Mohon tunggu...
Shabrina Alifia Nadhira
Shabrina Alifia Nadhira Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Negeri Jakarta

sosial

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengaruh Aplikasi Kencan Tinder atas Perilaku Pelecehan Seksual

17 Desember 2022   15:04 Diperbarui: 17 Desember 2022   15:07 789
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Kasus ini merupakan kasus yang sangat keji. Dimana individu dibunuh kemudian dimutilasi, serta dihabiskan semua harta bendanya. Maka menurut saya, tidak heran mengapa pelaku harus di penjara seumur hidup. Lantas dengan adanya kasus ini terdapat perspektif sosiologi, bahwa perbuatan atau tindakan kejahatan yang menimbulkan hilangnya nyawa orang lain dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) disebut pembunuhan. Dan kasus ini adalah kasus pembunuhan secara sengaja, karena kedua pelaku sudah merencanakan tindakan pembunuhan tersebut sebelumnya.[7]

Dan menurut saya kasus ini bukan hanya kasus pembunuhan semata, tetapi juga kasus pencurian dan pelecehan seksual. Karena adanya tindakan merampas harta benda korban dan langsung menghabiskan harta benda korban dengan menyewa apartemen, rumah, membeli logam mulia, emas, dan membeli motor. Dilansir dari tempo.co, bahwasannya motif pelaku melakukan tindakan tersebut adalah karena motif ekonomi, dan diketahui juga ternyata kedua pelaku adalah seorang pengangguran. Mereka merampas harta benda milik korban karena, mereka mengetahui bahwa korban adalah manajer hrd perusahaan kontraktor swasta yang sudah jelas ialah orang berada.[8]

Lalu dapat dikatakan kasus pelecehan seksual karena, aplikasi tinder itu sendiri untuk mencari pasangan atau jodoh. Namun pada kasus ini, korban dan pelaku L menyalahgunakan aplikasi tersebut. Mereka berdua memesan atau menyewa apartemen yang pada akhirnya untuk melakukan hubungan yang terlarang oleh agama.

Pada kasus ini berkaitan dengan teori sosiologi dari Max Weber yaitu tindakan sosial rasionalitas instrumental. Menurut Ritzer Rasional instrumental merupakan “Tindakan sosial yang dilakukan seseorang didasarkan atas pertimbangan dan pilihan sadar yang berhubungan dengan tujuan tindakan itu dan ketersediaan alat yang dipergunakan untuk mencapainya”.[9] Disini individu dengan sadar bertindak atas dasar tujuan atau cara serta alat yang dimilikinya.

Dalam kasus ini, kedua pelaku melakukan tindakan negatif dengan berbagai cara dan alat yang mumpuni. Berawal seperti menyewa apartemen, membunuh korban, membeli gergaji guna untuk memutilasi korban, memasukkan korban ke koper, mengganti sprei yang baru dan mengecat tembok yang berlumuran darah untuk menghilangkan jejak pembunuhan,, merampas harta benda milik korban, dan lain sebagainya. Hal ini menandakan adanya strategi yang telah disusun pelaku untuk merampas harta benda korban.

Kasus ini juga disebabkan karena kekosongan control atau pengendalian social. Karena disini pelaku cenderung untuk tidak mematuhi hukum dan ada dorongan untuk melakukan pelanggaran hukum. Serta teori lainnya yang berkaitan dengan kasus ini adalah teori praktik sosial dari Pierre Bourdieu. Teori ini adalah hasil dari gabungan antara habitus dan ranah yang melibatkan modal di dalamnya.

Habitus bukanlah bawaan dari lahir atau dapat dikatakan sebagai kodrat, namiun habitus adalah hasil pembelajaran atau proses pengasujan dan bersosialisasi di dalam masyarakat. Prosesnya ini berjalan secara halus dan tanpa disadari, serta menunjukan sebagai hal yang wajar.[10] Habitus mempunyai relasi dengan modal, karena habitus atau kebiasaan berfungsi sebagai pengganda modal (materil/simbolik). Modal wajib hukumnya ada didalam ranah atau arena, karena supaya ranah mempunyai arti atau bermakna. Ranah atau arena adalah ruang untuk para aktor atau individu daling bersaing. Dengan tujuan untuk mendapatkan kekuatan simbolis. Semakin banyak kekuatana yang dimiliki actor, maka semakin tinggi pula struktur yang dimiliki. Sehingga kesimpulan yang dapat ditarik adalah actor dibentuk dan membentuk kebiasaan/habitus dengan modal yang dipertaruhkan di dalam ranah, dan hal ini menghasilkan praktik atau produk dari hubungan habitus dan ranah yang di dalamnya melibatkan modal.

 Banyak kasus yang saya amati berkaitan dengan masyarakat Indonesia penguna tinder adalah setelah mereka berkenalan dan berkomunikasi di tinder, mereka kebanyakan langsung meminta tukeran nomor whatsapp dan mulai berbicara melalui aplikasi tersebut. Tidak hanya chatan semata namun juga melakukan call dan video call. Dan hal ini sudah menajdi habitus mayoritas pengguna aplikasi kencan tinder ini di Indonesia. Individu yang melakukan hal itu sudah membekali modal yang dipertaruhkan di aplikasi tinder yang dimana sebagai ranah para penggunanya itu sendiri.

 Solusi untuk individu pengguna aplikasi kencan, baik aplikasi tinder ataupun aplikasi lainnya supaya tidak terjerat kedalam pelecehan seksual adalah yang pertama selektif dalam berkenalan, disini lihat betul-betul profil yang digunakan. Di aplikasi tinder sudah ada fitur verifikasi foto, jadi profil pengguna yang sesuai dengan wajah aslinya akn mendapatkan centang biru. Kemudian solusi kedua adalah jangan mudah percaya dan jangan terlalu mengharapkan lebih dari lawan jenis. Karena banyak juga modus yang awalnya mencari jodoh justru lama-kelamaan meminjam uang dan bahkan meguras harta benda korban, dan dapat merengut nyawa pula seperti kasus yang sudah di bahas si atas. 

 PENUTUP

 Kesimpulan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun