Mohon tunggu...
Shafa Varera
Shafa Varera Mohon Tunggu... Freelancer - Be better everytime

bercerita untuk berbagi dan bermanfaat. mom's of two child and a wife, blogger and listener

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tukang Odong-Odong dan Hujan

23 Februari 2021   04:29 Diperbarui: 23 Februari 2021   05:24 689
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa tahun terakhir ini, Odong-odong menjadi salah satu hiburan rakyat yang banyak disukai. Taman kota dan lapangan dijadikan sebagai tempat hiburan malam rakyat sekaligus tempat berkumpul di tempat terbuka.

Banyak permainan anak yang digelar di lapangan kota setiap malam seperti odong-dong, rumah balon, main pasir, melukis di sterofoam dan bermain mobil dan motor mini.

Tarifnya pun beragam mulai dari Rp. 5.000,- sampai Rp 20.000,- untuk mobil mini yang dapat digunakan untuk 30 menit. Biasanya mobil yang besar yang tarifnya paling mahal. Taman hiburan rakyat ini banyak digemari karena murah dibanding bermain di Mall.

Ada pula yang memilih membuka permainan odong-odong di depan tempat perbelanjaan seperti minimarket atau deretan ruko. Sama seperti depan kompleks perumahan kami yang awalnya hanya ada odong-odong, lama kelamaan menjadi bisa buka lebih banyak permainan. Tak perlu jauh sampai ke taman kota untuk bisa naik odong-odong.

Sayangnya, mereka membuka di pinggir jalan yang sulit untuk parkir. Saya pun tidak bisa hanya sendiri bersama anak-anak karena takut anak-anak jalan sendiri tanpa pengawasan. Saat Ramadhan, mereka membuka di lapangan dalam kompleks saat banyak pedangan makanan berjajar menjajakan takjil dan makanan buka puasa. 

Sejak pindah di daerah Pagutan, kami cukup sering naik odong-odong di depan kompleks ini. Ternyata beliau tinggal di perumahan sebelah perumahan kami.

Beberapa kali saya bertemu saat jalan-jalan bersama anak-anak. Beliau memiliki dua orang anak yang kadang ikut menunggu odong-odong saat amlam karena tidak ada yang menjaga di rumah.

Ada tempat seperti gerobak tertutup dari kayu yang besar dibuatkan oleh Mamik (panggilan untuk Ayah yang memiliki gelar bangsawan yaitu Lalu dalam bahasa sasak) agar mereka nyaman saat ikut orang tuanya menjaga odong-odong. Mereka pun kadang sambil membawa buku untuk belajar sambil sesekali bermain dan membantu orang tuanya merapikan mainan yang dijual.

Sekarang mereka sudah tumbuh dewasa dan sudah jarang ikut orang tuanya karena yang besar sudah masuk ke pondok pesantren. Tinggal si bungsu yang ikut berjualan sambil bermain dan sesekali memainkan apa yang dijajakan orang tuanya. Saya iktu ikut bahagia ketika banyak yang berkunjung.

Sejak covid, mereka sedikit kesulitan karena untuk beberapa saat tidak berani membuka lapak odong-odong. Anak-anak diharuskan sekolah dari rumah dan usaha mereka benar-benar macet. Namun, semakin lama semakin membaik. 

Semalam, anak-anak ingin main pasir ajaib, ternyata tidak ada saat sampai di tempat itu.

"Loh, pasirnya tidak ada Bude?"

"Iya, kena hujan angin kemarin itu semua berantakan, Mbak." Wajahnya masih tersenyum, sama sekali tidak menyiratkan kekesalan. Ada kekikhlasan dan ketabahan di matanya.

"Astaghfirullah. Yang semalam itu Bude?"

"Bukan. Yang kapan itu waktu hujan angin jam 9 malam itu. Saya sudah bilang Mamiknya sudah mendung ini pulang saja, tapi masih aja naikin anak yang dateng naik odong-odong. Saya pulang duluan bawa beberapa yang sudah saya beresi. Pas pulang itu hujan angin, air hujan masuk ke pasir-pasir itu."

Hatiku langsung pedih. Baru saja bangkit dari keterpurukan setelah covid yang tidak memperbolehkan mereka berjualan, kini ada saja yang membuat mereka harus lebih sabar.

"Tadinya malam ini juga nggak mau jualan, lihat langit mendung. Saya bilang Bismillah sudah, niatkan untuk bayar pondoknya yang besar. dua bulan belum bayar, Mbak." Ibu setengah baya itu terlihat tersenyum ikhlas. Beliau juga cerita anaknya yang paling besar hasil pernikahannya terdahulus sempat masuk rumah sakit karena mag akut sehingga uang pembayaran pondok digunakan untuk pengobatan.

Saya selalu suka belanja di pinggir jalan, permainan rakyat dan beli di kaki lima karena ada banyak cerita yang bisa saya jadikan pelajaran. Banyak yang berjuang untuk tetap bisa mencari rezeki berkah dan banyak orang baik yang saya temuka di tempat-tempat seperti itu.

Mereka banyak membuat saya merasa kagum dengan kei khlasan dan kesabaran. Mereka yang mungkin jauh dari kata sukses yang diidentikkan dengan kekayaan yang berlebih.

Namun, mereka sukses membuat banyak keluarganya terbantu dan menyekolahkan anak-anaknya. Mereka sukses mengajarkan kepada anak-anaknya kalau selalu ada jalan rezeki bagi mereka yang mau berusaha.

Mereka meniatkan usaha mereka untuk bisa membiayai keluarganya, membantu keluarga yang kesulitan dan yang lebih penting mereka menghindari dari meminta-minta.

Mereka mencari berkah dan bahagia yang sederhana. Sesederhana senyum ikhlas mereka yang tak mengeluh meski kadang penat dan lelah mendera, tapi tak banyak uang yang didapatkan. Cukup menjadi sebuah kata yang mereka rasakan. Sedikit ataupun banyak, seberapapun tetap bisa menjadi jalan syukur mereka padaNya. 

Hujan menjadi waktu yang sulit bagi mereka untuk keluar mencari rezeki. Beratapkan langit, mereka mencari rezeki berbekal Bismillah. Berharap hujan turun setelah mereka pulang atau hujan turun saat mereka tidak keluar mencari nafkah. Namun, hujan pun mereka syukuri sebagai nikmatNya. 

Si Sulung memilih melukis di atas Sterofoam yang sudah digambar sedangkan si Bungsu memilih naik odong-odong, tapi hanya sebentar. Dia lebih suka beli mainan murah yang dijual sebagai salah satu hadiah kalau main pasir atau naik odong-odong.

Kalau mewarnai dengan kuas di sterofoam hadiahnya adalah bisa membawa pulang hasil karya. Begitu saja anak-anak sudah bahagia dan mereka pun bahagia mendapatkan uang untuk membayar sekolah anak-anaknya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun