dan penghitungan suara, mendapatkan akses informasi dari KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dan menggunakan perlengkapan untuk mendokumentasikan kegiatan pemantauan sepanjang berkaitan dengan pelaksanaan Pemilihan.

Selain hak, lembaga Pemantau Pemilihan juga memiliki kewajiban yang harus dilaksanakan sebagai tertuang dalam ketentuan Pasal 127 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-Undang dan Pasal 51 Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2022 Partisipasi Masyarakat dalam Pemilihan Umum dan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Walikota dan Wakil Walikota. 

Adapun kewajiban lembaga pemantau Pemilihan adalah mematuhi kode etik pemantau Pemilihan yang diterbitkan oleh KPU, mematuhi permintaan untuk meninggalkan atau tidak memasuki daerah atau tempat tertentu atau meninggalkan TPS atau tempat penghitungan suara dengan alasan keamanan, menanggung sendiri semua biaya selama kegiatan pemantauan berlangsung, menyampaikan hasil pemantauan mengenai pemungutan dan penghitungan suara kepada KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota serta pengawas penyelenggara Pemilihan sebelum pengumuman hasil pemungutan suara, menghormati peranan, kedudukan dan wewenang penyelenggara Pemilihan serta menunjukkan sikap hormat dan sopan kepada penyelenggara Pemilihan dan kepada Pemilih, melaksanakan perannya sebagai pemantau Pemilihan secara objektif dan tidak berpihak dan membantu Pemilih dalam merumuskan pengaduan yang disampaikan kepada pengawas Pemilihan.

Pemilihan calon tunggal pilkada Batang Hari 2024. f:dokpri
Pemilihan calon tunggal pilkada Batang Hari 2024. f:dokpri

Disamping memiliki hak dan kewajiban, ternyata lembaga pemantau Pemilihan terdapat hal-hal yang dilarang dilakukan selama menjalankan tugas sebagaimana tercantum pada ketentuan Pasal 128 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 dan Pasal 52 Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2022 Partisipasi Masyarakat dalam Pemilihan Umum dan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Walikota dan Wakil Walikota. 

Larangan itu mencakup adalah melakukan kegiatan yang mengganggu proses penyelenggaraan Pemilihan, mempengaruhi Pemilih dalam menggunakan haknya untuk memilih, mencampuri pelaksanaan tugas dan wewenang penyelenggara Pemilihan, memihak kepada Peserta Pemilihan tertentu, menggunakan seragam/warna atau atribut lain yang memberikan kesan mendukung atau menolak peserta Pemilihan, menerima atau memberikan hadiah/imbalan atau fasilitas apapun dari atau kepada peserta Pemilihan, mencampuri dengan cara apapun urusan politik dan Pemerintahan dalam negeri Indonesia dalam hal pemantauan Pemilihan asing, membawa senjata, bahan peledak dan/atau bahan berbahaya lainnya selama melakukan pemantauan, masuk ke dalam area tempat pemungutan suara, menyentuh perlengkapan/alat pelaksanaan pemilihan termasuk surat suara tanpa persetujuan petugas penyelenggara Pemilihan dan melakukan kegiatan lain selain yang berkaitan dengan pemantau Pemilihan.

Gugat Hasil Pilkada.

Meski ada batasan dalam melaksanakan tugas dan wewenang dalam pemantaun pemilihan, ternyata Mahkamah Konstitusi RI memperkuat kedudukan hukum (Legal Standing) lembaga Pemantau Pemilihan dalam Pilkada Serentak 2024 dalam perselisihan hasil pemilihan (PHP) yang akan bergulir di lembaga penjaga konstitusi tersebut. 

Lembaga Pemantau Pemilihan yang telah memiliki sertifikasi akreditasi dari KPU setempat sesuai tingkatannya punya kewenangan (hak) menjadi Pemohon dan Pihak Terkait dalam perkara PHP di Mahkamah Konstitusi.

Mengacu pada ketentuan Pasal 3 ayat (1), Pasal 4 ayat (1) huruf d dan ayat (2) Peraturan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 3 Tahun 2024 tentang Tata Beracara Dalam Perkaran Perselisihan Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota telah mengatur tersendiri kedudukan hukum pemantau pemilihan dalam perkara PHP pada Pilkada Serentak 2024.

Pada Pasal 3 ayat (1) peraturan MK tersebut, menegaskan, bahwa para pihak dalam perkara PHP adalah Pemohon, Termohon dan Pihak terkait. Selanjutnya, pada Pasal 4 ayat (1) huruf d dan ayat (2) lebih terinci, bahwa Pemohon dalam perkara PHP salahsatunya adalah Pemantau Pemilihan dalam hal hanya terdapat satu pasangan calon.

Masih adanya ruang-ruang kosong pengaturan berkaitan dengan pemilihan calon tunggal pilkada di daerah yang terkadang disampaikan menteri terkait secara lisan, tapi tidak ditindaklanjuti melalui regulasi (UU dan PKPU dan Permen dan lainnya) membuat masyarakat sulit menafsirkan, sehingga memicu perbedaan pandangan yang terkadang berakhir pelaporan ke Bawaslu dan MK serta penyelesaiannya melalui lembaga terkait lainnya. 

Semoga kedepannya, regulasi yang berkaitan pemilihan satu pasangan calon semakin disempurnakan. (*)

(*Penulis adalah Muhammad Aris, SH/Ketua Presidium Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDi) Kabupaten Batang Hari/Komisioner KPU Kabupaten Batang Hari 2008-2013/Advokat berdomisili di Kabupaten Batang Hari, Jambi).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun