Mohon tunggu...
Rara
Rara Mohon Tunggu... Freelancer - Simple Present

Film adalah Seni Menikmati Tragedi

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Beef (2023): Drama Psikologi Masa Kini

29 Juli 2023   20:25 Diperbarui: 29 Juli 2023   20:28 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source : Netflix (2023) via sonora.id

Bosan dengan serial mental health issues yang berakhir dengan menangis bersama para karakter dalam serialnya? Kamu datang di laman yang tepat. Kita akan bersama-sama menelisik lebih jauh serial terbaik menurut saya tahun ini. Tenang saja ini bukan tentang daging mana yang lebih enak dan layak dibayar mahal, Beef disini merupakan american slang yang artinya sebuah perasaan sebal-dongkol-gondok-dendam bin kesumat terhadap seseorang. Setelah tahu makna dan lihat posternya jadi lebih masuk akal kan? So, let's move on!

Premisnya sederhana, kok. Di suatu hari yang buruk buat Danny Cho (Steven Yeun) dia mau keluar dari swalayan dengan mundurin mobil dan tanpa sengaja seakan-akan ingin menabrak mobil Amy Lau (Ali Wong) eh tapi Amy justru nge-gas balik dengan nyalain klakson mobil yang bikin muak sambil ngacungin jari tengah, haha! Mungkin aku, kamu, kita semua pernah menjalani hari yang buruk dan cuma mau mengumpat dengan sumpah serapah di sisa hari itu. Mungkin kita akan lupain orang tolol yang gak bisa markir mobil dengan benar, mungkin kita juga akan lupain orang tolol yang sengaja ngambil jalan kita sambil sedikit teriak "bego" dalam hati (tapi dikeluarin juga boleh). Tapi disini lah menariknya, drama ini punya eksplorasi tentang perasaan sebal-dongkol-gondok-dendam bin kesumat terhadap seseorang yang tidak terbatas dan tidak terduga. Premis yang sederhana ini tentu tidak semudah eksekusinya. Diproduksi oleh production house andalan kita semua A24 yang tidak perlu diragukan lagi karya-karyanya. Serial ini bisa jadi tolok ukur pengembangan karakter bagi serial-serial yang akan datang. Jadi soal acting dan desain produksi kita longkap saja.

Berjumlah 10 episode, kita bagi menjadi 3 urutan yaitu : pemicu - klimaks - akhir. Pada bagian pemicu di episode-episode awal kita dibeberkan segala tingkah laku tidak masuk akal yang dilakukan oleh kedua karakter, sayang sekali saya tidak ingin mengumbar isi cerita karena tentu akan mengurangi gairah menontonnya. Penulisan yang cerdas membuat pengembangan karakternya terutama pasangan tokoh utama kita yang disatu sisi sama sekali tidak masuk akal tapi di sisi lain anehnya kita memahami perasaan tersebut. Karena sesungguhnya perasaan dendam itu mungkin manifestasi banyak hal dalam hidup kita yang selama ini dipendam, tak jelas akan dibuang kemana sampai akhirnya bertemu dengan 'pelampiasan' yang ternyata malah seperti lawan setara. Entah lah, dari tatapannya kita bisa bisa merasakan bahwa Amy dan Danny seperti bersyukur akhirnya mereka bertemu untuk saling menyakiti satu sama lain. Tapi selain karakter utama, semua karakter pendukung disini juga pelan-pelan mulai membuka kartu sakti yang akan saya ceritakan belakangan. Setiap episode pemicu memberikan after taste berupa senyum nyengir dengan tatapan nanar. 

Di bagian klimaks, ini adalah bagian yang membawa kompleksitas dan eksplorasi paling gila. Balik lagi, saya mau memuji penulisan naskahnya yang menyimpan setiap detail dengan sangat tertutup sekaligus terbuka sehingga menontonnya seperti naik roller coaster tanpa sabuk pengaman. Setiap plot twist dibongkar and DAMN! Setelah rangkaian episode klimaks, jangan marah kalau kamu turun dari roller coaster dengan berdarah-darah. Di awal kita melihat bagaimana setiap karakter punya macam-macam ide gila untuk saling balas dendam, di sini kita akan diberikan 'alasan' atas setiap kelakuan Amy dan Danny. Kenapa saya bilang drama psikologi? Karena sederhananya serial ini ingin membahas tentang sifat manusia yang tak pernah hitam atau putih melainkan sebuah unit utuh yang dibentuk dari setiap persimpangan jalan yang mereka hadapi. Bahkan tidak ada benar ataupun salah karena sulit untuk menakar kedalaman hati seseorang. Segala emosi yang coba ditampilkan dalam serial ini seperti sedih, marah, dendam, bersalah, tragis bahkan ironi rasanya melekat bahkan di titik tertentu menggugah perasaan kita. Sangking dinamisnya bahkan saya lupa genre awal serialnya karena menjelang akhir semakin beragam mulai dari drama-tragedi-komedi-family-thriller sampai ke horor. Sepintas mengingatkan kita dengan film Parasite (2019). 

Namun justru bagian akhir adalah bagian favoritnya, setelah semua yang dialami Amy dan Danny kira-kira apa yang mereka lakukan setelah ini semua? Mengingat umur mereka yang sudah kepala empat, agaknya minta maaf seperti hal yang sia-sia tapi tanpa maaf apa yang bisa mereka upayakan untuk berdamai? Setelah turun dari roller coaster dengan berdarah-darah, pastikan kamu membawa tissue atau mungkin buku karena sisa episode terakhir ini membawa kita pada cerita lain yang sangat tidak terduga. Barangkali kamu mau mengutip percakapan Amy dan Danny, karena saya pun begitu. Episode terakhir ini mengingatkan saya pada kalimat di salah satu ayat yang mengingatkan bahwa dunia ini adalah senda gurau. Kalau begitu kita nikmati saja pertunjukkannya, sesakit-sakitnya dan sesulit-sulitnya. 

Terakhir dan yang paling menyenangkan, setelah selesai menonton setiap episodenya luangkan waktu untuk berpikir sejenak saat melihat judul setiap episode dan lukisan dimenit-menit awalnya. Kamu mungkin akan tersenyum. Coba saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun