Mohon tunggu...
SHAHRUL FAUZI
SHAHRUL FAUZI Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA UNIVERSITAS AIRLANGGA

merupakan seorang nihilis yang ingin menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Membagikan Postingan Depresi di Media Sosial

5 Juni 2024   21:11 Diperbarui: 5 Juni 2024   22:57 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dengan banyaknya media informasi seperti sosial media kita, bisa menyalurkan segala keresahan kita terhadap dunia lewat jejaring sosial seperti X, Tik Tok, Instagram dan Facebook dalam berbagai postingan dan ini adalah hal yang sering sekali dilakukan oleh generasi milenial dan generasi z  sering kali kita melihat banyak postingan tentang depresi, anxiety dan berbagai penyakit mental lainnya. 

Kebiasaan ini menjadi hal yang lazim di lakukan karena dari beberapa studi dengan melakukan hal seperti memposting keresahan di sosial media dapat menurunkan atau menstabilkan emosi mental mereka.

Kegiatan membagikan tweet atau video yang bertema akan depresi menjadi hal yang masih sering diperdebatkan apakah hal itu baik atau hanya sebagai ajang untuk meraih atensi. 

Biasanya perbedaan pendapat terjadi oleh generasi yang berbeda umumnya dengan generasi x atau ke bawah menganggap kalau kebiasaan membagikan postingan bertema depresi atau hal yang mirip adalah tindakan yang sangat memalukan karena bagaimanapun manusia haruslah bisa siap dan kuat menghadapi tantangan di dalam dunia. 

Biasanya akan argumen tersebut akan diperuntukkan bagi laki-laki karena laki-laki masih memiliki stigma di masyarakat haruslah kuat dalam menghadapi masalah mental.

Argumen lain adalah tentang kebebasan untuk berekspresi. Semua generasi dan semua gender dapat membagikan perasaan yang sedang dia rasakan sesuka hatinya tanpa adanya tembok pembatas sosial. Mereka bisa membagikan semua keluhannya ke sosial media sebagai salah satu opsi untuk menenangkan atau menyeimbangkan emosi mereka (gen z dan milenial).

Mengutip dari artikel dari Ketron dengan judul "Overcoming information overload in retail environments: Imagination and sales promotion in a wine context" bahwa keadaan depresi dan perasaan negative lainnya akibat penggunaan media sosial dapat menyebabkan meningkatnya keadaan depresi seseorang sehingga secara psikologi dapat mempengaruhi penggunaan media sosial oleh user itu sendiri. Hal ini mengindasikan bahwa keadaan sedih yang di bagikan terus menerus akan mengakibatkan efek bagi para pengguna lainnya.

 

Apakah Hal Ini Bisa Ditolelir?

Ada beberapa hal yang harus kita pelajari tentang bagaimana kegiatan membagikan postingan yang bertema depresi ini muncul. Pertama adalah keadaan psikologi yang disebut Fear of Mising Out (FOMO) ada ketakutan Ketika kita tertinggal suatu trend atau hal yang sedang sering dijadikan topik di dalam sosial media itu sendiri. 

Ada beberapa kasus dimana keadaan tidak lah sepenuhnya seperti apa yang terjadi dalam beberapa postingan pengguna hanya menginginkan atensi memonopoli topik tentang depresi sehingga bisa menjadi wadah untuk para pengguna yang sama berbagi informasi di dalam komentar yang biasanya memiliki keadaan mental yang sama atau mencoba untuk menghibur keadaan pengguna yang depresi untuk segera lekas sembuh.

Kedua adalah kurangnya interaksi di dalam dunia nyata. Beberapa generasi Z dan millenial lebih suka untuk menghabiskan waktunya dengan sendiri sehingga tidak ada teman untuk berbicara di dunia nyata atau juga dengan kemungkinan cerita itu tersebar ke teman lainnya atau dinamakan dengan trust issue.

Sehingga menjadikan sosial media menjadi tempat yang aman bagi mereka untuk mengungkapkan perasaan mereka secara eksplisit dan apa adanya dibandingkan dengan bercerita langsung bersama teman karena dengan adanya sosial media para pengguna bisa mengatur akun mereka se anonimus mungkin sehingga hanya sedikit yang tahu tentang mereka sehingga mereka bisa leluasa untuk mengungkapkan keluhan mereka.

Jika kita terjun lebih dalam apakah tindakan ini adalah tindakan yang benar atau tidak maka kita harus objektif terhadap suatu pengguna dan golongan dimana hal ini adalah sebuah hal yang sangat saya tidak setujui karena setiap pengguna mempunyai alasan berbeda dalam bagaimana mereka mengekspresikan apa yang dia rasakan. 

Sehingga tindakan untuk membagikan perasaan depresi di sosial media merupakan tindakan yang baik dan positif selama itu bisa menenangkan emosi mereka dan lepas dari bebas yang mereka rasakan, karena beberapa diantara mereka tidak mampu untuk menyewa seorang psikologis dan media sosial menjadi satu-satunya pilihan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun