Jalan yang paling rasional dan bermoral adalah mengembalikan dunia sastra (karya puisi) pada jalurnya sendiri, yakni jalan tradisi. Mengapa harus tradisi? Pertanyaan yang sama juga bisa diajukan, mengapa harus modern? Ini berkenaan dengan pilihan-pilihan posisi. Posisi kesejatian masing-masing jalan pilihan. Jika modernisme adalah posisi pembrontakan terhadap tradisionalisme. Maka tradisionalisme adalah posisi gerakan yang akan menyadarkan modernisme untuk kembali ke kesejatian yang sesungguhnya.
Jika merujuk pada defenisi terminologis dari tradisi yang berakar kata tradisio,seperti yang disebut Sayyed Hossen Nasr sebagai ikatan ke Surga, ikatan pada Kesejatian, Prinsip Keabadian, maka karya-karya sasrta, terutama puisi haruslah merupakan refleksi Intelektual dan Spritual. Atau yang disebut Sayyad Hosesein Nasr sebagai hasil imposisi prinsip Spritual dan Intelektual pada materi atau subtansi bahasa.
Dengan demikian karya-karya sastra, khususnya puisi  yang di hasilkan memiliki relasi dengan semesta keabadian dan jauh dari sekedar karya tangan manusia yang sederhana.
Janganlah bangun rumahmu di tanah orang lain
Bekerjalah demi cita-citau sendiri yang sejadi di dunia ini
Jangan sampai kau terjerat oleh bujukan orang asing
Siapa orang asing itu kecuali nafsu-nafsumu akan dunia?
Dialah sumber bencana dan kepiluanmu
Selama Cuma tubuh yang kaurawat dan kaumanjakan
Takkan subur jiwamu, takkan pula teguh. (Jalaluddin Rumi, 1207-1273 M) Â Â