Mohon tunggu...
Shabila Salsabil
Shabila Salsabil Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sosiologi FIS UNJ

Sosiologi FIS UNJ

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penerapan Program Rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni di RT 03 RW 11 Kelurahan Tanah Baru

18 Mei 2022   05:36 Diperbarui: 18 Mei 2022   05:42 465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 28H ayat (1) yang berbunyi: “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat”. 

Tempat tinggal mempunyai andil yang sangat besar dalam membentuk watak serta kepribadian bangsa sebagai salah satu upaya membangun manusia Indonesia seutuhnya, berjati diri, mandiri, dan produktif sehingga terpenuhinya kebutuhan tempat tinggal merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia, yang akan terus ada dan berkembang sesuai dengan siklus kehidupan manusia. 

Kemudian dalam undang-undang nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman memiliki goals agar seluruh keluarga di Indonesia menempati tempat tinggal yang layak sehat, aman dan legal, namun pada kenyataannya banyak masyarakat yang miskin tidak mampu menjangkau rumah atau kaveling yang legal, sehat, memenuhi syarat. Selain harganya yang tinggi, stok-nya juga tidak tersedia untuk jenis yang sesuai dengan kemampuan masyarakat miskin. 

Pemerintah mencoba menerapkan konsep Rumah Sangat Sederhana (RSS) tetapi harganya tetap tidak terjangkau, dan jumlah produksinya juga sangat terbatas. Sementara itu tanah perkotaan dan ruang-ruang kota yang sesuai Rencana Tata Ruang (RTR) habis dimiliki oleh masyarakat yang lebih mampu.

Sebagai negara berkembang, Indonesia masih menghadapi masalah ekonomi seperti pengangguran dan pendapatan masyarakat yang masih rendah, sehingga masyarakat golongan kebawah mencari tempat tinggal atau membangun rumah dengan seadanya, akibatnya tumbuh dan berkembang rumah-rumah tidak layak huni (RTLH). 

RTLH adalah kondisi kebalikan dari rumah layak huni yaitu rumah yang tidak memenuhi persyaratan rumah layak huni dimana konstruksi bangunan tidak handal, luas tidak sesuai standar per orang dan tidak menyehatkan bagi penghuninya dan atau membahayakan bagi penghuninya (Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2016). 

Penyebab lain rumah tidak layak huni adalah mahalnya bahan material yang dibutuhkan dalam pembangunan rumah dan mahalnya biaya tenaga tukang bangunan untuk membangun sesuai dengan kriteria rumah yang layak huni. 

Seperti halnya sebagian masyarakat di RT 03 RW 11 kelurahan Tanah Baru, Kecamatan Beji yang rata-rata bermata pencaharian sebagai buruh dan pekerja lepas memiliki penghasilan tidak menentu, upah yang didapatkan kurang cukup atau pas-pasan untuk digunakan dalam membangun rumah mereka. 

Ketua RT 03 menyatakan bahwa "Rata-rata kerjaannya (warga masyarakat) buruh bangunan, sekarang upah untuk tukang bangunan 150 ribu rupiah per hari. Kalau kita pakai tukang, enam hari totalnya 900 ribu rupiah. Tetapi, yang namanya tukang ngebangun tidak berpatok bahwa setiap bulan akan ada pekerjaan. Kalau ada pekerjaan memang mungkin lumayan, tetapi kalau kebetulan lagi menganggur maka tidak ada pemasukan."

Dengan demikian mereka membangun rumah dengan menekan pengeluaran seminimal mungkin, akibatnya rumah yang dihasilkan belum memenuhi kriteria rumah layak huni. Struktur bangunan rumah yang kurang kuat menghadapi berbagai keadaan cuaca dari waktu ke waktu yang tidak menentu terkadang membuat kerusakan di beberapa sudut rumah. 

Kerusakan rumah yang semakin lama tidak teratasi secara cepat karena terkendala biaya kian memperparah keadaan rumah mereka. Sehingga, rumah yang mereka tempati tidak bisa memberikan kenyamanan bagi penghuni di dalamnya dan bisa membahayakan mereka. 

Dilansir dari laman web Kementerian PUPR dampak yang akan ditimbulkan dari masalah rumah tidak layak huni meliputi dampak sosial dan ekonomi. Dari segi dampak sosial, rumah tidak layak huni mempunyai dampak langsung dan tidak langsung secara fisik atau non fisik kepada penghuni. 

Dampak terhadap fisik penghuni RTLH karena kurang mampu memberi perlindungan dari panas dan hujan serta bahaya konstruksi, adalah masalah kesehatan dan ancaman bencana, dan dampak terhadap non fisik adalah kecemasan yang berkepanjangan. 

Dampak secara fisik rumah tidak layak huni karena kecukupan luas ruang (sempit) adalah khususnya pertumbuhan bagi anak- anak dan keleluasaan bergerak bagi orang dewasa dan dampak secara non fisik membuat penghuni tidak betah tinggal didalam rumah (anak remaja keluyuran atau banyak di jalanan). 

Dampak fisik rumah tidak layak huni karena kurang pencahayaan dan penghawaan adalah pada kesehatan, mudah sakit, mudah lelah dan tidak produktif dan dampak non fisik membuat penghuninya kurang/tidak betah tinggal didalam rumah.

 Dari dampak sosial memberikan dampak ekonomi yaitu karena kurang produktif maka penghuni RTLH pendapatannya relatif kecil baik sebagai penyedia jasa atau sebagai wiraswasta, dampak ikutannya mereka terjebak dalam lingkaran “setan” kemiskinan yang menerus. Oleh karena itu Kementerian PUPR membuat program rehabilitasi RTLH untuk mengatasi permasalahan rumah tidak layak huni serta mencegah dampaknya.

Program RTLH merupakan bantuan stimulan berupa uang untuk pembelian bahan bangunan guna pemugaran atau perbaikan rumah tidak layak huni dari pemerintah daerah kepada individu, keluarga, kelompok atau masyarakat. 

Berdasarkan pernyataan dari ketua RT 03, penyaluran dana dalam program RTLH ini oleh pemerintah tidak diberikan berupa uang cash atau tunai langsung ke pemilik rumah yang mendapatkan bantuan RTLH ini, tetapi pemerintah menunjuk toko material. 

Lalu pemerintah memberikan uangnya langsung kepada toko material yang mereka tunjuk, sehingga penerima bantuan RTLH ini tinggal mengambil bahan bangunan yang dibutuhkan ke toko material yang tersebut. 

Untuk dana yang diberikan dalam program ini yaitu antara 18-20juta. Dengan alokasi 5 juta untuk membayar upah pekerja (kuli) bangunan, dan sisanya untuk membayar bahan bangunan. 

Dengan sejumlah dana tersebut, keluarga penerima manfaat harus menggunakannya dengan pas tidak boleh lebih dari yang dianggarkan, karena jika dana tersebut masih kurang untuk memperbaiki rumah maka kekurangannya ditanggung oleh keluarga penerima bantuan. 

Dengan adanya program RTLH tersebut, dapat membantu para Keluarga Penerima Manfaat (KPM) mengatasi kerusakan atau ketidaklayakan rumah tempat tinggal mereka. Diharapkan program RTLH ini dapat terus berlanjut agar kesejahteraan warga masyarakat RT 003/RW 011, khususnya bagi masyarakat kurang mampu dapat terjamin dari segi kelayakan untuk tempat yang mereka tinggali.

Namun, dari studi lapangan yang telah kelompok kami lakukan, ternyata masih terdapat masalah-masalah atau kendala-kendala dalam program RTLH ini, yaitu diantaranya: 

1) Dari proses pengajuan ke proses penetapan penerima bantuan memerlukan waktu yang cukup lama sekitar 12 bulan untuk mendapatkan bantuan. 

2) Alokasi dana yang kurang terkhusus untuk pembiayaan tukang bangunan. 

3) Keinginan lebih dari penerima bantuan yang tak sesuai dengan kerusakan rumah. 

4) Kurang efektif dalam mensejahterakan masyarakat karena masyarakat merasa terbebani dengan bantuan dana yang kurang sehingga program tidak terselesaikan. 

Oleh karena itu, kelompok kami membuat program perbaikan dan pembenahan program RTLH yang kami beri nama "3P-RTLH". 

Program 3P-RTLH merupakan program perbaikan dan pembenahan dari program RTLH sebelumnya. Program RTLH merupakan upaya Pemerintah Kota Depok bersama Dinas Perumahan dan Permukiman (Disrumkim) Kota Depok dalam merehabilitasi rumah tidak layak huni. Program yang kelompok kami buat, 3P-RTLH berupaya mengatasi permasalahan atau kendala dalam pelaksanaan program RTLH sebelumnya.

Dalam program yang kami hadirkan ini yaitu 3P-RTLH, Pemerintah Kota Depok minimal melakukan verifikasi data penerima bantuan Program minimal 6 bulan dari proses pengajuan. Hal tersebut, agar durasi waktu perbaikan yang lebih cepat meminimalisir kerusakan rumah warga yang lebih parah. 

Selain itu perbedaan program 3P-RTLH ini dari program sebelumnya terletak pada rencana anggaran dana, di mana anggaran dana pada program sebelumnya masih belum mencukupi biaya khususnya pada upah pekerja bangunan. 

Oleh karena itu, kelompok kami membuat rencana anggaran dana dengan menambah rencana anggaran dana menjadi Rp. 25.500.000 dengan menyesuaikan kebutuhan bahan bangunan dan upah minimum pekerja bangunan. Kendala di lapangan lainnya, yaitu keinginan lebih dari penerima bantuan dalam merehabilitasi rumah yang tak sesuai dengan kerusakan rumah. 

Di dalam program ini, biaya yang diberikan dalam dana bantuan disesuaikan dengan laporan kerusakan yang diajukan. Sehingga, permasalahan mengenai kurangnya biaya bahan dan biaya operasional dapat teratasi.

Adapun program dikatakan berhasil jika memenuhi indikator keberhasilan berikut:

1. Target penerima bantuan 5KK/tahun

2. Ketepatan waktu dalam proses pembangunan rumah yaitu selama 14 hari. 

3. Tidak ada lagi kasus dalam proses perbaikan rumah terhenti ataupun mangkrak di tengah jalan karena kekurangan biaya operasional.

4. Keluarga penerima manfaat merasa puas dengan hasil perbaikan yang diperoleh.

Kesimpulan

Program RTLH sejauh ini sangat membantu warga masyarakat RT 003/ RW 011 dalam memperbaiki kondisi rumahnya yang tidak layak huni. Dengan keterbatasan ekonomi yang dimiliki warga masyarakat, program RTLH menjadi salah satu bantuan yang memberikan kebermanfaatan yang luas. Kebermanfaatan dari segi tempat tinggal yang layak, di mana warga masyarakat dapat memiliki kenyamanan, keamanan, dan kesehatan yang terjamin. 

Dalam proses berlangsungnya program RTLH ini, memang tentunya ditemui beberapa kendala. Seperti proses pengajuan yang memerlukan waktu cukup lama, alokasi dana yang kurang keinginan lebih dari penerima bantuan, dan program molor waktu atau tidak terselesaikan. 

Oleh karena itu, dibuatlah program perbaikan dan pembenahan RTLH atau 3P-RTLH dengan dua rencana anggaran dana yang sekiranya dapat mengatasi permasalahan atau kendala yang dihadapi sesuai indikator keberhasilan. 3P-RTLH diharapkan dapat membantu merehabilitasi rumah warga masyarakat demi mewujudkan kesejahteraan warga masyarakat setempat. Untuk kedepannya, semoga program rehabilitasi rumah tidak layak huni dapat terus berlanjut dan melakukan pembaharuan dengan menampung aspirasi dan kebutuhan masyarakat. 

Daftar Pustaka

Badan Pusat Statistik Kota Depok (2022). Kota Depok Dalam Angka 2022. Depok

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (2018). Peningkatan Kualitas Rumah Tidak Layak Huni 

Direktorat Jenderal Perumahan. Data Rumah Tidak Layak Huni

Peraturan Wali Kota. (2018). Pedoman Pelaksanaan Rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni. 

Layanan Informasi Kelurahan Tanah Baru

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun