Mohon tunggu...
Shafa Salsabila
Shafa Salsabila Mohon Tunggu... Freelancer - -

A mere student that happened to enjoy writing and reading.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Review Buku "Dari Privat ke Publik (Kehidupan Seksual di Jawa Awal Abad ke-20)"

18 Desember 2020   00:52 Diperbarui: 1 Januari 2021   04:28 743
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karena tidak diperbolehkan untuk membawa istri atau kekasih ketika bekerja di Hindia Belanda, maka kebanyakan dari orang-orang Belanda akan menikahi perempuan lokal ketimbang harus mengunjungi rumah bordil untuk mendapatkan kebutuhan biologisnya.

Sebelum membahas komersialisasi seks seperti pada paragraf sebelumnya, buku ini memaparkan lebih dulu tentang pandangan orang-orang Jawa pada kegiatan seksual, baik dalam golongan elit priyayi, rakyat biasa, maupun seni. 

Masalah-masalah dan kisah-kisah berunsur seksual diceritakan dalam beberapa serat, seperti Serat Centhini, atau primbon yang menghubungkannya dengan pengobatan tradisional. 

Ada pula pandangan orang-orang akan kehidupan seksual yang "baru" ini pun beragam, dimulai dari yang tidak menerima hingga beberapa yang mau tak mau menerima hal ini sebagai bagian dari aktivitas masyarakat kala itu. 

Baik masyarakat maupun pemerintah memiliki pandangannya sendiri. Pemerintah kolonial pun mengeluarkan beberapa peraturan mengenai prostitusi, dan masyarakat setempat memiliki adat serta hukuman bagi mereka yang dianggap melanggar norma dan etika.

Namun, kendati demikian, iklan-iklan berbau seksual masih tayang. Dalam buku ini, juga dilampirkan foto-foto komersialisasi yang berada di koran-koran publik seperti Tjahaja - Timoer, Pemberita Betawi, Harian Umum, atau yang lainnya. 

Maraknya perilaku seksual ini mendatangkan berbagai penyakit kelamin, salah satunya adalah raja singa. Adanya rumah-rumah bordil juga meningkatkan naiknya angka aborsi dan kematian perempuan karena praktik aborsi yang tidak dilakukan oleh ahli, sehingga merenggut nyawa. 

Karenanya, praktik aborsi pun dinyatakan ilegal pada zaman kolonial Belanda. Alasan di balik mengapa para perempuan rela melakukan aborsi beragam, seperti karena motif ekonomi, takut kehilangan pekerjaan, dan juga sosial-budaya, takut akan diberi sanksi sosial oleh masyarakat.

Bab kesimpulan saya rasa telah merangkum seluruh isi buku dengan baik dan ringkas. Banyak yang kelebihan yang dimiliki oleh buku ini, selain topiknya yang menarik, juga cara penulisannya yang tidak membuat jenuh pembaca, dan paragraf yang tidak menumpuk sehingga mudah untuk dibaca. 

Daftar istilah di bagian depan memudahkan pembaca untuk memahami buku ini. Lampiran-lampiran berupa foto yang ada di bagian belakang pun rasanya menambah informasi bagi para pembacanya. 

Membaca buku ini membuat saya melihat perbedaan dan persamaan yang hadir pada pandangan masyarakat mengenai kehidupan seksual, dan bagaimana satu pengaruh dapat menggeser pengaruh lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun