Mohon tunggu...
Shabrina Ws
Shabrina Ws Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Menyukai pagi dan puisi. Novel yang sudah terbit diantaranya: Always Be in Your Heart, Betang, Lesus, Ping, Pelari Cilik, Rahasia Pelangi, Karena Hidup Hanyalah Sebuah Persinggahan, Sauh, dan Kisah dari Padang Rumput.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

BOA* [Femina No 36]

28 September 2015   14:46 Diperbarui: 28 September 2015   14:49 447
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jen sadar, masih akan menjalani proses jika benar-benar berpisahan dengan Boa. Tapi dia berpikir, kembali ke rumah itu lagi rasanya tidak mungkin. Terlalu banyak kenangan. Dan dia tak mau tercekik oleh ingatan-ingatannya sendiri.

Hampir jam delapan pagi, ketika Jen selesai berkemas. Dia mendengar Boa bangun dan masuk kamar mandi. Jen melirik dapur dan dia memutuskan untuk tidak menyalakan kompor, meski sekadar menyeduh teh panas. Mereka tak saling bicara. Ketika Boa bersiap ke kantor, Jen menghindar ke kamar mandi. Dan begitu selesai, Boa sudah tak ada. Lelaki itu pergi tanpa pamit kepadanya.

Jangan menangis! Jen mengingatkan dirinya sendiri. Dia menegakkan pundak ketika membawa barang-barang ke correios. Sekali lagi kembali ke rumah, mengambil kopornya, dan kini Jen berada di dalam taksi, menyusuri jalan padat kota Dili.

Rasanya baru kemarin, tangannya berada dalam genggaman Boa ketika rusuh referendum 1999. Mereka berlari ke kamp pengungsian. Tak hentinya air mata Jen tumpah di dada Boa. Mereka baru menikah beberapa hari ketika itu. Orangtua Jen yang pro integrasi tak bisa lagi bertahan lebih lama. Jen berdiri di persimpangan antara orangtua dan cintanya pada Boa.
“Kau sudah punya dunia sendiri. Tanggungjawab ayah terhadapmu telah berpindah kepada Boa.” Ayah Jen memeluknya, memberi kekuatan.
“Saya berjanji, akan menjaga Jen sampai mati. Tak akan meninggalkan hingga ke ujung dunia sekalipun.” Kalimat Boa saat itu memang terkesan berlebihan, tapi Jen tahu Boa mengucapkan dengan sungguh-sungguh.

Nyatanya waktu begitu saja mengubah segalanya. Dia bangga ketika Lorosae bangkit dengan cepat. Bangunan-bangunan dan fasilitas umum yang rusak segera diperbaiki. Bahkan Timor benar-benar bersolek menjadi wajah baru. Marka-marka jalan yang roboh kembali berdiri, dan seperti duagaan banyak orang, tak ada lagi nama-nama jalan berbahasa Indonesia. Semua memakai bahasa yang awalnya membuat lidah Jen dan Boa seakan keseleo setiap kali mengucapkan.
“Coqueiros, Amor.” Begitu cara Boa mengingatkan, setiap Jen salah mengeja.

Sebagai penulis lepas, bahasa menjadi hal paling penting dalam hidup Jen. Tahun-tahun pasca kemerdekaan, Jen banyak menulis cerpen-cerpen dan puisi bertema kedamaian. Boa tahu benar, Jen sudah mencintai menulis sejak mereka masih sama-sama duduk di bangku SMA.

Maka, ketika beberapa kali nama Jen muncul di halaman-halaman fiksi surat kabar Timor Leste, tulisan Jen biasanya sudah lolos dari koreksi Boa.
“Ini salah, Doben. Bagian ini kurang pas, Amor. Endingnya tidak bagus, Dear. Mungkin sebaiknya begini, Honey…”
Jen ikhlas segala bentuk tanggapan dan koreksi Boa. Dan itu membuatnya belajar keras untuk lebih baik. Jen janji tidak akan merepotkan Boa untuk hal-hal semacam itu.

Seiring waktu, dan pekerjaan Boa yang harus sering pergi ke daerah-daerah, pada akhirnya Jen memang semakin jarang melibatkan Boa dalam tulisan-tulisannya.

Dulu, sebelum komunikasi semudah saat ini, Jen seringkali menulis surat-surat kecil untuk Boa, jika lelaki itu pergi ke daerah. Jen seringkali menyelipkan di saku kemeja Boa, atau memasukkan ke dalam tas. Bukan berisi kata-kata panjang, kadang Jen hanya menulis;
“Hari ini berapa kali kamu ingat aku?” atau “Apakah kau membawa separuh hatiku di dalam sakumu?”

Jen menggigit bibir. Apakah Boa mengingat semua itu? Mungkin tidak. Jen paham benar lelaki itu mudah lupa, lebih tepatnya tidak suka mengingat hal-hal yang telah berlalu. Bagi Boa, yang sudah terjadi ya sudah. Sementara Jen, selalu mengingat hal-hal kecil, detail bahkan yang sepele.

Dan hal-hal seperti itulah yang membuat tulisan Jen berwarna. Dia yang lebih sering menulis cerpen dan puisi romance, hampir semuanya melibatkan perasaannya terhadap Boa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun