Mohon tunggu...
Shafa Tania Khotima
Shafa Tania Khotima Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Pamulang

we stand in different vantage points, so consequences can't be compared

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fenomena Etika Profesi dalam Kasus Sembilan KAP Melakukan Kolusi

2 Juni 2022   11:23 Diperbarui: 2 Juni 2022   11:29 830
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Disusun untuk memenuhi mata kuliah Etika Bisnis dan Profesi

Dosen pengampu: Erika Astriani Aprilia SE, M.Ak.

Disusun oleh:

Ulvi Ismi Amanda - 191011201166

Shafa Tania Khotima - 191011200064

Program Studi Akuntansi S1 - Universitas Pamulang

Pendahuluan

Etika merupakan ilmu yang mengatur bagaimana manusia harus berperilaku tentang perbuatan baik dan buruk mencakup tata sikap, tata tutur dan tata pikir di dalam kehidupan manusia. Bukan hanya dalam berkehidupan, etika memiliki cakupan yang sangat luas, contohnya etika pada profesi. Dalam profesi, etika menjadi salah satu landasan utama bagi setiap akuntan sebagai sarana kontrol sosial untuk menjaga martabat dan kehormatan profesi, serta melindungi masyarakat dari segala bentuk penyimpangan dan penyalahgunaan keahlian.

Untuk menjaga integritas dan profesionalisme akuntan Indonesia, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), sebagai organisasi profesi akuntan yang menaungi seluruh akuntan di Indonesia, menerbitkan kode etik yang berlaku dan mengikat bagi seluruh anggota IAI. Kode etik dibuat untuk menentukan standar perilaku bagi akuntan terutama akuntan publik. 

Diharapkan dengan adanya kode etik, akuntan memiliki panduan dan aturan bagaimana cara berpraktik atau bekerja dengan penuh tanggung jawab dan profesional sehingga dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada profesi akuntan, serta meningkatkan kontribusi akuntan bagi kepentingan masyarakat, negara, dan peningkatan perekonomian bangsa.

Namun pada kenyataannya, masih banyak akuntan yang melakukan pelanggaran kode etik dalam berpraktik. Para akuntan secara tidak peduli dalam berpraktik melakukan tindakan melanggar kode etik. 

Hal ini membuat kita bertanya-tanya mengapa seorang akuntan masih bisa melanggar kode etik ketika pastinya sebelum bisa melakukan praktik pasti sudah dibekali ilmu bagaimana melaksanakan pekerjaannya secara profesional dan diberi tahu secara jelas apa akibat dan hukuman yang akan diterima jika tidak mematuhi etika profesi tersebut.

Banyak sekali kasus pelanggaran yang dilakukan oleh akuntan, apalagi dalam hal berkolusi. Salah satunya pada fenomena etika profesi dalam kasus sembilan KAP yang diduga melakukan kolusi dengan kliennya yaitu sebuah bank. 

Sembilan KAP melakukan kolusi dengan kliennya memalsukan hasil laporan keuangan yang diaudit dari tahun 1995 sampai 1997, tetapi baru diusut pada tahun 1999, itu pun yang mendapat hukuman hanya sebatas dibekukan kegiatan klien dari sembilan KAP saja tidak mencabut izin kantor akuntan publik sembilan KAP tersebut. 

Baru pada tahun 2001, Indonesia Corruption Watch (ICW) mengambil inisiatif mengekspos laporan BPKP untuk mengusut lebih lanjut sembilan KAP tersebut.

Kolusi biasanya dilandasi oleh dilema etis atau realitas yang tidak bisa dihindari, dengan alasan sengitnya persaingan dalam mendapatkan klien yang membuat beberapa akuntan rela melanggar etika profesi demi kemajuan usahanya. 

Walaupun alasannya terdengar masuk akal bagi beberapa orang, tetapi jika sudah melewati batasan yang seharusnya, maka alasan apapun tidak bisa menjadikan perbuatan tersebut dapat dibenarkan. 

Banyaknya fenomena yang serupa seperti kasus sembilan KAP menjadi alasan mengapa kasus ini akan dibahas agar dapat mengetahui bagaimana cara mencegah sehingga hal tersebut tidak dilakukan kembali.

Isi

Seorang akuntan publik seharusnya dapat menghasilkan berbagai jasa profesional bagi masyarakat. Tetapi pada kasus sembilan KAP tidak dapat memberikan jasa profesionalnya kepada masyarakat dengan baik dan telah melanggar tanggung jawab profesionalnya sebagai seorang auditor, yaitu dengan menerbitkan laporan palsu dan adanya kolusi antara pihak KAP dengan bank yang bersangkutan, maka akuntan telah menyalahi kepercayaan yang diberikan masyarakat kepada mereka selaku orang yang dianggap dapat dipercaya dalam penyajian laporan keuangan. 

Dimana seharusnya sembilan KAP memiliki tanggung jawab sebagai jasa profesional yang senantiasa menggunakan pertimbangan kode etik profesional dalam setiap kegiatan yang dilakukannya dan sebagai pemberi jasa yang memiliki tanggung jawab kepada semua pihak yang menggunakan jasa mereka. 

Sembilan KAP tersebut malah mengabaikan tanggung jawab profesinya. Penyimpangan dari etika ini mengakibatkan berkurangnya kredibilitas atau kepercayaan di dalam profesi akuntan secara keseluruhan. Seharusnya Kantor Akuntan Publik memiliki Etika Profesi Tanggung Jawab yang baik, tetapi disini Kantor Akuntan Publik malah menyalahi aturan dengan melakukan kolusi yang dapat membuat kepercayaan publik berkurang.

Segala kasus penyimpangan kode etik menunjukkan bahwa dalam penegakan kode etik bukanlah hal yang mudah. Meskipun IAI telah berupaya melakukan penegakan etika profesi bagi akuntan, namun masih tetap ada sikap dan perilaku tidak etis dari akuntan publik. Kesalahan ini sepenuhnya bukan terletak pada aturan kode etik tersebut, karena pada hakikatnya kekuatan terbesar dalam kode etik profesi sendiri terletak dalam hati nurani para pelakunya. 

Seringnya akuntan publik dihadapkan dilema etis dari setiap jasa yang ditawarkan yang membuat seorang akuntan publik memutuskan perilakunya yang melanggar kode etik merasa layak untuk dilakukan.

Pelanggaran yang dilakukan oleh akuntan publik bukan hanya karena dilema etis saja, tetapi juga kurang tegasnya penegakan hukum. Masih banyaknya celah hukum yang bisa memastikan perbuatan akuntan publik tidak akan langsung terdeteksi, ditambah dengan realitas yang tidak bisa dihindari, membuat seorang akuntan publik tergoyahkan sehingga mengikuti kemauan kliennya tanpa memandang etika. 

Selain itu, hambatan dalam penegakan kode etik didasarkan pada sifat anggota profesi yang mendua; pada satu sisi menolak tetapi pada sisi lain memberikan pembenaran atas pelanggaran tersebut, serta adanya sifat sungkan atau takut dari sesama anggota profesi untuk mengadukan pelanggaran kode etik yang dilakukan rekannya (Agoes, 1996:175).

Buruknya kualitas dari seorang akuntan publik akan membuat masyarakat bertanya-tanya terhadap segala opini yang diberikan oleh akuntan publik. Dampak dari pelanggaran yang dilakukan oleh akuntan publik bukan hanya merugikan dirinya, tetapi merugikan pengguna informasi, dan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap KAP secara menyeluruh. Hal semacam ini tidaklah adil, karena merugikan pihak yang tidak bersalah.

Menciptakan dunia akuntan publik tanpa pelanggaran etika seperti sebuah mimpi besar yang tidak mudah diraih, tapi tidak mustahil untuk dicapai. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi agar segala permasalahan ini tidak kembali terulang, perlunya seluruh akuntan publik selalu menjaga citra diri dalam memperbaiki kualitas etika dengan mendalami butir-butir kode etik yang berlaku dan berani melaporkan jika mengetahui ada rekan seprofesinya yang melakukan pelanggaran, karena biasanya masyarakat di Indonesia, hanya bisa berkoar-koar saja tetapi tidak pernah melaporkan. 

Disamping itu, Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) juga harus bertindak lebih proaktif untuk menegakkan etika dengan langkah pencegahan mengadakan program peningkatan etika dan moral, dan langkah pencegahan dengan melalui pengawasan akuntan publik oleh IAPI serta perlunya ketegasan dalam pemberian hukuman. Serta sekolah dan universitas juga harus membentuk perilaku jujur dan beretika agar bisa menciptakan budaya beretika sehingga tidak ada lagi akuntan baru yang melakukan pelanggaran kode etik seperti yang sebelumnya.

Kesimpulan

Dalam menjalankan profesinya, seorang akuntan diatur oleh suatu kode etik. Dengan adanya kode etik, seorang akuntan dituntut agar berpraktik dengan prinsip independen, objektif dan profesional. Keberadaan kode etik sangat diperlukan karena tidak semua akuntan publik mempunyai kesadaran yang tinggi terhadap etika. Adanya Aturan kode etik yang begitu ketat saja, masih banyak akuntan yang berani melakukan pelanggaran seperti contohnya pada kasus sembilan KAP yang melakukan kolusi dengan kliennya. Segala kasus penyimpangan kode etik menunjukkan bahwa penegakan kode etik bukanlah hal yang mudah. 

Untuk itu agar hal tersebut tidak terjadi kembali, dari dalam diri seorang akuntan harus ditanamkan perilaku yang beretika dan takut dalam berbuat curang, serta berani mengungkapkan jika menemukan rekan satu profesinya melakukan pelanggaran. Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) juga harus bertindak lebih proaktif untuk menegakkan etika dengan langkah pencegahan dan pengawasan akuntan publik oleh IAPI dan tegas dalam memberikan hukuman.

Referensi :

Alamsyah Hasan, Mudrika. (2009). ETIKA & PROFESIONAL AKUNTAN PUBLIK. Pekbis Jurnal, 1 (3), 159-167. Diakses dari https://pekbis.ejournal.unri.ac.id/index.php/JPEB/article/view/379

Kanda Dewi, Listya. (2012). AKUNTAN PUBLIK DALAM PENEGAKAN KODE ETIK PROFESI. Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB Universitas Brawijaya, 1 (2). Diakses dari https://jimfeb.ub.ac.id/index.php/jimfeb/article/view/309

Urip Wardoyo, Dwi., Artanti, Nailah., Annisa Damayanti, Erika. (2022). Pelanggaran Etika Profesi Pada Kasus Indonesia Corruption Watch (IWC). ULIL ALBAB : Jurnal Ilmiah Multidisiplin, 1 (3), 262. Diakses dari http://ulilalbabinstitute.com/index.php/JIM/article/view/88

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun