Daerah di sekitar Pantai Kuta ini memang daerah tandus dan kering. Pepohonan tak pernah banyak berdaun, tapi itulah yang membuat daerah ini menjadi terasa begitu berbeda. Tak banyak pohon kelapa seperti pantai di daerah Senggigi. Namun, yang menjadi daya tariknya adalah pasir pantainya yang putih lembut dan pasir seperti merica yang besar-besar. Ada Pantai Seger yang menjadi tempat bau nyale setiap musim nyale, ada Bukit Merese tempat melihat laut dari atas tebing, ada Batu Payung dan masih banyak pantai lain yang masing-masing memiliki keunikan masing-masing.
Tiba di Pantai Tanjung Aan, kami langsung membuka perbekalan. Ibu-ibu memilih duduk di berugak (seperti gazebo, tapi lebih sederhana karena terbuat dari bambu beratap ilalang), sedangkan bapak-bapak memilih duduk di bawah dengan tikar. Selesai makan siang, anak-anak bermain pasir dan ibu-ibu membuka rujakan dan camilan. Saking banyaknya yang dibawa, sampai bingung apa yang mau dimakan. Akhirnya kami memutuskan untuk rujakan saja. Camilan dan kue disimpan untuk amunisi berenang.
Tak lama, kami pun berkemas untuk check in. Kami harus kembali ke kawasan Kuta Mandalika karena hotel yang dipesan berada di daerah sana, dekat dengan Pantai Kuta. Perjalanan sekitar sepuluh menit, sampailah kami di hotel Kuta Baru.Â
Si Ayah meminta kami tetap di mobil sementara. Sepertinya ada sesuatu. Benar saja, ternyata hotel yang ditawarkan di sebuah situs pembelian tiket online tidak sesuai dengan kenyataan. Sangat jauh berbeda. Namun, karena tidak mau menghabiskan waktu lagi kami pun menerima apa yang ada.
Biasanya kami bisa mendapatkan hotel yang lumayan dengan harga yang miring. Namun, mungkin karena ramai jadi harga hotel agak naik. Yang membuat kecewa karena tidak ada kolam renang anak dan kamar hotelnya kecil dan sederhana. Baiklah, yang penting kebersamaan dan anak-anak harus tetap bisa berenang.
Setelah entah apa yang diperbincangkan, kami pun masuk ke kamar. Katanya, ada satu kamar yang pesan terakhir bermasalah karena ternyata kamar yang tersedia dibawah kamar yang seharusnya dipesan. Mereka berjanji akan mengembalikan kelebihan pembayaran, jadilah terjadi kesepakatan. Masuk kamar, sholat, berganti pakaian berenang. Sudah jam lima sore, tinggal sebentar waktu untuk berenang karena satu setengah jam lagi sudah maghrib.Â
Selesai sholat maghrib dan Isya' kami pun berangkat ke pinggir pantai hanya dengan tiga mobil. Mencari tempat yang teduh di dekat tulisan Kuta Mandalika yang bersinar dengan lampu temaram. Di malam hari ternyata pantai juga cukup ramai. Kami mendirikan satu tenda untuk anak-anak rebahan. Malam hari pasti mereka capek, apalagi setelah seharian bermain dan berenang.
Kalau di pinggir pantai pasti terbayang angin keras, bagaimana mau bakar-bakaran? Jangan salah gengs, malam itu tak ada angin keras padahal kami di pinggir pantai.Â