Mohon tunggu...
Shabirin Arga
Shabirin Arga Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis, Pengamat Sosial dan Politik

Penulis Muda

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Rumah Peradaban Umat

21 Juli 2019   12:39 Diperbarui: 21 Juli 2019   12:53 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lantunan dan seruan ilahi memang gemuruh kita dengarkan dari puncak menara. Namun, ruang bangunannya kini menjadi sepi, mencoba untuk mencermati disetiap sudut bangunan, dinding-dinding kian menjadi rapuh, lumut hijau mulai merayapi lantainya, dan tiada lagi keindahan pada langit-langitnya yang kini menjadi lesu, bangunan berkubah menghujung tinggi ke langit, itulah masjid yang disebut namanya. Yang terbenam   dalam pikiran dan jiwa umat islam, bangunan berkubah itu hanya sebatas tempat ritual belaka, menempelkan jidad yang beralaskan karpet dan sajadah, mengadahkan tangan dan berdzikir dalam kesunyian. Ritualnya tak lebih hanya sebatas lantunan takbir saja, dan seruan mimbarnya melainkan isi-isi yang begitu kaku dan membosankan.

Apakah sesempit itu misi peradaban yang dibawa oleh masjid? Sesederhana itukah umat memahami peranan masjid? Maka seseuatu wajar umat muslim kini telah meninggalkan rumah mulia itu, maka wajar bila dimensi iman dan ukhuwah  itu tidak menyatu dalam  diri umat islam, dan wajar bila hari ini umat islam mengalami kemunduran di berbagai aspek kehidupan.

Masjid merupakan rumah peradaban umat Islam, umat hanya akan sampai pada puncak peradaban tersebut bila mengunakan masjid sebagai jembatan emas menuju perababan Islam sebagaimana yang pernah dirasakan oleh generasi sahabat pasca wafatnya Baginda Rosullulah Saw, tidak kurang dari 2 abad lamanya umat Islam menikmati puncak peradaban dan lahir sebuah negara baru dengan kekuatan super power.

Ini bisa kita lihat dengan membuka kembali lembaran-lembaran sejarah pada zaman Rosulullah SAW dan Khulafar Rosyidin, kemudian ada satu fakta yang tak terbantahkan mengenai kondisi kesatuan dan persatuan umat islam, tidak perlu muluk-muluk melakukan sebuah riset atau penelitian yang panjang untuk menganalisa dan melihat kondisi umat islam saat ini, akan tetapi cukup melihat bagaimana umat muslim itu sendiri memakmurkan masjid di setiap sholat fardunya, terlebih lagi sholat subuh.  Apa yang kita lihat dari kondisi masjid saat ini, yang mati dan lesu tanpa adanya ruh kehidupan, maka seperti itulah yang dialami umat saat ini.

Sepertinya umat gagal dalam memahami bahwa masjid merupakan salah satu sumber nilai spiritual umat, dimana setiap ibadah yang dilakukan adalah proses membangun karakter dan pengokohan mentallistas setiap individu umat muslim, sehingga setiap individu umat muslim mampu tampil penuh dengan kepercayaan diri sebagai pemegang tonggak peradaban, bukan malah hanya sebagai rutinitas ibadah  tanpa melahirkan makna.

Dengan pembentukan karakter dan mental yang kuat maka lahirlah arsitek-arsitek peradaban yang luar biasa, yang memiliki kapasitas dan pantas untuk merubah negeri. Dengan modal tersebut, umat harus meraih mimpi untuk segera menuju istana, mengambil alih peran kendali sebuah nahkoda dalam mewujudkan kemaslahatan dan kebaikan yang dinantikan sebuah bangsa, meraih istana awal untuk menaklukan Indonesia, dan kita harus memastikan bahwa orang-orang mengendalikan jabatan dan kekuasaan itulah orang-orang yang memiliki mimpi peradaban untuk merekontruksi ulang negeri ini.

Oleh karena itu, saatnya kita kembali ke titik awal, memulai segalanya dari rumah peradaban, menyusun konsep dan membaca peta-peta dinamika kehidupan, kita isi, bakar, kemudian kobarkan semangat kita melalui spirit ketauhidan, mencetak manusia-manusia siap bertempur di medan perpolitikan, bergelut didunia perekonomian, berkiprah pada tatanan kemasyarakatan dan pos-pos yang dibutuhkan. Dalam hal ini ada beberapa hal yang kita harus kita lakukan:

Pertama, menjadikan masjid sebagai taman surga. Sudah saatnya masjid dijadikan taman surga bagi anak-anak dan remaja, biarkan ia bermain dan bergembira meskipun berlari-lari didalamnya, biarkanlah hatta merasa puas asal ia merasakan kenyamanan, jangan marahi mereka hingga mereka tak mau lagi ke masjid, tapi kita juga harus menemukan metodelogi atau cara-cara baru untuk mengingatkan dan mendidik mereka.

Kedua, menjadikan masjid sabagai tongkrongan bagi kalangan muda. Jika diperhatikan prilaku sosial anak muda dan mahasiswa zaman now, menghabiskan waktunya di warkop-warkop dalam sebuah obrolan, bermacam topik yang menjadi pembicaraan dan itu tidak pernah selesai dalam satu hari, akan ada episode lanjutan di hari-hari berikutnya, sampai-sampai panggilan sholat diabaikan begitu saja.

Ini problem saat ini, kita harus mendesain masjid sebagai wadah tongkrongan yang menarik bagi anak muda, tongkrongan yang diisi dengan kajian menu-menu baru dan diskusi menarik kemudian ditemani secangkir kopi. Sehingga kedepan masjid tidak hanya sebatas tempat ritual yang begitu ekstrim dan kaku. Tata bangunan masjid menjadi tugas para arsitek untuk mendesain bagunan masjid yang menarik  bagi generasi milenial muslim, dimana bangunannya harus terkoneksikan dengan sentral aktivitas-aktivitas anak muda, misalkan masjid yang memiliki sub ruang atau tempat yang menjadi bagian hobi para pemuda, olahraga, belajar, dan seterusnya.

Ketiga, mengadakan aktivitas-aktivitas positif dan menarik bagi semua kalangan. Masjid harus dijadikan sebagai sarana serbaguna akan tetapi mengedepan etika, menjadi sarana pendidikan dan berbagai lainya, seperti agenda perlombaan, acara hari-hari nasional, training atau seminar. Jadi harapannya kedepan para arsitektur masjid juga mampu menawarkan sebuah konsep baru untuk membaca perkembangan zaman akan kebutuhan ruang, sehingga masjid bisa dioprasionalkan dengan efektif untuk menjawab keinginan umat tanpa ada yang merasa terganggu dalam kenyamanan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun