Mohon tunggu...
Shabrina Maulidya
Shabrina Maulidya Mohon Tunggu... -

Apa adanya itu lebih baik :)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Saat Cinta (Tak) Kembali Pulang

15 Oktober 2012   08:23 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:50 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat Cinta (Tak) Kembali Pulang

Bunda bilang, semua yang di berikan Tuhan itu adalah yang terindah, dan yang terbaik untuk siapapun yang menerimanya. Begitu pula aku, aku adalah seorang gadis buta yang beruntung, karena memiliki seorang Bunda yang selalu memberiku semangat.

Kedua mataku tidak dapat berfungsi lagi sejak kecelakaan yang terjadi saat ayah hendak mengantarkan aku ke sekolah dengan sepeda tuanya. Kejadian itu tidak hanya membuat mataku tidak dapat melihat lagi, tapi juga merenggut nyawa Ayah. Ayah tak dapat tertolong akibat benturan benda keras yang menghantam kepalanya.

Dokter mengatakan bahwa aku tak dapat melihat lagi, setelah melakukan beberapa kali pemeriksaan pada mataku. Sejak saat itu, aku memutuskan untuk berhenti sekolah, tepat saat aku duduk di bangku kelas 4 SD. Dan Bunda adalah orang yang paling menguatkan aku untuk bertahan hidup dengan kondisiku yang berbeda dari yang dulu.

Selain Bunda, aku juga punya Mas Radit, dia adalah satu-satunya sahabatku. Usia kami terpaut jarak 3 tahun. Meski begitu, dia memiliki pola pikir yang lebih dewasa dan berlaku lebih bijaksana di antara anak seumurannya. Dan bunda bilang, dia laki-laki yang manis, dan berkulit coklat.

Kami di pertemukan saat kecelakaan yang menimpa Aku dan Ayah. Waktu itu, Mas Radit dan Ibunya yang telah menolongku dan membawakan aku ke rumah sakit, Mas Radit jugalah yang menghiburku sesaat sebelum bunda datang.

Dan sekarang, kehadirannya adalah teduh untukku.

5 Tahun Setelah Meninggalnya Ayah..

“Udara pagi ini terasa sejuk ya Bunda, mataharinya juga terasa hangat menjamah kulit Marsya.” Ucapku pada Bunda.

“Iya sayang, mataharinya sekarang bersinar secerah senyum kamu. Bayangkan jika kamu selalu menghadapi sesuatu dan menyapa orang-orang dengan senyuman indah itu. Semua akan terasa lebih ringan dan menyenangkan.”

“Ihh..Bunda paling bisa godain aku.”

“Loh, Bunda serius, bukan mau godain kamu.” Tambah Bunda.

“Andai Marsya bisa melihat saat ini, Marsya ingin sekali melihat perkembangan yang terjadi di sekitar Marsya, melihat Bunda, Mas Radit.” Ucapku berandai.

“Sayang, apapun yang telah di berikan Allah itu adalah yang terbaik untuk umatNya. Jika kamu bisa melihat, belum tentu kamu bisa setabah ini dalam menghadapi cobaan hidup yang lainnya, dan belum tentu juga kamu akan selalu tersenyum seperti ini dalam menghadapi hidup. Mereka yang bisa melihat dengan mata, tidak semuanya bisa menggunakan mata hatinya sayang, berbeda dengan kamu.”

Aku tahu Bunda adalah orang yang paling bisa membesarkan hati dan semangatku. Dia mencoba membuatku melupakan kesedihanku. Suasanapun menjadi hening kembali.

“Bunda…” suaraku memecah heningnya pagi yang menyapa kami berdua.

“Ya sayang ?” jawabnya lembut.

“Wajahku sekarang seperti apa ya, Nda ? Dulu Ayah suka bilang kalau aku itu putrinya yang paling cantik. Aku juga merasa kalau dulu aku mirip Bunda. Gimana dengan sekarang Bunda ?” aku memaparkan semua pertanyaan yang ingin ku tanyakan.

“Kamu sekarang berbeda nak, kamu tidak secantik Bunda lagi, kamu lebih dari itu. Wajah kamu juga lebih mirip ke Ayah. Mata yang indah, paras yang ayu dan senyuman yang memesona.” Jawab Bunda lembut.

Aku tertegun sejenak, “seperti itukah aku saat ini, Bunda ?.” tanyaku penasaran.

“Iya anakku,” suara malaikat yang di kirim Tuhan untukku itu terdengar sangat lembut.

“Kenapa kamu bertanya seperti itu ? kamu lagi jatuh cinta ya ? apa ini karena Radit ?” tanyanya setengah menggoda.

“Ngga kok Bunda..” jawabku gugup.

“Bunda, Marsya mulai ngerasa lapar nih.” Ku coba untuk menyudahi pembicaraan.

“Ya sudah, kita sarapan dulu yuk.. Bunda udah buatin makanan kesukaan kamu.”

“Ok.” Jawabku penuh semangat.

***

Jika sore telah tiba, aku biasanya pergi ke taman yang terletak tak jauh dari rumahku bersama Mas Radit.

Dan sore ini aku juga sedang menunggu lelaki itu untuk menjemputku dan mengajakku bermain kesana. Aku sering mendengarkan dia bercerita tentang suasana hatinya, tentang kegiatannya di sekolah, dan aku tak pernah bosan untuk mendengarkannya. Mas Radit juga sering membagi ilmu yang didapatnya di sekolah padaku.

Tak berapa lama Marsya menunggu. Mas Radit datang diam-diam dan bemaksud ingin mengejutkannya. Akan tetapi, ternyata Marsya telah mengetahui kedatangannya.

“Heeiii..” teriakku sambil berdiri.

Seketika Mas Radit terkejut melihatku yang mengetahui keberadaannya.

“Lho, kok kamu tau aku datang sih ? padahal aku udah coba kayak penyusup tadi, jalan dengan pelannnn banget,” ucapnya sebal karena gagal mengagetkan aku dan malah dia yang aku buat kaget.

Aku pun tersenyum merasakan kemenanganku darinya. “Mas, Tuhan memberikan

kepekaan yang lebih tajam kepada orang buta lho, aku bisa merasakan kehadiran kamu bukan dengan mata, tapi pendengaran dan hatiku.”

Radit tersenyum melihat gadis yang menjadi sahabatnya selama delapan tahun itu kini mulai tumbuh menjadi remaja yang anggun dan bertutur kata lembut.

“Kok diam Mas ?” tanyaku sambil mengayunkan tangan mencoba mencari tangan Mas Radit.

“Ayo kita berangkat !” pintaku sambil menggenggam tangannya.

“Ayo !!” jawab lelaki itu dengan semangat.

Sesampai di taman..

Mas Radit memberiku tempat duduk dan meninggalkanku.

“Sebentar ya,” ucapnya singkat.

“Mas mau kemana ? Mas ? Mas ?” aku mencoba meraih tongkatku .

“Kamu tunggu disini sebentar adik kecilku,” tuturnya hangat.

Aku pun menunggunya beberapa saat. Dan saat dia kembali, dia memberiku sesuatu.

“Ini untuk kamu.”

Aku menerimanya dan mencium benda itu, “Mawar.” ucapku

sambil tersenyum.

“Makasih mas.” Ucapku lagi.

Kami duduk berdua di kursi panjang yang biasa kami duduki di taman itu.

“Apa kabar kamu hari ini adik kecilku ?” Tanya Mas Radit.

“Baik Mas, kamu sendiri gimana ?” Tanyaku kembali.

“Kalau kamu baik, aku juga pasti baik.”

Aku tersenyum mendengarnya dan berharap aku bisa melihat

wajahnya saat mengatakan hal itu.

“Gimana sekolah kamu tadi Mas ?”.

“Hari ini ngga ada yang terlalu menarik di sekolah. Oya, ada yang mau aku bilang sama kamu ni Sya.” suaranya terdengar serius.

“Apa itu Mas ? bilang aja ?” tanyaku penasaran dan mencoba mengarahkan posisi badanku ke arahnya.

“Tahun ini, setelah pengumuman kelulusan, mas akan berangkat keluar kota, Sya. Mas akan melanjutkan ke perguruan tinggi di kota, nanti.” suasana hening sejenak dan Mas Radit melanjutkan pembicaraannya. “Untuk beberapa tahun, Mas akan meninggalkan kampung, dan juga kamu.”

Saat ini, aku yakin hanya ALLAH yang mengerti perasaanku. Jantungku berdetak sangat kencang, seperti gelisah dan ingin memohon lelaki yang berhadapan denganku itu untuk tidak meninggalkanku sendiri. Aku tenggelam dalam daya khayalku membayangkan aku tanpa dirinya.

“Sya ??”.

Suara itu mengembalikanku ke dalam suasana yang

memintaku untuk tetap tenang.

“Ya mas ?”.

“Kok bengong ? kamu ngga dengarin aku ngomong dari tadi ya ?.” tanyanya kesal.

“Marsya dengar kok mas.” jawabku singkat.

“Lalu, gimana menurut kamu, apa kamu ngga keberatan

kalau aku pergi ?”

“Ya ngga lah mas, masa kamu mau menuntut ilmu ke jenjang yang lebih tinggi, aku larang. Emang aku ini orang yang bisa menjamin masa depan kamu tanpa kuliah apa? Tidak apa-apa mas, pergilah.” Jawabku sambil berusaha tenang.

“Yang bener ?” tanyanya sambil menggodaku.

“Iya Mas, beneran. Aku pasti baik-baik aja disini.”

“Jadi lega mas dengarnya, setidaknya mas tambah semangat karena dapat dukungan dari kamu. Eit, tapi jangan lupa balas surat yang bakal sering mas kirim tiap minggu ya adik kecilku !!. Mas bakal minta tolong ibu kamu untuk bacakan surat dan menulis surat balasan yang mau kamu sampaikan ke mas nanti. Kita harus sering berkomunikasi, karena mas selalu ingin tahu keadaan kamu seperti yang kita lakukan sehari-hari.”

“Iya-iya, Mas bawel. Aku pasti balas surat kamu nanti.”

***

Beberapa bulan kemudian, Mas Radit lulus SMA, dan akan pergi ke kota besar untuk melanjutkan sekolahnya.

Tepatnya hari ini, aku, bunda, dan orang tua Mas Radit mengantarkannya ke stasiun.

Sesampai di stasiun kereta api,

“Radit berangkat ya Pak, Bu.” Pamitnya pada orangtuanya dan Bunda sambil mencium tangan mereka.

“Mas pergi dulu ya, jaga diri kamu baik-baik. Ingat, kamu harus tetap cerita sama Mas yaa.. !! dan bila Mas pulang nanti, tunggu Mas di sini sampai Mas menjumpai kamu kembali.” Ucapnya padaku.

“Iya Mas, hati-hati di jalan. Beri kabar jika kamu telah sampai.”

Mas radit mencium dahiku dan menyapu kepalaku. Hal yang tak pernah aku duga, aku merasa hawa sejuk menerpaku.

Terdengar dari pusat informasi bahwa kereta akan segera berangkat. Tak berapa lama, kudengar suara laju kereta itu yang berjalan menjauh dari tempatku berdiri.

Aku pun mulai menggunakan tongkatku dan menghitung langkahku satu demi satu di temani bunda di sampingku.

Aku akan selalu merindukan kamu Mas.

Ucapku dalam hati.

***

3 Tahun 10 bulan Mas Radit telah berada di tanah orang lain. Waktu yang lama untuk Marsya tanpa kehadiran sosok lelaki yang biasa menemani hari-harinya. Marsya masih menantinya, dan mereka sering berkirim surat walau hanya sekedar menanyakan kabar dan juga melepas rindu.

“Nduuk, lihat ini ada surat dari Radit.” Ucap Bunda.

Akupun segera menghampiri Bunda dan mulai mendengarkan Bunda membacakan surat itu.

“Untuk Adikku tersayang, gimana kabar kamu hari ini ? ntah kenapa mas sangat merindukan kamu. Mas ingin cepat-cepat pulang rasanya untuk jumpa kamu dan bercerita banyak hal sama kamu.”

Aku tersenyum mendengarnya dan mulai berpikir bahwa Mas Radit juga meraskan apa yang ku rasa.

Ibu pun melanjutkan membaca..

“Oya,  sepertinya mas sudah menemukan kekasih sejati yang cocok untuk mas, Sya. Bahkan Mas ingin memperkenalkannya lebih dekat lagi pada orang tua Mas. Tapi, sebelumnya Mas bakal minta persetujuan dulu dari kamu dan minta pendapat kamu.

Beberapa bulan lagi, Insya Allah kuliah Mas juga akan selesai, Mas akan pulang dan mencari pekerjaan di sana.

Tunggu Mas di stasiun ya Adik kecilku. Salam sayang, Mas Radit.”

Aku tertegun dan bertanya dalam hati, siapa wanita yang di maksud oleh Mas Radit ?. Mungkinkah dia telah menemukan wanita pilihannya di sana ?. Aku seperti terhempas ke dalam jurang yang teramat gelap dan dalam. Apa Aku hanya menaruh harapan kosong selama ini ?

Dengan cepat butiran-butiran kecil itu membasahi pipiku, segera Bunda mendekapku. Aku berusaha untuk tetap tenang. Mungkin Aku gadis buta yang terlalu naif, berharap untuk dapat dicintai sepenuhnya oleh dia, lebih dari seorang sahabat.

Mas, adakah kau jemput bahagia disana ?

***

Beberapa bulan kemudian, dan saat dimana Mas Radit akan pulang, tiba. Aku memutuskan untuk membatalkan menunggu Mas Radit di stasiun. Ku pikir, dia pasti akan bersama kekasihnya, dan dia akan tetap baik-baik saja tanpaku.

“Lho, kamu ngga jadi nunggu Radit di stasiun, nak ?” Tanya Bunda.

“Ngga Nda, Marsya tidak enak badan” jawabku sambil mengayuhkan tongkat yang menuntunku meninggalkan Bunda yang sedang menonton tv di ruang tamu.

Tak berapa lama..

Ku dengar dari kamar, Bunda sedang berbicara dengan seseorang di luar sana. Kemudian beliau masuk ke kamarku.

“Nak, ini ada surat dari Radit. Tadi tukang pos minta maaf karena surat ini terlambat di antar. Harusnya surat ini di antar semalam ke rumah kita. Bunda bacakan ya ?”

Aku mengangguk lemas.

Assalamu’alaikum.. apa kabar Adik kecil Mas hari ini ? Sya, besok Mas pulang, kamu ngga lupakan dengan janji kamu yang mau menunggu Mas di stasiun ? Besok, setelah sampai, kita akan langsung ke rumah orang tua Mas ya ?. Mas ingin memperkenalkan kamu dengan mereka. Sya, Mas ingin jadi pelindung kamu. Izinkan mas untuk menjaga kamu selamanya Sya, Mas ingin kita bersama lagi seperti dulu tapi tidak dalam persahabatan, melainkan dalam sebuah ikatan. Mas tunggu jawaban kamu besok. Jangan lupa ya Adikku sayang..

Salam sayang, Mas Radit”

Tak berapa lama saat Bunda selesai membaca surat. Tiba-tiba terdengar berita tentang kecelakaan kereta api di tv, dan ternyata kereta itu adalah kereta api yang di tumpangi Mas Radit. Tak ada satupun yang selamat dalam kecelakaan itu.

Ku jatuhkan badanku saat mendengarnya, lalu Bunda mendekapku dengan erat.

“Mas Radittt !!!” teriakku dalam pelukan bunda.

“Sabar nak, sabar sayang.”

Mengapa ini terjadi padaku, Tuhan ?

Mengapa semua terasa begitu terlambat ?

Mas, kenapa kamu tinggalin aku sendiri di sini ?

Seperti inikah cinta menghampiri hidupku ?

***

Beberapa minggu setelah duka itu menghampiriku, aku seperti hilang arah. Pandanganku kelam, lebih kelam dari kebutaaanku ini.

“Bunda, Marsya keluar sebentar ya.” Ucapku.

“Mau kemana nak ?”

“Ke stasiun, Bunda”

“Nak, sudahlah. Jangan melakukan itu lagi. Untuk apa kamu ke stasiun lagi ? Tidak ada yang perlu kamu tunggu lagi di sana, sayang. Sudah, belajarlah untuk ikhlas, nak.”

“Iya Bunda, Marsya tau, dan Marsya udah berusaha untuk ikhlas. Tapi, izinkanlah Marsya melakukannya untuk kali ini saja.”

“Tapi, kamu melakukannya hampir setiap hari nak, bukan hanya sekali. Kamu terus datang ke stasiun, padahal tidak ada yang harus kamu tunggu di sana.” Tegas Bunda.

“Marsya pergi dulu Bunda.” Aku berpura-pura tidak mendengar ucapan Bunda.

Tiba di stasiun. Aku duduk di bangku tempat menunggu kedatangan penumpang kereta, seperti pinta Mas Radit padaku. Dan aku sadari, aku melakukannya hampir setiap hari. Bahkan aku telah hafal tiap jalan yang harus ku lalui lewat langkah kakiku ini. Aku masih terus berharap Mas Radit akan menemuiku seperti janjinya dulu.

Kau datang membawa bahagia,

Lalu pergi tanpa berkata

Memberi rasa sakit tak berperi

Menabur duka di ruang tempat aku mencintaimu

Mas, adakah kau temui aku di sini ?

Aku menghitung tiap langkah kakiku untuk sampai di sini.

Adakah Tuhan memberikan tempat terindah untukmu di sana ?

Hingga kau enggan temui aku di sini ?

Semoga…

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun