Lembaga atau institusi pendidikan dan lembaga sosial kemasyarakatan dan lainnya dapat dikatakan sebagai ranah (field) dimana terjadi interaksi antara para aktor serta terjadi banyak persaingan para aktor. Bourdieu melihat bahwa keterampilan dan kemampuan literasi digital dapat dipengaruhi oleh orang-orang disekitar kita, seperti teman, guru, dan keluarga. Mengingat infrastruktur di Indonesia yang belum merata, sehingga banyak muncul kesenjangan terkait akses dan penggunaan perangkat elektronik untuk mendukung kemampuan literasi digital masyarakat. Kesenjangan digital yang terdapat di dalam masyarakat dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi yang menyebabkan perbedaan nilai-nilai budaya seseorang. Persaingan yang terjadi disuatu ranah dipengaruhi oleh kemampuan literasi digital seseorang dalam membangun pengetahuan mereka untuk menghasilkan, mengakses serta memahami konten digital. Kemampuan literasi digital seseorang juga melihat kekuatan legitimasi menjadi "melek" digital di lingkungan sosial mereka. Sehingga, mereka yang memiliki kemampuan literasi digital dapat bersaing ditengah perkembangan teknologi digital ini.
Selanjutnya, modal dalam pengertian Bourdieu sangatlah luas karena mencakup modal ekonomi yang meliputi alat produksi, materi, dan uang; modal kultural/budaya meliputi pengetahuan dan pendidikan; modal sosial meliputi relasi atau koneksi; dan modal simbolik meliputi nilai-nilai yang berbentuk prestise, status dan otoritas. Modal-modal ini harus ada dalam setiap ranah, agar ranah tersebut memiliki arti atau makna. Legitimasi aktor dalam tindakan sosial ini dipengaruhi oleh kepemilikan modal. Modal juga dapat dipertukarkan dengan modal yang lainnya, serta juga dapat diakumulasikan antara modal satu dengan yang lainnya.
Di era yang serba digital ini menjadikan kemampuan literasi digital sebagai kebutuhan bagi semua orang untuk dapat bertahan di era disrupsi. Salah satu penyebab Indonesia belum bisa menyentuh era revolusi industri 5.0 adalah karena Indonesia belum selesai dengan era revolusi industri 4.0. jauh dari itu, masih banyak individu yang belum merasakan dampak positif digital dalam proses pengembangannya. Kesenjangan digital sering kali dikaitkan dengan aspek ekonomi politik yaitu dengan kepemilikan modal yang tidak merata dari pemangku kepentingan yang mengontrol informasi serta kebijakan dalam menggunakan internet. Ketidakmerataan modal yang dimiliki oleh setiap anggota masyarakat menjadikan kurangnya kemampuan literasi bagi sebagian masyarakat. Hal ini bisa disebabkan karena adanya keterbatasan dalam mengakses modal untuk mengembangkan dan memperkuat kemampuan literasi digital seseorang. Akhirnya kemampuan dan keterampilan literasi digital hanya didominasi atau dikuasai oleh sekelompok orang yang memiliki modal dalam mengakses konten digital untuk mengembangkan kemampuan literasi digital mereka.
Sehingga, dapat disimpulkan bahwa kemampuan literasi digital sangatlah dibutuhkan untuk setiap individu yang mengonsumsi informasi melalui konten digital agar bisa menjadi pengguna teknologi digital yang bijak. Dan dalam hal ini juga dapat dilihat bahwa habitus dalam pengembangan kemampuan literasi digital individu menurut Bourdieu merupakan cara bagaimana individu membentuk pemikirannya yang dapat mempengaruhi modal yang dimiliki dan karenanya berdampak pada ranah (field) tempat mereka tinggal serta saling terkait satu sama lain.
(Shafira Miftahul J., Mahasiswi Pendidikan Sosiologi FIS UNJ)
Referensi
Baron, R. J. (2019). Digital Literacy. The International Encyclopedia of Media Literacy, 1--6. https://doi.org/10.1002/9781118978238.ieml0053
Elpira, B. (2018). Pengaruh penerapan literasi digital terhadap peningkatan pembelajaran siswa di SMP Negeri 6 Banda Aceh (Doctoral dissertation, UIN Ar-Raniry Banda Aceh).
Felix, S. (2021). Setahun Belajar dari Rumah dalam Perspektif Bourdieu. Diakses pada 18 Desember 2021 pukul 21.00. (https://www.kompasiana.com/sadanafelix3981/60e8175f06310e521744c733/setahun-belajar-dari-rumah-dalam-perspektif-bourdieu?page=all#sectionall)
Krisdinanto, N. (2014). Pierre Bourdieu, Sang Juru Damai. KANAL: Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol.2. No.2. 189-206.