Tinggal di Pulau Kecil dengan julukan Pulau Seribu Masjid membuat kami tidak butuh waktu lama untuk ke Pantai. Apalagi saya tinggal di Matarm, dekat dengan jajaran Pantai Senggigi yang terkenal indah.Â
Meski masih banyak pantai lain yang dekat rumah, tapi Senggigi memiliki daya tarik karena letaknya yang berbukit dengan perpaduan karang dan pasir putih yang memanjakan mata. Melewatinya saja sudah membuat kesejukannya menenangkan.
Pagi itu, selepas sholat Subuh, kami sengaja ingin ke pantai agar tidak terlalu panas. Anak-anak sudah saya bawakan bekal nasi, telur dan nugget, berjaga-jaga kalau tidak ada yang jualan karena masih sangat pagi. Udaranya sangat sejuk di deretan Pantai pagi itu.Â
Ada Pantai Krandangan, Pantai Senggigi, Pantai Klui dan masih banyak pantai lain. Ada yang sudah ada pedagangnya, ada juga pantai yang bisa digunakan bebas hanay bayar parkir di Pantai Klui.Â
Pantai ini ada dua bagian, terpisah sungai. Banyak digunakan untuk acara gathering atau acara keluarga yang membawa makanan sendiri karena memang hanya ada satu dua penjual minuman saja.Â
Tidak ada yang jual makanan. Tak jarang anak kuliah mengadakan camping karena lebih leluasa. Tidak terlalu banyak pengunjung dan pedagang. Ada tempat sholat dan wudhu meski di tempat terbuka dan seadanya.Â
Kami tidak ke pantai ini karena kurang bagus untuk berenang dan tidak ada peneduh atau biasa disebut berugak untuk kami menunggu anak-anak. Lurus dari Pantai Klui, ada deretean pantai Malimbu yang bagus untuk tempat foto.Â
Setelah itu, barulah deretan Pantai Nipah yang ramai dengan penjual ikan bakar. Ada yang di pinggir pantai, ada juga yang di pinggir jalan. Kami memilih masuk ke Pantai Nipah yang terkenal dengan makanan ikan bakar, udang bakar, cumi bakar dengan plecing dan terong bakar sebagai pelengkap, yang penting harga terjangkau.
Selain itu, pantai ini cukup bersih dan landai. Tidak terlalu curam dan ombaknya pun tidak terlalu besar sehingga lebih aman untuk anak-anak bermain. Pasirnya pun putih sehingga terlihat lebih cerah.Â
Ada beberapa warung yang menyediakan ayunan dan menghias warungnya agar terlihat instagramable saat dikunjungi. Setiap orang pasti ingin berfoto untuk di upload di media sosial, jadi banyak warung menghias warungnya dengan kerang. membuat ayunan yang unik dan masih banyak lagi cara untuk menarik pengunjung. Yang pasti, sederahana, tapi tetap bisa terlihat indah dan menarik.
Sudah ada beberapa pedagang yang sudah membuka lapaknya. Mereka tinggal di daerah dekat pantai jadi lebih mudah menjangkau. Tak jauh dari pantai memang banyak perumahan penduduk.
Tidak seperti di Malimbu yang hanya ada tebing dan pantai. Kami memilih salah satu tempat yang cukup dekat dengan tempat bilas. Duduk dulu sejenak memandangi matahari yang perlahan mulai muncul.Â
Hanya butuh waktu tak lebih dari 30- menit, kami sudahj sampai di Pantai ini. Sekarang hampir semua pantai menyediakan ikan bakar untuk menemani aktivitas mandi di pantai.
Harga ikan bervariasi tergantung besar dan jenisnya. Biasanya berkisar Rp 35.000,-/ ekor untuk baronang dengan ukuran sedang. Ikan kakap merah lebih mahal dibanding kakap putih dan baronang.Â
Namun, kalau membali banyak, bisa menawar asalkan tidak terlalu banyak. Mereka juga butuh untung untuk nafkah keluarga. Selain itu, beberapa warung menyediakan menu sup ikan untuk kepalanya yang lebih sulit dimakan dengan dibakar. Ada juga yang lebih suka ikan kakap yang dibuat sop atau bumbu kuning karena rasanya lebih gurih.Â
Pagi ini, ada pemandangan yang berbeda. Kami melihat banyak warga setempat duduk di pinggir pantai. Bapak-bapak dari kalangan menengah ke atas seperti sedang menunggu sesuatu. Ada salah seorang yang menegur anak kami yang sedang main pasir. Meminta sedikit bergeser.
"Maaf, bisa minggir sebentar? Ada perahu mau sandar," kata salah seorang Bapak setengah baya menggunakan celana pendek dan kaos lusuh pada anak suami saya.
"Oh, iya."Â
Suami saya membawa anak-anak ke dekat berugak. Melihat sebuah kapal menuju ke pantai dekat kami duduk. Bapak-bapak yang lain ikut menuju ke arah perahu itu.Â
Ternyata mereka sedang menunggu prahu nelayan bersandar. Bersama-sama membantu perahu itu naik ke daratan untuk bersandar. Sebagai ucapan trimakasih, setiap orang akan diberikan hasil tangkapan ikan sesuai kewajaran. Yang saya liht, setiap orang mengambil sekita 8-10 okan tomgkol kecil yang sudah diikat oleh si empunya perahu.Â
Sepertinya Bapak-Bapak itu tidak memiliki perahu untuk melaut mencari ikan. Jadi, mereka menjadi buruh membantu perahu sandar untuk bisa mendapat sedikit ikan untuk nafkah keluarga. Â Tak lama, barisan ibu-ibu dengan membawa baskom datang untuk membeli ikan hasil tangkapan yang nantinya akan mereka jual lagi.
Di dekat rumah banyak orang yang berjalan kaki menjajakan ikan segar. Mereka bersedia membersihkan dan memotong sesuai keinginan pembeli. Mungkin memang sedikit lebih mahal, tapi tidak repot dan ikannya pun segar. Biasanya bayak di daerah dekat pesisir seperti di rumah mertua derah Ampenan. Kalau rumah saya agak jauhd ari pesisir, jadi jarang yang menjual ikan segar. Kebanyakan ikan bakar yang dijual keliling.
Ada terselip rasa syukur melihat mereka. Terbayang bagaimana bahagianya keluarga di rumah melihat medreka pulang dengan selamat, membawa banyak ikan untuk dijual.Â
Entah bagaimana saat hujan dan angin yang membuat mereka khawatir akan keluarganya di tengah laut. Ada yang tidak bisa berangkat ke laut mencari ikan karena cuaca tak bersahabat. Namun, mereka tak pernah mengeluh. Banyak yang bisa dilakukan untuk tetap bisa mencari rezeki halal.
Canda tawa kembali terdengar dari Bapak-Bapak yang kembali duduk di tempat yang tadi, menunggu perahu nelayan lain yang akan sandar. Membicarakan banyak hal, bercerita banyak hal tentang kehidupan.Â
Sesekali mereka tertawa terbahak-bahak, sesekali seperti sedang berbicara serius. Meski mereka berbicara menggunakan bahasa daerah, Bahasa Sasak, tapi saya bisa mengerti sedikit karena mereka duduk tak jauh dari tempat saya menunggu anak-anak mandi di Pantai bersama Ayahnya.Â
Tentu obrolan Bapak-bapak berbeda dengan obrolan ibu-ibu. Mereka tidak membicarakan tentang orang lain, tapi mereka membicarakan peluang usaha lain saat cuaca tidak bersahabat untuk melaut.Â
Mereka membicarakan tentang bantuan yang mereka terima, mereka membicarakan untuk mencariikan yang lebih mahal bisa dijual. Semoga jerih payah kalian bisa menjadi ladang pahala yang berkah untuk keluarga kalian... Aamiin...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H