Mohon tunggu...
shabrina
shabrina Mohon Tunggu... Mahasiswa - pelajar

hobii overthinking

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pertimbangan dan Argumen Kontra terhadap Pemerataan Transportasi Berbasis Rel di Indonesia

20 Agustus 2023   19:42 Diperbarui: 20 Agustus 2023   21:04 383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Jakarta -- Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyampaikan komitmen pemerintah untuk mengurangi emisi karbon di sektor transportasi, dengan melakukan pengembangan angkutan massal yang ramah lingkungan.

Menhub mengatakan, salah satu upaya yang dilakukan untuk mengurangi emisi karbon yaitu dengan terus mengembangkan angkutan massal perkotaan. Mengingat, sektor transportasi khususnya di wilayah perkotaan berkontribusi sebagai sumber polusi dan meningkatkan emisi karbon.

Infrastruktur transportasi yang baik dan handal memberikan dampak yang positif berupa aksesbilitas antar wilayah yang baik, meningkatnya produktivitas ekonomi, meningkatkan hubungan dan kondisi sosial budaya dan stabilitas pertahanan keamanan.

Sejumlah angkutan massal dibangun di kawasan perkotaan seperti: MRT, LRT, KRL, Bus Rapid Transit (BRT) dan juga angkutan pengumpannya seperti angkot, dan lain sebagainya.

Ketersediaan sistem angkutan umum cepat massal berbasis rel kota-kota di Indonesia dapat mengurangi tingkat kemacetan, karena kota-kota besar dan menengah terancam kemacetan yang terkunci (total gridlock) yang dapat melumpuhkan roda kehidupan (Susanto, 2013)

Terdapat beberapa pertimbangan yang perlu dipertimbangkan saat mengevaluasi pemerataan transportasi umum berbasis rel di Indonesia. Meskipun tujuan untuk meningkatkan mobilitas dan konektivitas bisa menjadi hal yang penting, ada beberapa argumen yang perlu diperhatikan sebelum mengambil langkah maju dalam proyek semacam itu.

Berikut beberapa argumen yang mungkin kontra terhadap pemerataan transportasi umum berbasis rel:

  1. Biaya Investasi Tinggi: Proyek transportasi umum berbasis rel, seperti kereta api cepat atau sistem metro, memerlukan biaya investasi awal yang sangat tinggi. Ini bisa menyebabkan beban fiskal yang besar pada pemerintah atau badan pengelola proyek, dan berpotensi mengganggu alokasi dana untuk program lain yang juga penting.
  2. Operasional dan Pemeliharaan: Meskipun proyek rel memiliki biaya investasi tinggi, biaya operasional dan pemeliharaannya juga bisa menjadi beban berkelanjutan. Jika tidak ada cukup penumpang yang menggunakan layanan ini secara konsisten, maka biaya ini mungkin sulit untuk dijustifikasi.
  3. Pertimbangan Geografis dan Demografis: Indonesia memiliki geografi yang beragam, termasuk banyak pulau-pulau yang tidak mudah dijangkau oleh rel. Jika investasi besar diletakkan pada proyek rel di wilayah yang memiliki populasi rendah atau topografi yang sulit, efektivitas dan efisiensi proyek tersebut bisa dipertanyakan.
  4. Alternatif Transportasi: Beberapa orang mungkin berpendapat bahwa mengalokasikan dana untuk proyek rel bisa lebih baik diarahkan ke alternatif transportasi seperti peningkatan jaringan jalan, pengembangan transportasi umum berbasis jalan yang lebih fleksibel, atau bahkan dukungan untuk transportasi berbasis teknologi seperti ridesharing dan mobil listrik.
  5. Peningkatan Mobilitas Pribadi: Pengembangan infrastruktur rel mungkin tidak secara signifikan mengurangi penggunaan kendaraan pribadi jika aksesibilitas dan kenyamanan transportasi umum tidak memadai. Jika masyarakat tidak merasakan manfaat yang jelas dari sistem rel yang ada, mereka mungkin tetap memilih untuk menggunakan kendaraan pribadi.
  6. Kesinambungan Lingkungan: Meskipun transportasi umum berbasis rel dapat lebih ramah lingkungan daripada transportasi pribadi, proyek-proyek besar ini juga bisa memiliki dampak lingkungan yang signifikan selama konstruksi dan operasionalnya. Dampak ini termasuk penggusuran lahan, deforestasi, dan perubahan lingkungan alami.
  7. Keterbatasan Jangkauan: Sistem transportasi berbasis rel mungkin tidak mencakup seluruh area perkotaan atau wilayah, sehingga masih ada banyak daerah yang tidak terlayani oleh sistem ini. Hal ini bisa memicu ketidaksetaraan aksesibilitas bagi warga yang tinggal di daerah-daerah yang tidak dilalui oleh jalur rel.

source : 

https://dephub.go.id/post/read/kurangi-emisi-karbon,-kemenhub-terus-kembangkan-angkutan-massal-perkotaan-ramah-lingkungan 

https://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/cakrawala/article/download/4356/3035

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun