Mohon tunggu...
SHAKILA ANATASYA
SHAKILA ANATASYA Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA

MAHASISWA UNIVERSITAS PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Analisis Yuridis dan Implikasinya Terhadap Perlindungan Anak dari Kekerasan Seksual

30 Januari 2025   01:40 Diperbarui: 30 Januari 2025   01:37 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

 Secara keseluruhan, peningkatan kasus kekerasan seksual terhadap anak pada tahun 2024 menuntut tindakan yang lebih tegas dan terkoordinasi dari semua pihak terkait. Penanganan yang komprehensif dan berkelanjutan diperlukan untuk mengatasi masalah ini dan melindungi masa depan anak-anak Indonesia.

  Implementasi Perlindungan Hukum Korban Kekerasan Seksual di Indonesia  

Hasil penelitian pada tahun 2024 menunjukkan bahwa implementasi Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga masih menghadapi berbagai kendala signifikan. Kendala-kendala tersebut meliputi kurangnya sumber daya manusia yang terlatih, terbatasnya anggaran, serta lemahnya koordinasi antar lembaga yang bertanggung jawab dalam perlindungan anak. Berikut ini adalah penjelasan lebih rinci berdasarkan data terbaru:

1. Kurangnya Sumber Daya Manusia yang Terlatih 

    Banyak penegak hukum, termasuk polisi, jaksa, dan hakim, belum mendapatkan pelatihan khusus dalam menangani kasus kekerasan seksual terhadap anak. Pelatihan yang tersedia sering kali tidak memadai untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan dalam menangani kasus-kasus sensitif ini. Akibatnya, proses hukum sering kali tidak sensitif terhadap kebutuhan korban, yang dapat mengakibatkan trauma lebih lanjut bagi anak-anak yang menjadi korban kekerasan seksual.  

2. Terbatasnya Anggaran 

     Anggaran yang dialokasikan untuk implementasi undang-undang perlindungan anak masih sangat terbatas. Hal ini menyebabkan kurangnya fasilitas dan layanan yang tersedia bagi korban kekerasan seksual, seperti pusat krisis, layanan psikologis, dan dukungan rehabilitasi. Selain itu, keterbatasan anggaran juga mempengaruhi kemampuan pemerintah untuk menyediakan pelatihan yang memadai bagi penegak hukum dan petugas layanan sosial. 

3. Lemahnya Koordinasi Antar Lembaga 

     Koordinasi antara berbagai lembaga yang bertanggung jawab dalam perlindungan anak, termasuk KPAI, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, kepolisian, dan lembaga non-pemerintah, masih belum optimal. Sering kali terjadi tumpang tindih tugas dan tanggung jawab serta kurangnya komunikasi yang efektif antara lembaga-lembaga tersebut. Hal ini menyebabkan penanganan kasus kekerasan seksual terhadap anak tidak berjalan secara terpadu dan efisien. 

4. Kesenjangan dalam Penegakan Hukum 

     Penegakan hukum yang tidak merata di berbagai daerah juga menjadi kendala. Beberapa daerah memiliki sumber daya dan fasilitas yang lebih baik dibandingkan daerah lain, sehingga penegakan hukum di daerah yang kurang berkembang sering kali lemah. Hal ini menyebabkan ketidakadilan dalam perlindungan hukum bagi anak-anak di seluruh Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun