"Syukur deh biar mereka nggak betah di kantor. Duo itu betah banget di kantor sampe malem, aku yang lihat kasihan. Padahal kadang udah selesai kerjaan."
"Apa kabar kita ya? Umur udah cukup nih buat dilamar," kata Tami sambil menerawang.
"Masak nggak ada yang mau lamar? Pacarmu mana?"
"Nggak ada, pokoknya ya siapapun yang datang ngelamar tahun depan nih, aku terima aja," katanya sambil tertawa.
"Wah, ide bagus nih. Daripada nunggu yang nggak pasti ya?" sambutku yang sedang menunggu dalam ketidakpastian. Bahkan untuk bertemu bapak saja dia tidak berani. Kini, aku berada di saat yang sudah tak ingin banyak berharap.
"Itu dah, pokok kalau ada yang mau, Sikaat..." katanya dengan gaya khasnya yang santai dan slengeekan.
Aku beranjak setelah melihat jam tangan sudah hampir jam 2. Sepertinya baru rebahan udah mau sejam saja. "Aku mau ngajuin cuti. Minta form nya ya?"
"Mau ngapain?"
"Ke Bromo," jawabku asal. Padahal nggak juga, aku hanya ingin ke Surabaya bersama Bapak.
"Ikuuuuut...." dengan gaya anak kecil merengek memegang kakiku saat aku sudah beranjak merapikan kerudung akan kembali ke meja kerja.
"Ayo kita cuti barengan. Nanti bapakku anter ke Malang," kataku santai.