Mohon tunggu...
Shafa Nabiha
Shafa Nabiha Mohon Tunggu... Psikolog - UNIVERSITAS AIRLANGGA

saya merupakan mahasiswa fakultas psikolgi di universitas airlangga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sabotase Kesuksesan: Kebenaran Mengejutkan di Balik Toxic Productivity Terungkap!

14 Juni 2023   21:33 Diperbarui: 14 Juni 2023   21:43 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di dunia yang serba cepat dan sangat terhubung saat ini, produktivitas sering dipuji sebagai kunci kesuksesan dan kepuasan. Mulai dari budaya perusahaan hingga buku-buku pengembangan diri, penekanan pada pengoptimalan waktu dan memaksimalkan hasil tersebar luas. Namun, semakin banyak pengakuan akan efek merugikan dari pengejaran produktivitas tanpa henti ini, yang memunculkan konsep "produktivitas beracun". Fenomena ini mengacu pada pola pikir dan perilaku yang memprioritaskan pekerjaan dengan mengorbankan kesejahteraan, yang membawa konsekuensi negatif bagi individu dan masyarakat secara keseluruhan.

Produktivitas beracun dapat terwujud dalam berbagai cara. Ini sering melibatkan obsesi yang tidak sehat dengan terus-menerus sibuk dan mencapai lebih banyak. Pola pikir ini mengagungkan kerja berlebihan, kelelahan, dan mengabaikan aspek penting kehidupan lainnya seperti hubungan, perawatan diri, dan aktivitas santai. Orang-orang yang terjebak dalam siklus ini cenderung mengukur harga diri mereka semata-mata berdasarkan tingkat produktivitas mereka, yang mengarah pada perasaan tidak mampu dan kritik diri yang terus-menerus.

Salah satu pendorong utama produktivitas beracun adalah budaya yang berlaku di banyak tempat kerja yang menghargai jam kerja yang panjang dan dedikasi yang berlebihan. Karyawan mungkin merasa tertekan untuk bekerja melebihi batas mereka, mengorbankan kesejahteraan fisik dan mental mereka untuk memenuhi harapan yang tidak realistis. Rasa takut tertinggal atau dianggap malas dapat melanggengkan siklus beracun ini, menyebabkan stres kronis, kecemasan, dan bahkan depresi.

Media sosial dan teknologi juga memainkan peran penting dalam memperburuk produktivitas beracun. Platform seperti LinkedIn dan Instagram sering menampilkan sorotan kesuksesan yang dikuratori, mengarahkan individu untuk membandingkan diri mereka dengan standar yang tidak realistis. Eksposur terus-menerus terhadap peretasan prestasi dan produktivitas menciptakan lingkungan di mana orang merasa perlu untuk "selalu aktif" dan terus berjuang untuk lebih, terlepas dari kerugian yang ditimbulkan pada kesehatan mereka.

Konsekuensi dari produktivitas beracun sangat luas. Tidak hanya merugikan kesejahteraan mental dan fisik individu, tetapi juga menyebabkan penurunan kreativitas dan inovasi. Ketika orang terus-menerus berfokus pada keluaran dan hasil langsung, mereka memiliki lebih sedikit waktu untuk refleksi, introspeksi, dan pemikiran langit biru. Hal ini dapat menghambat inovasi dan membatasi potensi ide dan solusi terobosan.

Selain itu, produktivitas yang beracun dapat merusak keseimbangan kehidupan kerja, merusak hubungan pribadi, dan kebahagiaan secara keseluruhan. Mengabaikan perawatan diri dan aktivitas rekreasi mengurangi kemampuan untuk mengisi ulang dan pulih dari stres terkait pekerjaan, yang pada akhirnya mengarah pada penurunan produktivitas dalam jangka panjang. Sangat penting untuk menyadari bahwa produktivitas sejati mencakup pendekatan holistik yang menyeimbangkan pekerjaan dengan istirahat, pertumbuhan pribadi, dan hubungan yang bermakna.

Mengatasi produktivitas beracun membutuhkan pendekatan multi-segi. Pengusaha memainkan peran penting dalam menumbuhkan lingkungan kerja yang sehat dengan mempromosikan keseimbangan kehidupan kerja, menetapkan tujuan yang realistis, dan mengembangkan budaya yang menghargai kesejahteraan karyawan. Pengaturan kerja yang fleksibel, dukungan kesehatan mental, dan pemeriksaan rutin dapat membantu mengurangi tekanan untuk terus bekerja dengan kapasitas maksimal.

Individu juga harus bertanggung jawab atas kesejahteraan mereka dan menantang ekspektasi masyarakat. Menetapkan batasan, memprioritaskan perawatan diri, dan mengenali nilai waktu luang dan relaksasi adalah langkah penting untuk membebaskan diri dari perangkap produktivitas yang beracun. Belajar untuk mendefinisikan kesuksesan dengan caranya sendiri, daripada mengandalkan validasi eksternal, dapat menghasilkan kehidupan yang lebih sehat dan lebih memuaskan.

Terakhir, masyarakat secara keseluruhan perlu mendefinisikan kembali definisi produktivitas dan kesuksesannya. Mengenali dan merayakan beragam bentuk kontribusi, seperti kreativitas, pertumbuhan pribadi, dan keterlibatan sosial, dapat membantu mengalihkan fokus dari sekadar hasil menjadi kesejahteraan secara keseluruhan. Kampanye pendidikan dan kesadaran dapat menjelaskan dampak negatif dari produktivitas beracun dan mendorong pendekatan yang lebih seimbang untuk bekerja dan hidup.

Kesimpulannya, produktivitas beracun adalah fenomena yang telah merasuki masyarakat modern, yang membawa konsekuensi negatif bagi individu dan masyarakat. Menyeimbangkan efisiensi dengan kesejahteraan sangat penting untuk pertumbuhan pribadi dan profesional yang berkelanjutan. Dengan menantang budaya yang berlaku, menetapkan batasan, dan mendefinisikan kembali kesuksesan, kita dapat menciptakan kehidupan yang lebih sehat dan lebih baik

  pendekatan berkelanjutan terhadap produktivitas yang memupuk kesejahteraan individu dan kemajuan masyarakat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun