Mohon tunggu...
Rara
Rara Mohon Tunggu... Freelancer - Simple Present

Film adalah Seni Menikmati Tragedi

Selanjutnya

Tutup

Film

Her (2013): Kesepian dan Perjalanan untuk Memaafkan

9 April 2023   09:19 Diperbarui: 9 April 2023   09:27 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akan saya mulai kalimat pertama pada tulisan ini dengan kejujuran, bahwa beberapa waktu kebelakang ini adalah waktu yang tidak mudah bagi kehidupan pribadi saya. Dan setelah lama menaruh judul film ini pada watchlist, atas dasar rasa kesepian yang sama saya akhirnya memilih untuk nonton. 

Rasa-rasanya kita mau gak mau sepakat dengan fakta bahwa kehidupan kita sudah sangat dekat dengan segala kemudahan yang dibantu kecerdasan buatan, tapi sekarang mereka semua begitu dekat dan menjadi bagian dari kehidupan pribadi, membantu pekerjaan sehari-hari atau bahkan menjadi teman mengobrol semalam suntuk, atau lebih gila lagi bisa saling merangsang satu sama lain. Singkatnya, film ini menggambarkan segala kemudahan itu di setiap scene nya. Lalu kemudian saat kecerdasan buatan manusia dan kecerdasan buatan Tuhan sudah tak terpisahkan, apalagi yang membedakan? 

Setiap babak dalam film ini membawa pertanyaan yang saya ingin tanyakan juga dalam hidup saya. Theodore Twombly (Joaquin Phoenix) yang bekerja sebagai budak korporat mengalami peristiwa yang membuatnya tinggal berjauhan dengan istrinya dan saat ini keadaan jauh lebih rumit dengan permintaan penandatanganan putusan cerai. Merasa kesepian, ia menemukan sebuah sistem operasi bernama Samantha untuk menjadi 'teman' yang tidak disangka memiliki segala hal yang diinginkan bahkan dibutuhkan oleh Theodore. 

Sebelum ke pertanyaan pertama, saya sangat menikmati pemilihan sinematografi di setiap babaknya. Ratio 1.85:1 dalam film ini sering kali menampilkan kesan penuh dan kosong. Menonton nya membuat saya menunggu-menunggu akan kah ada jumpscare di ujung sana? Karena ratio yang lebar ini cukup untuk melihat perspektif Theodore yang melihat dunia tampak ada namun hampa. Sesekali bahkan kita diberi penglihatan Samantha dengan gaya ala-ala kamera vlog, perspektif ini juga cukup menarik. Kemudian scoring yang membantu kita memahami suasana hari Theodore, favorit saya tetap saat ia berduet dengan Samantha. Lalu yang memberi nyawa pada film ini menurut saya adalah dua hal; landscape perkotaan dan tatapan mata Theodore. Dunia metropolis memang punya kesan dekat dengan tema kesepian, entah hanya stereotype orang yang iri dengan gemerlap kota atau memang kenyataan nya yang seperti itu. Saya kurang yakin diantara dua pilihan itu tapi saya yakin bahwa landscape perkotaan dengan gedung-gedung yang gemerlap membawa pernyataan kuat bahwa sebanyak apapun orang di dunia ini, kesepian adalah keniscayaan. Kemudian tentang tatapan mata Theodore, saya bisa bilang hampir seperempat film ini menyorot kearah nya kemudian mata nya menantang balik dengan tatapan itu. Saya habis berkata-kata. Kamu harus coba tonton sendiri.

Lalu bagian pertanyaan yang mau saya tanya, apa benar cara untuk mengatasi kesepian adalah dengan ditemani? Kemudian film ini menjawab, iya. Sepanjang film kita tidak pernah melihat senyum Theodore sesumringah saat bersama Samantha. Atau dalam kata lain, tak ada seorang pun yang mengerti dan menerima Theodore setulus itu sebelumnya. Adegan di pantai adalah favorit saya selanjutnya. Tapi kemudian saya yakini rasa sepi adalah gejala dari sebuah masalah yang sebetulnya lebih mendasar, dalam hal ini adalah tentang rasa bersalah dan penerimaan. Kata maaf yang akhirnya tak pernah mengembalikan apapun namun memberikan pernyataan kemurahan hati untuk menerima diri sendiri.

Pada akhirnya dengan sistem operasi atau manusia sekalipun, rasa kesepian bisa saja berkurang tapi menyelesaikan persoalan tentang maaf yang belum tersampaikan itu sebaiknya didahulukan bukan? 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun