Mohon tunggu...
shabrina hasni
shabrina hasni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Airlangga

An undergraduate law student of Airlangga University.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Esensi Media Sosial Sebagai Wadah Aspirasi dalam Kacamata Hukum

10 Juni 2022   13:32 Diperbarui: 10 Juni 2022   13:33 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di era digital seperti sekarang, penggunaan media sosial untuk berdemokrasi dalam menyampaikan kritik dan pendapat menjadi wadah penyampaian aspirasi publik. Seperti yang dipaparkan Straubhaar dan Rose “Social media has an impact on  new character. audience generated media allows the public to distributing the content they own” (Straubhaar& Rose, 2006).

Namun dalam pemanfaatan media sosial dalam berdemokrasi, tentulah ada batasan-batasan yang telah diatur secara yuridis. Internasional melalui ICCPR sendiri menetapkan ketentuan pada Pasal 20 ayat (2) yang berbunyi “any advocacy of national, racial, or religious hatred that constitutes incitement to discrimination or violence shall be prohibited by law.” yang tujuannya untuk mencegah kebebasan yang mengarah ke arah liberal dalam bentuk narasi, ilustrasi, maupun audio. Dalam konteks ini dikhawatirkan penggunaan media sosial sebagai sarana menyampaikan kritik dan pendapat mengandung ujaran kebencian, diskriminasi ras, gender, dll.

Sebagai negara hukum, tentunya Indonesia telah meregulasi sedemikian aturan mengenai pembatasan dalam berdemokrasi di media sosial. Hal tersebut bertujuan untuk menjaminnya hak dan kebebasan orang lain juga memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna media sosial. Peraturan tersebut dituangkan pada KUHP terkait penegakan hukum yang berkaitan dengan kebebasan berpendapat pasal 310 KUHP.

Dalam jurnal berjudul Media Sosial, Demokrasi, Dan Penyampaian Pendapat Politik Milenial Di Era Pasca-Reformasi  yang mana mengkaji mengenai kebebasan dalam berpendapat politik kaum  millenial di media sosial, diketahui bahwa sebagian besar dari informan, yang mana informan adalah generasi millennial, menggunakan media sosial akibat tren masyarakat sebagai sarana berkomunikasi dan bertukar informasi. 

Hal ini juga diperkuat karena berkembangnya teknologi secara pesat mengakibatkan berubahnya tatanan hidup manusia. Dalam konteks ini, media sosial menjadi suatu medium baru yang memudahkan para generasi muda untuk saling berkomunikasi dan berinteraksi. Namun penggunaan media sosial yang awalnya hanya sebatas ruang berinteraksi kini menjadi lebih luas. Generasi muda memanfaatkan platform media sosial yang mereka miliki sebagai ruang untuk menyampaikan pendapat termasuk untuk isu-isu terkait politik. Mereka merasa adanya keleluasaan untuk beropini secara bebas dan egaliter. 

Selain itu, dari data yang didapat, sejumlah informan mengatakan bahwa penggunaan media sosial dalam menyampaikan kritik politik pemerintahan dinilai lebih efisisen dibandingkan dengan penyampaian aspirasi lewat dewan perwakilan yang mana belum tentu didengar dan sarat akan kepentingan. Termasuk saat berdemonstrasi, penyampaian lewat media sosial dirasa lebih efektif karena memiliki ruang lingkup dan dimensi yang luas. Seluruh masyarakat dapat mengakses dan menerima substansi dari demonstrasi itu sendiri tanpa adanya mispinterpretasi dikarenakan setiap konten yang mengandung kritik dan provokasi terhadap pemerintah disampaikan secara penuh dan utuh tanpa disunting dan perubahan sesuai kepentingan sebagian pihak. Dan hal tersebut bukanlah merupakan hal yang salah selama memenuhi aturan dalam memenuhi Batasan berdemokrasi.

Mengutip Jurnal Hak Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi Dalam Ruang Publik di Era Digital, dalam perspektif demokrasi sendiri, menyampaikan aspirasi dan pendapat melalui media sosial merupakan implementasi UUD NRI Pasal 28E ayat (3) yang mengemukakan bahwa kebebasan berpendapat adalah hak mutlak bagi setiap warga Negara Indonesia.  Namun tentunya dalam berpendapat, kebebasan tidaklah mutlak. Terdapat pembatasan-pembatasan dalam berespresi dan menyampaikan pendapat sehingga tidak mengubah esensi media sosial itu sendiri menjadi wadah dalam penyebaran ujaran kebencian, diskriminasi, dan konten-konten lain yang sifatnya negatif. Sehingga adanya media sosial akibat perkembangan teknologi dan digitalisasi diharapakan dapat menimbulkan kedinamisan serta memudahkan masyarakat untuk berpendapat baik menyampaikan kritik masukan terhadap pemerintah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun