Mohon tunggu...
Shafira Ainurrafa
Shafira Ainurrafa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Biasa

Setelah kuliah di Jurnalistik, ketertarikan pada menulis mulai berkurang. Namun, saya tidak punya pilihan selain menggeluti bidang ini karena menulis adalah dasar dari Jurnalistik itu sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Emosi dan Perasaan Itu Bukan Hanya Milik Perempuan

4 Januari 2023   13:23 Diperbarui: 4 Januari 2023   13:30 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Francisco Gonzalez on Unsplash   

Dari hal ini, pria memiliki kecenderungan untuk menyimpan semua masalahnya sendiri di mana emosi dan perasaan akan menumpuk seiring berjalannya waktu. Masalah perihal menumpuknya perasaan dan emosi ini bukanlah masalah kecil karena akibatnya fatal.

Menurut penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat, setidaknya ada lebih dari 6 juta pria yang terserang depresi setiap tahunnya. Selain itu, pria juga memiliki kemungkinan 2 sampai 3 kali lebih besar terserang gangguan karena penggunaan obat-obatan dibandingkan wanita. Dalam hal ini, bunuh diri menjadi memimpin sebagai penyebab utama kematian dari pria. Dengan begitu, dapat dilihat bahwa pria membutuhkan akses terhadap dukungan mental yang dapat dimulai dengan masyarakat menerima dan mendukung situasi ketika seorang pria menangis.

Dampak yang mungkin hadir di diri lelaki ketika mereka menahan diri untuk tidak menangis dan menekan emosi juga perasaan mereka adalah mungkin sekali lelaki akan membentuk perilaku yang destruktif yang tengah menunggu waktu untuk pecah. Ketika lelaki tidak bisa mengekspresikan perasaan dan emosi mereka secara bebas, emosi dan perasaan mereka seringkali diekspresikan dengan bentuk agresif dan kekerasan. Steoreotip toxic masculinity ini tidak hanya mengganggu sisi psikologis lelaki, tetapi juga dapat menginisiasi terjadinya kekerasan berbasis gender.

Selain itu, dengan menumpuknya perasaan dan emosi yang dipendam sendiri, depresi akan menghantui lelaki. Mereka akan merasa kebingungan karena tidak tahu dengan siapa harus mengungkapkan emosi dan perasaan mereka. Bahkan menurut penelitian, ketika lelaki mendapatkan bantuan dari tenaga kesehatan profesional, mereka akan tetap berbicara atau bertanya lebih sedikit dibandingkan ketika perempuan yang menemui tenaga kesehatan profesional. Jika terus begini, akibat paling fatal yang mungkin terjadi adalah bunuh diri. Angka bunuh diri bagi pria lebih tinggi dibandingkan perempuan. 

Meskipun perihal alasannya itu kompleks, tidak bisa dipungkiri bahwa faktor penyebabnya ada pada diri sisi psikologisnya karena masyarakat dan lingkungan mereka menuntut diri mereka agar selalu terlihat kuat karena seperti itulah seorang "lelaki sejati." Padahal, menunjukkan kelemahan bukanlah hal yang salah.

Tidak mudah untuk mengubah sudut pandang seseorang terhadap suatu permasalahan atau suatu isu. Sama halnya dengan mengharapkan bahwa masyarakat bisa lebih peka lagi terhadap permasalahan yang dihadapi oleh pria. Bahwa apapun emosi dan perasaan juga permasalahan yang dimiliki pria itu sama pentingnya dengan apa yang dirasakan oleh wanita. Kepekaan ini diusahakan dapat hadir dengan memahami bahwa pria juga manusia yang memiliki emosi dan perasaan sehingga apapun yang mereka rasakan itu benar apa adanya dan mereka tetap membutuhkan bantuan yang sama seperti orang-orang lainnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun