Tinggal disana sangat baik untuk memperbaiki hati. Sangat baik untuk merecovery hati yang sedang tidak baik dan belajar menjadi baik dan belajar dari kesederhanaan untu bersyukur dan tidak mengeluh.Â
Sering sekali saat jam makan terutama sarapan, kami membuat sambal dengan bahan yang ada di kulkas seperti tempe, tahu, telur dengan sambal atau sayur kelor yang ada pohonnya di depan rumah, lalu dimakan bersama dengan keluarga yang lain. Ada yang membawa nasi, ada yang membawa lauk.Â
Apa yang ada dikumpulkan, dimakan bersama di teras rumah tengah dari jejeran rumah tetangga yang juga keluarga. Rasanya sangat nikmat. MasyaaAllah. Sayur kelor kaya manfaat ini sejak di Lombok baru saya kenal sebab saat masih tinggal di Ambarawa tidak pernah mengenal sayur ini.Â
Membuat gelembung berisi air dari balon tiup murah dengan botol yang dilubangi. Kami banyak belajar karena di kota ternyata tidak ada mainan receh yang juga membuat anak-anak belajar untuk belajar memanfaatkan apa yang ada di sekitar. Tidak perlu mahal untuk belajar, tidak perku beli untuk bermain dengan menyenangkan dan bersyukur adalah salah satu pondasi untuk bahagia dengan apa yang kita miliki.Â
Anak-anak belajar untuk bisa beradaptasi dengan banyak orang dari lingkunagan dan latar belakang yang berbeda-beda. Mulai dari kalangan berada hingga kalangan biasa. Mulai dari suku Jawa hingga suku sasak.Â
Anak-anak belajar untuk tetap bersyukur atas apapun yang mereka miliki. Meski terkadang kalau ngobrol dengan teman-temannya di kompleks kami tinggal beberapa anak menceritakan punya kendaran banyak, rumah lebihd ari satu yang membuat si Gendhuk bertanya, tapi dia mengerti kalau bersyukur adalah bagian penting untuk bahagia, bukan dari harta dan kekayaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H