Secara keseluruhan, peningkatan kasus kekerasan seksual terhadap anak pada tahun 2024 menuntut tindakan yang lebih tegas dan terkoordinasi dari semua pihak terkait. Penanganan yang komprehensif dan berkelanjutan diperlukan untuk mengatasi masalah ini dan melindungi masa depan anak-anak Indonesia.
 Implementasi Perlindungan Hukum Korban Kekerasan Seksual di Indonesia Â
Hasil penelitian pada tahun 2024 menunjukkan bahwa implementasi Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga masih menghadapi berbagai kendala signifikan. Kendala-kendala tersebut meliputi kurangnya sumber daya manusia yang terlatih, terbatasnya anggaran, serta lemahnya koordinasi antar lembaga yang bertanggung jawab dalam perlindungan anak. Berikut ini adalah penjelasan lebih rinci berdasarkan data terbaru:
1. Kurangnya Sumber Daya Manusia yang TerlatihÂ
  Banyak penegak hukum, termasuk polisi, jaksa, dan hakim, belum mendapatkan pelatihan khusus dalam menangani kasus kekerasan seksual terhadap anak. Pelatihan yang tersedia sering kali tidak memadai untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan dalam menangani kasus-kasus sensitif ini. Akibatnya, proses hukum sering kali tidak sensitif terhadap kebutuhan korban, yang dapat mengakibatkan trauma lebih lanjut bagi anak-anak yang menjadi korban kekerasan seksual. Â
2. Terbatasnya AnggaranÂ
   Anggaran yang dialokasikan untuk implementasi undang-undang perlindungan anak masih sangat terbatas. Hal ini menyebabkan kurangnya fasilitas dan layanan yang tersedia bagi korban kekerasan seksual, seperti pusat krisis, layanan psikologis, dan dukungan rehabilitasi. Selain itu, keterbatasan anggaran juga mempengaruhi kemampuan pemerintah untuk menyediakan pelatihan yang memadai bagi penegak hukum dan petugas layanan sosial.Â
3. Lemahnya Koordinasi Antar LembagaÂ
   Koordinasi antara berbagai lembaga yang bertanggung jawab dalam perlindungan anak, termasuk KPAI, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, kepolisian, dan lembaga non-pemerintah, masih belum optimal. Sering kali terjadi tumpang tindih tugas dan tanggung jawab serta kurangnya komunikasi yang efektif antara lembaga-lembaga tersebut. Hal ini menyebabkan penanganan kasus kekerasan seksual terhadap anak tidak berjalan secara terpadu dan efisien.Â
4. Kesenjangan dalam Penegakan HukumÂ
   Penegakan hukum yang tidak merata di berbagai daerah juga menjadi kendala. Beberapa daerah memiliki sumber daya dan fasilitas yang lebih baik dibandingkan daerah lain, sehingga penegakan hukum di daerah yang kurang berkembang sering kali lemah. Hal ini menyebabkan ketidakadilan dalam perlindungan hukum bagi anak-anak di seluruh Indonesia.