Pasca keluarnya putusan MK tersebut, KPU dan MK membuat terobosan baru dan memberikan kewenangan kepada lembaga pemantau pemilihan ikut terlibat langsung dalam proses penyelenggaraan tahapan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah khususnya yang hanya diikuti satu pasangan calon.
Apa saja terobosan itu?, menurut penulis, bila kita mengacu pada Peraturan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 5 Tahun 2020 tentang Tata Beracara Dalam Perkara Perselisihan Hasil pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota, sangat tegas menyebutkan, bahwa lembaga pemantau pemilihan memiliki legal standing (hak untuk mengajukan gugatan) terhadap hasil pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang telah ditetapkan penyelenggara pilkada ke Mahkamah Konstitusi. lembaga pemantau pemilihan menpunyai legal standing sebagaimana dituangkan dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d Peraturan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 5 Tahun 2020, lembaga pemantau pemilihan bisa menjadi pihak pemohon dalam perkara hasil pemilihan bilamana peserta pilkada di suatu daerah hanya satu pasangan calon saja. "Lembaga pemantau pemilihan mempunyi legal standing sebagai pihak pemohon dalam perkara hasil pemilihan dengan satu syarat lembaga pemantau itu telah terakreditasi dari lembaga penyelenggara pemilihan," jelas penulis.
Aktip di TPS.
Bagaimana keterlibatan lembaga pemantau pemilihan dalam tahapan penyelenggaraan yang hanya diikuti satu pasangan calon peserta Pilkada?, bila kita berpijak pada ketentuan Pasal 17 A ayat (1) dan Pasal 21 A Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan KPU Nomor 14 Tahun 2015 tentang Pemilihan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan wakil Walikota Dengan Satu Pasangan Calon, menerangkan bahwa peserta rapat pemungutan suara dan rekapitulasi penghitungan suara dalam pemilihan satu pasangan calon terdiri dari KPPS, pemilih, saksi, pemantau pemilihan dan Panwas Kecamatan atau Panwas TPS.
Menariknya, lembaga Pemantau Pemilihan dapat mengajukan keberatan terhadap prosedur pemungutan dan penghitungan suara kepada KPPS di TPS apabila terdapat hal yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain itu, lembaga pemantau pemilihan juga diberi wewenang menandatangani dan mendapatkan formulir model C Hasil-KWK dan memiliki kewenangan untuk mengajukan keberatan pada setiap jenjang terhadap prosedur dan/atau selisih rekapitulasi hasil penghitungan suara apabila terdapat hal yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan peundang-undangan serta berhak mendapatkan salinan berita acara rekapitulasi penghitungan suara disetiap jenjang.
Dengan demikian, kehadiran JaDi Kabupaten Batang Hari sebagai lembaga pemantau pemilihan Pilkada Batang Hari untuk pertamakalinya pertamakalinya, Â akan terus mengawal dan memastikan seluruh tahapan pemilihan Bupati dan Wakik Bupati Batang Hari 202r berjalan aman dan lancar sesuai regulasi yang berlaku. (*)
(*Penulis adalah Muhammad Aris, SH/Ketua PresidiumJaringan Demokrasi Indonesia (JaDi) Kabupaten Batang Hari/Komisioner KPU Kabupaten Batang Hari 2008-2013/Advokat yang berdomisili di Kabupaten Batang Hari).