Mohon tunggu...
SHAHNAZ SABAHUNNUR KAUTSAR
SHAHNAZ SABAHUNNUR KAUTSAR Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi semester 3 Program Studi Jurnalistik, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. (NIM 11220511000092)

Movie enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengundi Nasib dengan Anak Panah: Kebiasaan Masyarakat Zaman Jahiliyah

19 Juni 2024   06:03 Diperbarui: 19 Juni 2024   06:24 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Mengundi nasib pada zaman Nabi Muhammad sudah menjadi kebiasaan orang-orang jahiliyah dalam menentukan nasib dirinya atau seseorang dan hal yang hendak dilakukan. Seperti, bepergian, berperang, menikah, berdagang, dan lain sebagainya. Mereka mengundi nasib dengan menggunakan anak panah. Anak panah dalam bahasa Arab disebut dengan Al Azlam (jamak) dan atau Zulam (tunggal). Secara Bahasa menurut kitab Al Mu'jam Al Wasith bermakna anak panah tanpa bulu. Dengan demikian Azlam adalah anak panah yang belum diberi bulu keseimbangan dan besi runcing pada ujungnya sehingga disebut juga sebagai tongkat atau tombak.

Menurut tafsir Ibnu Katsir karya Imaduddin Abul Fida' Ismail bin Umar bin Katsir. Muhammad ibnu Ishaq menyebutkan bahwa berhala orang Quraisy yang paling besar diberi nama Hubal. Berhala ini dipancangkan di atas sebuah sumur yang berada di dalam Ka'bah, di dalamnya terdapat persembahan berhala dan harta Ka'bah. Di dekat berhala tersebut terdapat tujuh buah anak panah yang pada masing-masing tertera tulisan yang biasa mereka gunakan untuk memecahkan masalah-masalah yang sulit bagi mereka.

Pada umumnya, Azlam merupakan tiga buah anak panah, salah satunya bertuliskan amaroni robbi (Tuhan (berhala) memerintahkanku), kedua nahani robbi (Tuhan (berhala) melarangku), dan terakhir tidak terdapat tulisan apa pun, maka ia harus mengundinya lagi. Jika setelah dikocok keluar panah yang bertuliskan kata perintah, maka ia harus mengerjakannya, jika yang keluar kata larangan, maka ia harus meninggalkannya.

Rasulullah SAW pernah bersinggungan. Beliau bersabda, "Aku adalah anak dua orang yang disembelih." yang dimaksud anak yang disembelih adalah keturunan orang yang hendak disembelih. Yang pertama, beliau adalah keturunan Nabi Ismail, yang hendak disembelih Nabi Ibrahim. Dan yang kedua adalah putra dari Abdullah bin Abdul Muthalib. Dikisahkan, Abdul Muthalib pernah bersumpah akan membunuh anaknya jika mencapai bilangan sepuluh. Namun, pada akhirnya beliau memiliki anak genap sepuluh. Kemudian ia mengundi siapa anak yang akan disembelih. Undian yang keluar jatuh kepada Abdullah. Abdul Muthalib pun mengambil golok hendak menyembelih Abdullah. Namun, hal itu dicegah oleh para keluarganya, dan Abdullah diganti dangan tebusan seratus unta.

Mengetahui undi nasib merupakan hal yang merugikan, Allah SWT berfirman: "Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kalian mendapat keberuntungan. Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kalian." (Al-Maidah: 90-91) sampai dengan firman-Nya: "Maka berhentilah kalian (dari mengerjakan perbuatan itu)." (Al-Maidah: 91). Dalam ayat ini disebutkan oleh firman-Nya dengan makna yang sama, yaitu: "Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah) itu adalah kefasikan." (Al-Maidah: 3) Yaitu melakukan perbuatan tersebut akan mengakibatkan kefasikan, kesesatan, kebodohan, dan kemusyrikan.

Dari Jabir ibnu Abdullah yang menceritakan bahwa Rasulullah SAW pernah mengajarkan kepada kami beristikharah dalam semua urusan, sebagaimana beliau mengajarkan Al-Qur'an kepada kami. Untuk itu beliau bersabda: "Apabila seseorang di antara kalian berniat akan melakukan suatu urusan, hendaklah ia shalat dua rakaat bukan shalat fardu". Dengan demikian Allah telah memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman, apabila mereka merasa ragu dalam urusan mereka, hendaknya mereka melakukan istikharah kepada-Nya, yaitu dengan menyembah-Nya, kemudian memohon petunjuk dari-Nya tentang perkara yang hendak mereka lakukan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun