YOGYAKARTA- Jogja merupakan daerah Istimewa yang tidak hanya dikenal sebagai kota pelajar dan kota wisata di Indonesia, tetapi di dalamnya juga menyimpan beraneka ragam kebudayaan para leluhur yang patut di lestarikan pada zaman modern ini. Hal ini bias dilihat dari masyarakat misalnya, masyarakat jogja lembut dan sopan dalam sikapnya.
Jogja sebagai kota wisata selalu menghadirka daya tarik tersendiri. Dari tahun ketahun turis lokal dan manca Negara memadati wisata yang ada di Jogjakarta dan di sekitarnya. Contoh tempat wisata sekaligus tempat kebudayaan asli jogja adalah Keraton Ngayogyakarta hadiningrat. Di dalamnya banyak tersimpan kebudayaan dari keistimewaan keraton Ngayogyokarto hadiningrat yang harus di ekspos. Selama ini para wisatawan hanya mengetahui keindahan keratin tanpa mengetahui siapa yang menjaga dan merawat keindahan keraton setiap harinya.
Perlu diketahui bahwa orang orang yang menjaga dan merawat keraton setiap harinya adalah abdi dalem. Abdi dalem adalah orang yang mengabdi di keraton baik keturunan asli keratin atau orang luar yang menyerahkan jiwa raganya hanya untuk keraton. Keseharian abdi dalem banyak menyimpan ketertarikan yang perlu di telusuri dari para turis atau wisatawan yang dating mengunjungi keraton Ngayogyakarta hadiningrat.
Salah satu abdi dalem yang penulis temui adalah Bapak Sri Undoro dengan gelar di abdi dalem Raden Penewu Yudho. Beliau adalah pensiunan tentara yang jabatan terakhirnya adalah Komandan Koramil pada tahun 1994. Setelah tahun 1994 pada tahun 1995 beliau mencari pekerjaan tambahan dan menjadi tour guide atau pemandu wisata resmi di keraton. Bapak Undoro salah satu dari 6 pemandu wisata abdi dalem yang bekerja di keratin. Selain itu, beliau adalah golongan abdi dalem Raprajan atau orang asli keturunan keratin dengan silsilah yang berasal dari Sultan Hamengkubuwono ke II, dari putera ke 80 atau putra terakhir yang bernama Pangeran Timur.
Pendapatan bapak Undoro dari pekerjaan pemandu wisata tidak menentu tergantung dari hati sosial para wisatawan, pernah tidak mendapatkan upah padahal sudah memberikan informasi tentang keseluruhan keraton tetapi paling tinggi beliau pernah mendapaktkan upah lima ratus ribu rupiah karena mungkin wisatawan puas dan berhati social tinggi terhadap bapak Undoro. Selain medapat upah dari para wisatawan para abdi dalem yang lain juga mendapat gaji atau imbalan dari keratin yaitu uang yang tidak lebih limapuluh, bahan pangan dan sertifikat tanah yang di ambil dari dana istimewa keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Profesi abdi dalem hanya bisa di capai lewat beberapa tahapan dari magang lalu menjadi jadi jajar atau calon abdi dalem setelah itu mendapat gelar bekel, gelar bekel memilik dua spesifikasi yaitu bekel enom dan bekel sepuh, setelah bekel sepuh naik lagi menjadi lurah enom dan lurah sepuh setelah lurah sepuh menjadi penewu dan lanjut ke wedono setelah wedono menuju ke gelar riyo, riyo itu juga memiliki riyo enom dan riyo sepuh, riyo sepuh terlampaui baru mendapat gelar Kanjeng Raden Tumenggung itu bila keturunan dari keraton Ngayogyakarto Hadiningrat tetapi orang luar di sebut dengan Raden Mas Tumenggung.
Di samping banyak tahapan menuju gelar tertinggi dan gaji yang kurang mencukupi keluarganya perbulan, bapak Undoro tidak menginginkan naik jabatan karena beliau memiliki prinsip yang diucapanya ‘’ naik pangkat itu dari presatasi bukan karena keinginan belaka dari kita, selain itu saya juga memiliki mental singunen ‘’. Syarat menjadi pemandu wisata di keraton tidak hanya harus menguasai seluk beluk keraton tetapi juga harus jujur terhadap wisatawan yang datang dan tanpa ada rasa mencari keuntungan dari pekerjaan menjadi pemandu wisata, selain memiliki syarat menjadi abdi dalem ada juga pantanganya yaitu harus jujur kepada semua orang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H