Meninggalkan Kecamatan Suela, udara semakin dingin saat memasuki hutan dan jalan berliku yang terus menanjak. AC mobil dimatikan agar mobil kuat menanjak. kaca mobil dibuka, udara dingin merasuk ke tulang. Udaranya sangat bersih, sejuk dan menyenangkan. Hutan di kanan kiri, ada beberapa monyet dan satu babi hutan terlihat di pinggir jalan.Â
Sampailah kami di Pusuk Sembalun yang sudah dibangun. Pemandangannya sangat indah. Kami mengambil gambar, tak mau melewatkan moment mengabadikan keindahan alam. Kami berfoto di sebuah jembatan kayu yang disediakan, memperlihatkan Desa di lembah yang bernama Sembalun.
Katanya mereka lebih memilih makanan yang masih ditutup daripada makanan yang sudah dibuka. Sebaiknya tidak membawa makanan saat turun dan mengambil gambar di sini.Â
Saat kami sampai, masih sangat sepi, hanya ada satu mobil berisi satu keluarga yang berfoto. Ada sebuah tempat yang disediakan untuk berfoto seperti gapura yang dibangun untuk mengambil gambar. Namun, kami memilih ngemper saja karena ada beberapa orang disana.Â
Malam setelah pulang, baru kami tahu setelah kepergian kami, diberitakan banyak yang datang ke Sembalun hari itu. Mungkin agak siang atau besoknya saat hari Minggu. Pemerintah mulai tegas dengan protokol kesehatan dan kami pun beruntung tidak bertemu banyak orang.
Berlanjut menuju Kecamatan Sembalun yang ada di lembah, kami mendapati tanaman sayur dan buah di sekeliling. Udaranya sangat sejuk dan segar. Berbeda dengan udara tempat kami tinggal yang penuh polusi dan macet. Tanaman strawberry sepertinya masih sedikit, tapi tidak apa. Yang penting ada yang dipetik anak-anak.Â
Bawang, wortel, kol, tomat, banyak sekali sayuran di samping kanan kiri kami. Hotel dan cafe mulai berjamur di daerah yang terkenal subur ini. Memang beberapa tahun terakhir ini, tempat yang juga merupakan jalur pendakian awal ke Gunung Rinjani ini sedang mendongkrak sektor wisata alam dan pertanian.Â
Wisata petik buah disediakan banyak , juga pembangunan homestay di rumah warga juga dibangun sebelum gempa. Gempa Lombok membuat Sembalun harus kembali menata diri, tapi saat sedang akan bangkit, pandemi kembali menjadi ujian. Sektor wisata mendapati dampak yang cukup membuat sedih. Namun, pertanian masih berjalan seperti biasa meski memang terkendala cuaca.
Kami berbelok melewati jalan kecil yang sudah diaspal menuju Koppikey. Sebuah cafe alami yang dikenal Pak Suami. Tempatnya sederhana, hanya ada satu berugak besar, tempat mamasak dan tempat duduk kayu di ruang terbuka. Kami bisa memasang tendah, hammock dan bersantai disana.Â
Ada beberapa tanaman sayur dan pepohonan yang meneduhi. Sepertinya tempat ini biasa ditanami sayur dan strawberry, tapi mungkin belum mulai atau entah bagaimana tidak banyak tanaman sayur yang segar. Hanya sedikit dan kering.