Mohon tunggu...
Shaiecka RadyaRuslan
Shaiecka RadyaRuslan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya adalah Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Hobi saya adalah menulis, topik yang membuat saya menarik adalah topik kesehatan

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Bahasa Mampu Menebar Luka

21 Desember 2024   13:05 Diperbarui: 21 Desember 2024   13:03 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Lebih dari sekedar alat komunikasi, sebuah benang merah yang mengikat manusia dalam jalinan sosial yaitu bahasa, bahasa tidak hanya memungkinkan kita untuk berkomunikasi, tetapi juga membentuk identitas, merefleksikan pikiran, dan bahkan menciptakan keindahan. Dengan kata lain, bahasa tidak hanya mencerminkan realitas, tetapi juga dapat membentuk jendela menuju pikiran manusia. kemampuan berpikir manusia didukung dengan adanya bahasa sebagai alat untuk berpikirnya. Pikiran kita seperti bangunan yang terbuat dari kata-kata. Kita menggunakan bahasa sebagai batu bata yang kita gunakan untuk merakit setiap ruangan dalam pikiran kita Bahasa dijadikan bahan untuk membentuk sebuah konsep dalam pikiran seseorang dan kemudian direpresentasikan dalam bentuk bahasa. Bahasa membantu dalam menganalisis informasi serta memberikan alat untuk mengekspresikan dengan ide-ide unik seseorang dalam berpikir kreatif dan dalam menghadapi setiap permasalahan melalui berpikir secara kritis. Bahasa tidak pernah statis yang senantiasa beradaptasi dengan perubahan zaman, kosa kata baru terus bermunculan mengikuti perkembangan zaman.  
    Sering kali bahasa sebagai alat yang netral dan objektif, penggunaan bahasa yang tidak hati-hati dapat memicu kesalahpahaman, deskriminasi, bahkan konflik yang dapat melukai perasaan orang lain. Peristiwa penyebaran hoaks di media sosial menjadi bukti nyata betapa berbahayanya penggunaan bahasa jika disalah gunakan atau tidak bertanggung jawab. "Tidak seorang pun yang terlahir membenci orang lain hanya karena warna kulit, latar belakang, atau agama. Seseorang harus belajar membenci, dan jika mereka bisa belajar membenci, mereka bisa diajarkan untuk mencintai, karena cinta datang lebih alami bagi hati manusia dari pada kebalikannya" (Nelson Mandela). Bahasa yang kita ucapkan memiliki kekuatan untuk membangun atau menghancurkan hubungan. Seorang filsuf bahasa kenamaan bernama Ludwig Wittgenstein mengemukakan bahwa (batas bahasa saya adalah batas dunia saya). Dengan kata lain, sejauh mana kita mampu memahami dunia, sejauh itulah kemampuan bahasa kita. Pernyataan yang merujuk pada pemikiran Wittgenstein mengajak kita untuk memahami dan menembus batas dunia kita. Dengan bahasa yang dikuasai membentuk cara seseorang melihat dan memahami realitas. Jika seseorang memiliki kosakata yang kaya dan beragam, ia akan mampu mengekspresikan ide-ide kompleks dan nuansa yang lebih dalam. Sebaliknya, keterbatasan dalam bahasa dapat membatasi pemahaman dan pengalaman seseorang. Fenomena penyebaran informasi palsu melalui platform media sosial di Indonesia telah menimbulkan keprihatinan yang mendalam. Aksesibilitas teknologi yang semakin luas telah dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu untuk menyebarkan berita bohong yang berpotensi memicu konflik sosial. Bahasa yang digunakan dalam konten-konten yang ada di media sosial tersebut seringkali dirancang untuk memancing emosi dan memicu konflik di masyarakat. Oleh karena itu, kita perlu bijaksana dan berhati-hati dalam memilih serta memastikan bahwa yang kita ucapkan tidak menyinggung apalagi melukai perasaan orang lain. Pernyataan yang provokatif dalam menggunkan bahasa komunikasi yang tidak berdasar dan penuh kebencian dapat memicu perselisihan yang luas serta keributan massal dan memecah belah antar individu satu dengan yang lain. Dengan demikian sudah saatnya kita bertanggung jawab atas setiap kata yang diucapkan serta memilih informasi yang kita sebarkan dengan hati-hati dan menggunakan bahasa dengan bijak terhadap informasi yang kita terima.
    Sebuah kasus mengenai orang tua yang sering menggunakan bahasa yang kasar atau meremehkan anak-anak dapat  merusak hubungan keluarga dan menyebabkan psikilogis anak terganggu dan merasa tidak dihargai. Ketika komunikasi antar pengguna bahasa gagal menciptakan kedekatan emosional, justru muncul kesalahpahaman. Bahasa yang seharusnya menyatukan pikiran justru menjadi penghalang, sehingga komunikasi tidak efektif. Salah satu konsekuensi buruk dari penggunaan bahasa yang tidak pantas pada anak adalah timbulnya kekerasan verbal. Kekerasan verbal adalah bentuk penggunaan bahasa yang cenderung kasar atau dapat disebut sebagai penghinaan. Kekerasan verbal yang diucapkan dapat berdampak pada tekanan mental bagi lawan bicaranya, sehingga merugikan orang lain. Berbagai efek dari kekerasan verbal pada anak juga dapat memicu gangguan psikologis. Anak yang sering mengalami kekerasan verbal mungkin merasa kurang percaya diri terhadap lingkungan sekitarnya. Selain itu, anak tersebut cenderung kehilangan semangat untuk belajar atau mengalami penurunan motivasi belajar, yang pada gilirannya dapat menghambat perkembangan mereka. Dalam situasi ini, penggunaan bahasa yang tidak bijaksana dapat menyebabkan berbagai masalah, termasuk terjadinya miskomunikasi yang dapat berujung pada konflik. Ketika seseorang berbicara tanpa mempertimbangkan pilihan kata atau nada yang digunakan, pesan yang disampaikan bisa jadi tidak dipahami dengan benar oleh lawan bicara. Hal ini sering kali terjadi karena perbedaan interpretasi terhadap kata-kata yang diucapkan. Misalnya, ungkapan yang dianggap biasa oleh satu pihak mungkin terdengar menyinggung atau kasar bagi pihak lain. Ketika perasaan terluka atau tersinggung muncul akibat penggunaan bahasa yang tidak hati-hati, individu yang terlibat mungkin merasa perlu untuk membela diri atau merespons dengan cara yang defensif. Ini dapat menciptakan suasana yang semakin tegang dan memperburuk situasi. Hal ini bisa terjadi dengan akibat kurangnya empati, kurangnya pengetahuan tentang bahasa. Jadi, birfikirlah terlebih dahulu sebelum berbicara serta memilah kata dengan hati-hati. Penggunaan bahasa kasar terus menerus mencerminkan kualitas cara berbicara kita dengan orang lain. Dari kasus ini menunjukkan betapa pentingnya kita memperhatikan penggunaan bahasa, bahasa yang positif dan penuh kasih sayang dapat memberikan dampak yang sangat positif bagi orang lain. Sebaliknya, bahasa yang negatif dapat menimbulkan luka emosional dan berdampak pada kualitas hidup seseorang.
Perlu diingat, penggunaan bahasa yang sopan dan bijaksana dapat menciptakan hubungan yang lebih baik dan harmonis antarindividu.Ketika kita berkomunikasi dengan menggunakan bahasa yang santun, kita menunjukkan rasa hormat kepada orang lain. Hal ini dapat memperkuat ikatan sosial dan menciptakan suasana yang positif dalam interaksi. Sebaliknya, penggunaan bahasa yang kasar atau tidak pantas dapat merusak hubungan dan menciptakan ketegangan.Selain itu, kita juga harus menyadari dan bertanggung jawab atas kata-kata yang kita ucapkan. Dalam era modern ini, bahasa berfungsi sebagai alat penting untuk membangun koneksi antar manusia, memperluas wawasan, serta membantu kita memahami dunia yang lebih luas. Dengan demikian, kita harus menyadari bahwa setiap kata yang kita ucapkan memiliki dampak. Oleh karena itu, penting untuk selalu berusaha menggunakan bahasa yang positif.
 
Penulis: Shaiecka Radya Ruslan
Mahasiswa Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun