Mohon tunggu...
Shafa Salsabilla Sultanudin
Shafa Salsabilla Sultanudin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Shafa Salsabilla Sultanudin adalah Mahasiswa Prodi Ilmu Sejarah, Universitas Padjajaran. Artikel yang ditulis adalah merupakan Artikel bertemakan Sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Masuknya Islam di Pulau Bali

25 September 2024   17:05 Diperbarui: 25 September 2024   17:10 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pulau bali saat ini menjadi salah satu destinasi pariwisata nasional dan internasional  melalui berbagai atraksi wisata dan kearifan kebudayaan lokal yang masih terus lestari hingga hari ini. Keindahan pulau bali diabadikan dalam film berjudul Eat, Pray, Love dengan kalimat "Everyone has a little love affair in Bali." oleh Elizabeth Gilbert yang diperankan Julia Roberts. 

Dengan jelas digambarkan bahwa bali merupakan pulau dengan sejuta pesona keindahan di dalamnya dimana siapapun yang datang akan mendapatkan ketenangan serta kebahagiaan hati dimana dapat terlihat dari kata little love affair. Bali juga dikenal dengan sebutan "seribu pura" dimana hal ini karena mayoritas masyarakat asli pulau Bali merupakan pemeluk agama Hindu Bali. Akan tetapi walau mayoritas penduduk pulau Bali merupakan pemeluk agama Hindu, Sejak abad ke-15 Agama Islam telah masuk di pulau bali bersamaan dengan kejayaan Hindu Bali. 

Mayoritas penduduk Bali menganut agama Hindu yang dikenal sebagai Hindu Dharma, sebuah kepercayaan yang merupakan hasil perpaduan antara ajaran Hindu seperti Siwa, Waisnawa, dan Brahma dengan tradisi lokal masyarakat Bali. Pada masa prakolonial, agama Hindu di Bali, yang dikenal sebagai agama Tirta (Air Suci) atau Siwa-Buddha, mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat, mulai dari keluarga, mata pencaharian, tempat tinggal, hingga kesenian. Dalam pelaksanaan ibadah, struktur pemerintahan adat seperti banjar (desa adat), kerajaan, serta kelompok kekerabatan dan pengairan turut terlibat. 

Puri dianggap sebagai pusat spiritual yang berfungsi sebagai sumbu bumi, sementara griya menjadi pusat kesucian dan memainkan peran penting dalam berbagai upacara keagamaan. Agama Hindu di Bali juga bersifat lokal dengan perbedaan tradisi yang mencolok di setiap desa. Salah satu tradisi yang kuat adalah pemujaan leluhur, yang di beberapa tempat menjadi bagian utama dari ritus keagamaan. Masyarakat Bali meyakini bahwa dengan memuja leluhur, mereka telah memenuhi kewajiban spiritual dalam menjalankan ajaran agama Hindu.

Namun begitu eksistensi agama Islam di Pulau Bali masuk dalam berbagai cara dengan periode tertentu, membuat keberagaman di Pulau Bali semakin terasa dan juga bukti bahwa agama islam pernah masuk ke Pulau Bali, berikut beberapa periode masuknya Agama Islam di Pulau Bali : 

  1. Kedatangan Muslim Masa Dalem Ketut Ngalesir (1380-1460)

Muslim bukan komunitas yang baru di antara masyarakat bali, bahkan ketika kerajaan Hindu masih berjaya di Jawa, muslim sudah turun andil berperan dalam komunitas masyarakat maupun dalam kerajaan. Masa kedatangan pertama kali komunitas Muslim ke Pulai ini bahkan bersamaan dengan kerajaan Hindu. Sebenarnya tidak bisa terlalu dilacak secara pasti kapan pasti datangnya komunitas muslim ke pulau Bali..Namun demikian, sejarah komunitas Muslim era lama. Ini secara geneologis sangat sulit untuk disusun keasliannya.Ini dikarenakan hampir seluruh pendatang Muslim era lama telah bercampur dan menikah dengan wanita-wanita asli Bali yang beragama Hindu atau bahkan animisme yang masuk dalam kelompok Bali Aga. Shaleh Saidi dalam Sejarah Keberadaan Umat Islam di Bali menyebutkan bahwa ketika Kerajaan Bali menjadi kepanjangan dari Majapahit, Dalem Ketut Ngalesir (1380-1460M) pernah mengadakan kunjungan ke Majapahit, bersamaan ketika Hayam Wuruk mengadakan konferensi kerajaan-kerajaan vassal (taklukan) di seluruh Nusantara. Ketika kembali ke Gelgel, Dalem Ketut Ngalesir diberi 40 orang pengiring yang ternyata seluruhnya beragama Islam.

Sebanyak 40 orang Muslim yang mengiringi Ngalesir dari Majapahit akhirnya menetap di Kerajaan Gelgel dan bertindak sebagai abdi dalem. Mereka diberi wilayah pemukiman oleh raja dan menikah dengan wanita lokal. Mereka dianggap sebagai cikal bakal komunitas Muslim pertama yang hadir di Bali, datang sebagai pengiring Raja Ketut Ngelesir, penguasa Gelgel, kerajaan terbesar di Bali saat itu. Kehadiran mereka disambut dengan baik oleh masyarakat setempat, yang bahkan menyebut mereka sebagai Nyama Slam, atau saudara seiman. Kedatangan Islam di Bali telah terjadi sejak lama, membentuk komunitas Muslim awal di pulau ini. Pasukan yang mengiringi Dalem Ketut Ngelesir merupakan generasi pertama penyebar agama Islam di Bali, meskipun pada awalnya mereka hanya berperan sebagai prajurit dan menghadapi kesulitan dalam menyebarkan ajaran agama. Namun, pernikahan mereka dengan wanita Hindu Bali berperan penting dalam perkembangan Islam di Bali, yang kemudian tumbuh menjadi komunitas-komunitas Muslim yang semakin berkembang seiring waktu.

  1. Islamisasi pada Masa Kerajaan-kerajaan Kecil Bali Dan Hindia Belanda(Abad 17 M)

Setelah Kerajaan Gelgel memperoleh kemerdekaan dan penguasa-penguasa baru muncul seiring dengan keruntuhan Kerajaan Majapahit, Bali terbagi menjadi kerajaan-kerajaan kecil yang mengatur wilayah mereka sendiri tanpa lagi berpusat pada Gelgel. Meskipun demikian, secara budaya, Kerajaan Gelgel tetap dianggap sebagai kerajaan yang paling dihormati di Bali.

Pada saat yang sama, Eropa yang telah mengalami Revolusi Industri memulai ekspansi ke Nusantara melalui Belanda dengan mendirikan VOC, yang kemudian dibubarkan. Belanda kemudian kembali ke Nusantara dengan mendirikan pemerintahan Hindia-Belanda. Tidak hanya di Jawa, Belanda juga menjajah hampir seluruh wilayah Nusantara, termasuk Bali. Sebagian masyarakat menerima penjajahan tersebut tanpa perlawanan, sementara banyak kerajaan yang melakukan perlawanan terhadap kekuasaan Hindia-Belanda. Meskipun beberapa kerajaan berhasil melawan penjajah, banyak yang tidak mampu mempertahankan kekuasaan mereka dan akhirnya tunduk pada pemerintahan Hindia-Belanda. Beberapa penguasa bahkan memilih untuk melarikan diri ke wilayah-wilayah Nusantara lainnya akibat tekanan penjajahan.

3. Muslim Bali masa Kerajaan Islam Jawa

Setelah Kerajaan Hindu Majapahit berhasil diruntuhkan oleh Demak, seperti halnya kerajaan-kerajaan lainnya, ekspedisi untuk memperluas pengaruh dilakukan oleh Demak ke berbagai wilayah, termasuk bekas negara vassal Majapahit. Keruntuhan Majapahit menyebabkan terjadinya migrasi besar-besaran masyarakat Hindu-Jawa yang menolak Islam, menuju wilayah-wilayah pegunungan seperti Tengger dan Bromo, serta banyak yang bermigrasi ke Bali. Di antara para pengungsi Majapahit, termasuk tokoh-tokoh agama seperti Danghyang Niratha, yang pada akhirnya diangkat sebagai penasihat utama Waturenggong pada tahun 1489. Keruntuhan Majapahit dilihat sebagai peluang bagi Kerajaan Bali untuk memperoleh kemerdekaan dan berinteraksi dengan para penyebar Islam dari Kerajaan Demak. Pada saat yang sama, Agama Hindu Majapahit diperkuat dengan banyaknya migrasi putra-putra Hindu-Jawa Majapahit dan para pendeta yang tidak mau menerima proses Islamisasi, dan akhirnya menetap di Bali.

Seperti halnya Kerajaan Makassar yang terlibat dalam konflik berkepanjangan dengan Belanda dalam upaya merebut kembali wilayah-wilayah yang dikuasai Belanda dari tahun 1660 hingga mencapai Perjanjian Bongaya pada 1667, pertempuran akhirnya berakhir dengan kekalahan Makassar pada 1669. Setelah kemenangan Belanda, banyak orang Makassar yang dikenal sebagai pelaut ulung dengan armada maritim yang kuat melakukan pelayaran dan migrasi ke berbagai wilayah, termasuk Pulau Bali. Selain Makassar, berbagai daerah lain di Nusantara yang bersentuhan dengan kekuasaan Hindia-Belanda juga terlibat dalam peperangan mempertahankan wilayah mereka. Walaupun beberapa konflik melawan kolonial Belanda berhasil dimenangkan, banyak kerajaan yang pada akhirnya gagal mempertahankan kekuasaan dan berujung pada runtuhnya kekuatan mereka.

Pada masa inilah, kerajaan-kerajaan Islam di Jawa yang mulai berkuasa dapat dengan lebih leluasa melakukan ekspedisi politik dan upaya penyebaran Islam di Bali. Sebelumnya, Bali merupakan wilayah yang relatif tertutup dan terisolasi dari perdagangan Nusantara. Namun, pada periode ini, proses islamisasi di Bali mulai diterima dan mencapai puncaknya. Banyak saudagar, bangsawan, dan pendakwah dari kerajaan-kerajaan Islam yang sedang mengalami kemunduran akibat tekanan Belanda, bermigrasi ke Bali, yang mereka anggap sebagai tempat strategis untuk memulai kehidupan baru.

Di Bali, beberapa dari para pendatang Muslim ini akhirnya menjadi tokoh penting di kerajaan-kerajaan setempat dan bahkan ada yang berperan dalam melawan penjajahan Belanda. Salah satu wilayah yang strategis untuk kedatangan pendatang ini adalah Jembrana, yang terletak di bagian barat Pulau Bali. Wilayah ini menjadi pusat kedatangan para pelaut Bugis yang terkenal karena keberanian mereka di lautan, menjalin hubungan dagang dengan Kerajaan Jembrana. Menurut catatan Jean Couteau, pada tahun 1667, sekelompok Muslim Bugis-Makassar telah mendarat di kawasan Jembrana, tepatnya di pesisir selatan Desa Perancak di barat Bali, menggunakan perahu jenis pinisi dan lambo, yang menjadi alat transportasi utama mereka.

Sebelum Islam hadir, Bali dikenal sebagai kepulauan yang dipenuhi kerajaan-kerajaan Hindu, yang sangat kental dengan tradisi dan budaya Hindu, serta terkenal dengan julukan "pulau seribu pura." Selain Hindu, agama Wisnu dan animisme telah lebih dahulu dianut oleh masyarakat Bali. Mayoritas penduduk Bali berprofesi sebagai petani dan nelayan, dan telah memiliki berbagai organisasi masyarakat seperti subak untuk pengelolaan irigasi dan seka untuk kegiatan sosial dan budaya. Islam mulai masuk ke Bali secara damai sejak abad ke-14, pada masa Kerajaan Gelgel yang saat itu masih menjadi kerajaan vassal Majapahit. Penyebaran Islam berlanjut secara perlahan hingga mengalami perkembangan pesat pada akhir abad ke-18, ketika pelabuhan-pelabuhan di Bali mulai dibuka dengan bantuan syahbandar Bugis-Makassar. Hal ini menarik banyak pendatang dari berbagai wilayah seperti Malaysia, Kalimantan, Lombok, Jawa, China, hingga para pedagang Arab.

Pada abad ke-18, Kerajaan Jembrana mengeluarkan kebijakan yang memberikan kebebasan beragama bagi umat Islam, yang menjadi titik awal Islam tumbuh dan melembaga di wilayah ini. Banyak pendatang Muslim menikah dengan wanita lokal, dan seiring waktu terbentuklah komunitas-komunitas Muslim seperti di Gelgel, Loloan, Pegayaman, dan Kepoan. Mereka juga mendirikan tempat-tempat ibadah seperti masjid serta lembaga-lembaga Islam lainnya seperti pesantren. Islam dan Hindu di Bali hidup berdampingan secara harmonis, dengan hubungan yang dipenuhi sikap saling toleransi. Meskipun telah memeluk Islam, budaya lokal Bali tetap dipertahankan oleh masyarakat Muslim Bali. Mereka masih mengikuti tradisi-tradisi seperti subak, seka, serta penamaan dan bahasa, dengan perbedaan hanya terletak pada aspek ibadah.

Daftar Pustaka : 

Burhanuddin,M Yudhis. 2008. Bali yang Hilang Pendatang Islam dan Etnisitas Bali. Yogyakarta:Kanisius. 

Bahsyar, M Hmadan.2010.Identitas Minoritas di Indonesia: Kasus Muslim Bali di Tabanan dan Gianyar. Jakarta : LIPI Press. 

Couteau , Jean.2000.Bali et Islam2;coexixtense et perspectives contemporaines .Paris: Persee, Archipel 60.

Wahib, Abdul.2011.Pergulatan Pendidikan Agama Islam di Kawasan Minoritas Muslim dalam jurnal Walisong Volume 19, No.2.Semrang: Walisongo.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun